Jejak Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi, Politisi PDIP Jadi Tersangka Korupsi Rp 5,8 Triliun
Supian Hadi memberikan IUP ke tiga perusahaan di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur pada tahun 2010-2012 yang lalu.
Iswanti sendiri merupakan mantan anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah dan kini menjabat sebagai Wakil Bupati Seruyan, Kalimantan Tengah.
Seperti dikutip dari Banjarmasin Post, permasalahan rumah tangga Supian Hadi sempat sampai ke Komnas Perempuan.
Supian Hadi juga pernah dilaporkan oleh sang istri ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan melakukan kejahatan perkawinan serta melanggar UU Pernikahan Nomor LP 4138/2013/PMJ/Ditreskrimum, pada tanggal 21 November 2013.
Dalam laporan tersebut, sang istri menilai pernikahan Supian Hadi dengan pedangdut Novita Anggraeni atau Vita KDI dianggap tidak sah karena saat itu Supian Hadi masih berstatus suami sah dari Iswanti.
Kini, kasus suap IUP menjerat Supian Hadi.
Dalam kasus tersebut, dia membantu penerbitan IUP tiga perusahaan yakni PT Fajar Mentaya Abadi (FMA), PT Billy Indonesia (BI), dan PT Aries Iron Mining (AIM).
Supian Hadi diduga menerima imbalan berupa Mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp 710 juta, Mobil Hummer H3 seharga Rp 1,35 miliar, dan uang sebesar Rp 500 juta, dengan total sebesar Rp 2.65 miliar, yang diterima melalui pihak lain.
Atas hal itu, Supian Hadi dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31/1999, sebagaimana diubah menjadi UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Seperti dikutip dari Banjarmasin Post, walau telah ditetapkan sebagai tersangka, kini Supian Hadi terpantau masih aktif ke kantor, menjalani rutinitas dan tanggung jawabnya sebagai Kepala Daerah.
Masyarakat Kotawaringin Timur masih terus menunggu perkembangan kasus yang tengah menjerat Kepala Daerah yang mereka banggakan tersebut.
Rugikan Negara Rp 5,8 Triliun dan 711.000 Dollar AS
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menetapkan Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi sebagai tersangka.
Perbuatan Supian diduga telah merugikan negara Rp 5,8 triliun dan 711.000 dollar Amerika Serikat.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, dugaan kerugian negara itu dihitung dari produksi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan.
"Bila dibandingkan, setara dengan kasus lain yang pernah ditangani KPK seperti kasus e-KTP dan BLBI," ujar Syarif dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (1/2/2019).