Aceh Tertinggi Kasus Stroke
Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Farid Moeloek mengingatkan masyarakat Aceh untuk lebih berhati-hati
* Juga Jantung dan Darah Manis
BANDA ACEH - Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Farid Moeloek mengingatkan masyarakat Aceh untuk lebih berhati-hati terhadap ancaman penyakit stroke, jantung, dan darah manis (DM) karena persentase ketiga penyakit ini di Aceh sudah mencapai 103 persen atau di atas rata-rata nasional sebesar 93,4 persen.
“Seruan ini kami sampaikan karena semua provinsi di Indonesia tak terkecuali Aceh sudah terkena penyakit ini, bahkan di Aceh sudah di atas 100 persen atau di atas rata-rata nasional,” ungkap Menkes Nila Farid Moeloek dalam paparannya pada Rapat Kerja Daerah Kesehatan Aceh 2019 di Hotel Hermes Palace Banda Aceh, Senin (4/3).
Dia mengatakan, untuk penyakit stroke, misalnya, rata-rata nasional sekitar 93,4 persen, sedangkan di Aceh dan di sejumlah provinsi lainnya sudah mencapai 103,4 persen.
Berikutnya penyakit jantung, rata-rata nasional 113 persen, sedangkan Aceh dan sejumlah daerah lainnya 124 persen. Selanjutnya penyakit darah manis (diabetes/DM) rata-rata nasional 157 persen, Aceh dan sejumlah daerah lainnya 179 persen.
Biaya untuk mengobati ketiga penyakit itu, lanjut Menkes RI sangat mahal. Bahkan BPJS Kesehatan kewalahan menanggung dana penyelenggaraan program JKN. Kecuali itu, masa pengobatan dan penyembuhannya juga cukup panjang. “Pasien akan menjadi beban bagi keluarganya,” ujar Nila Farid Moeloek.
Dampak tingginya persentase jumlah masyarat Aceh yang terkena stroke, jantung, dan diabetes, menurut Nila Farid Moelok telah membuat umur harapan hidup orang Aceh jadi rendah atau hanya 67,8 tahun, di bawah rata-rata nasional yang mencapai 71,5 tahun.
Indikator Kesehatan (IKS) Aceh juga belum begitu baik karena masih banyak yang berada di bawah rata-rata nasional yang mencapai 0,168 persen sedangkan Aceh baru sebesar 0,244 persen.
Misalnya, bayi mendapat imunisasai dasar lengkap, rata-rata nasional sudah 95 persen, Aceh baru 88,45 persen. Bayi mendapat ASI eksklusif secara nasioal 82,63 persen sedangkan Aceh 66 persen. Anggota keluarga tidak merokok, rata-rata nasional mencapai 48,4 persen, Aceh baru 44,08 persen. Berikutnya, penderita gangguan jiwa berat di Aceh mencapai 32,38 persen, nasional hanya 21,03 persen. “Kematian bayi dan anak balita di Aceh juga masih tinggi,” katanya.
Lima isu kesehatan
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dalam sambutannya mengatakan, ada lima isu kesehatan yang saat ini sedang ditangani Pemerintah Aceh, yaitu menurunkan prevalensi stunting, mengeleminasi penyakit tuberkulosa (TB), peningkatan cakupan imunisasi, menurnkan angka penyakit tidak menular, seperti hypertensi, diabetes, jantung, stroke, dan kelima menurunkan angka kematian ibu, bayi dan balita, khususnya angka kematian neonatal (AKN).
Untuk menangani kelima isu itu, kata Nova Iriansyah, Pemerintah Aceh melalui Dinas Kesehatan tidak hanya melakukan metode kuratif (pengobatan) yang lebih baik tapi juga preventif atau pencegahan dan promotif (sosialisasi).
Pemerintah Aceh, lanjut Nova, terus berupaya memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas. Namun berbagai tantangan tetap saja ditemui di lapangan, misalnya masih kurangnya dokter spesialis untuk penyakit tertentu di RSUD di kabupaten/kota.
