Kebebasan Pers Indonesia Terancam, Wartawan Dibunuh Karena Beritakan Korupsi, Pelaku Dapat Remisi
Ratusan jurnalis di 15 kota di Indonesia menggelar aksi yang mengecam pemberian remisi bagi Susrama, otak intelektual pembunuhan jurnalis di Bali.
SERAMBINEWS.COM - Ini mungkin tahun keberuntungan bagi I Nyoman Susrama, otak intelektual pembunuhan jurnalis Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa. Namun menjadi kuburan baru bagi kebebasan pers Indonesia.
Seharusnya Susrama mengenyam hukuman penjara seumur hidup sebagai sanksi pidana atas pembunuhan itu. Namun remisi yang diberikan Presiden RI Joko Widodo memangkas hukuman itu menjadi 20 tahun saja.
Lewat Keputusan Presiden Nomor 29 tahun, Susrama memperoleh remisi bersama 114 narapidana lainnya. Artinya, Susrama hanya perlu mendekam jeruji penjara selama beberapa saja.
Namun tidak begitu bagi keluarga Prabangsa, juga kebebasan pers di Indonesia. “Remisi yang diberikan presiden adalah langkah mundur dan preseden buruk bagi kebebasan pers di tanah air,” ujar Abdul Manan, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Jumat (25/1/2019), di Jakarta.
Ratusan jurnalis di 15 kota di Indonesia pun menggelar aksi yang mengecam pemberian remisi itu.
Di antaranya di Jakarta, Semarang, Malang, Banda Aceh dan Bali. Mereka mendesak agar presiden menegakkan keadilan dengan mencabut pemberian remisi untuk Susrama dan mengembalikan masa hukuman sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Denpasar.
Baca: Jurnalis Aceh Kecam Jokowi Terkait Pemberian Remisi kepada Pembunuh Jurnalis Radar Bali
Baca: Fakta Jurnalis Metro TV Rifai Pamone, Penyebab Meninggal hingga Momen Ulang Tahun Terakhirnya
Baca: Buku Pengantar Jurnalisme Multiplatform Diminati
Prabangsa dibunuh karena berita
Koordinator Aksi Solidaritas Jurnalis Bali (SJB) Nandhang R Astika menuturkan pembunuhan itu bermula dari berita dugaan korupsi sejumlah proyek Dinas Pendidikan di Kabupaten Bangli, Bali, sepanjang Desember 2008-Januari 2009 yang diduga merugikan negara sebesar Rp 4 miliar.
Salah satunya adalah proyek pembangunan TK dan SD bertaraf internasional yang dipimpin Susrama. Belakangan kasus korupsi ini terbukti di pengadilan.
Susrama yang marah, memerintahkan anak buahnya untuk menjemput Prabangsa yang tengah berada di Taman Bali, Bangli, pada 11 Februari 2009. Sebelumnya, Prabangsa juga menerima telepon dan pesan singkat berisikan ancaman.
Sampai di rumah Susrama, di Banjar Petak, Bebalang, Bangli, Prabangsa dipukuli. Susrama turut memukul korban dengan balok kayu.
Mereka kemudian membuang Prabangsa yang masih hidup ke laut. Setelah dinyatakan hilang selama lima hari, mayat Prabangsa ditemukan di Teluk Bungsil, Karangasem, pada 16 Februari 2009.
Pengadilan Negeri Denpasar membuktikan bahwa Susrama adalah tokoh di balik pembunuhan Prabangsa.
Pengadilan memvonis Susrama dengan pidana penjara seumur hidup pada 15 Februari 2010. Begitu pula dengan delapan orang lain yang terlibat, dengan pidana penjara 5-20 tahun.
Vonis itu, bahkan lebih rendah dari tuntutan jaksa berupa hukuman pidana mati, sesuai isi Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).