Seorang dokter saraf di RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh, dr Syahrul mengatakan, tingginya penyakit stroke di Aceh disebabkan antara lain pola makan tidak teratur, sering mengonsumsi makanan hewani siap saji yang tingkat kadar kolestrolnya tinggi, kurang makan sayuran, suka konsumsi garam, kurang gerak atau olah raga, dan mengonsumsi obat-obatan yang tidak disiplin atau tidak patuh.
Selain itu, kata Syahrul, makanan khas Aceh yang tidak terlepas dengan santan, minyak goreng, rasa manis/gula, pedas, ikan asin, serta bumbu-bumbuan yang berlebih mendorong orang Aceh pada usia muda banyak yang terserang penyakit stroke, jantung, darah tinggi, dan lainnya.
Menurut Syahrul, program Dinas Kesehatan untuk promosi kesehatan dan preventif sangat minim. Dinas Kesehatan disibukkan dengan pelaksanaan BPJS Kesehatannya yang difokuskan untuk pengobatan, mulai dari puskesmas sampai rumah sakit.
Program kesehatan masyarakat, menurut Syahrul harus terukur dan pasti. “Kurangi mencari popularitas. Tampilkan data-data yang nyata agar derajat kesehatan rakyat Aceh menjadi lebih baik,” pungkasnya.
100-200 orang/hari
Dr dr H Azhari Gani SPPD, KKV, FCIC, FINASIM, spesialis jantung RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh menjelaskan, penyakit jantung koroner (PJK) adalah suatu penyakit yang terjadi ketika ada penyumbatan parsial di aliran darah ke jantung. PJK merupakan pembunuh nomor satu di Indonesia. Angka kematian karena PJK sebesar 17,05 persen dari total kematian.
Kasus PJK di Aceh, kata Azhari, berada pada peringkat dua nasional. Kunjungan pasien jantung ke poliklinik jantung RSUZA berkisar 100-200 orang per hari.
Tingginya pasien jantung di Aceh, menurut Azhari, disebabkan perilaku dan gaya hidup penderita. Misalnya, makan makanan tak sehat, banyak lemak, tidak banyak bergerak dan merokok.
Faktor risiko terjadi gangguan jantung koroner, menurut Azhari, antara lain hiperkolestrol, diabetes melitus, hipertensi, stres, infeksi, kebiasaan merokok, pola makan tidak baik, kurang gerak dan obisitas (kegemukan).
Hasil penelitian terbaru Badan Kesehtan Dunia (WHO), mengonsumsi tembakau memberikan sumbangan sebesar 17 persen dari hampir 18 juta kematian/tahun. Ini terjadi paling banyak pada kaum pria yang merokok.
Sementara pada kaum wanita, biasanya serangan penyakit jantung terjadi karena kegemukan. Sebanyak 36,6 persen orang Aceh menggunakan minyak kelapa dan 18,9 gram minyak kelapa sawit untuk memasak dan mengonsumsinya 20,2 gram per orang setiap hari.
Mengingat penyakit jantung merupakan salah satu penyakit paling mematikan, kata Azhari, sudah seharusnya setiap orang memahami beberapa gejalanya, seperti rasa nyeri di dada yang tidak biasa, namun begitu tidak semua nyeri di dada gejala penyakit jantung.
Rasa nyeri serangan penyakt jantung cukup khas, yaitu seolah-olah dada mendaat tekanan beban yang berat dan biasanya nyeri menghilang saat istirahat. Jika kondisi sudah berat dan parah, rasa nyeri tersebut biasanya tidak akan berkurang meski sudah beristirahat. Selain itu, muncul gejala sering pusing, sesak napas dan mudah lelah.
Untuk pasien jantung, kata Azhari, di RSUD Zainoel Abidin sejak 10 tahun lalu sudah bisa dilakukan tindakan kateterisasi jantung dan pemasangan cincin atau stent.(her)