Mahathir Minta Johor Tekan Singapura Soal Perjanjian Impor Air, Harga saat Ini tidak Masuk Akal
Masalah ini menjadi topik panas saat Mahathir pada Juni 2018 mengatakan harga air mentah yang dijual ke Singapura tidak masuk akal.
Mahathir Minta Johor Tekan Singapura Soal Perjanjian Impor Air, Harga saat Ini tidak Masuk Akal
SERAMBINEWS.COM - Perselisihan perjanjian air antara Singapura dan Malaysia terus menuai kontroversi.
Masalah ini menjadi topik panas saat Mahathir pada Juni 2018 mengatakan harga air mentah yang dijual ke Singapura tidak masuk akal.
Mahathir pun berencana menegosiasikan kembali perjanjian tersebut.
Pada pekan lalu, Mahathir mendesak agar pemerintah negara bagian Johor menekan Singapura soal perjanjian impor air.
Mahathir mengatakan, Singapura sebagai negara maju dengan pendapatan per kapita USD18.000 atau setara Rp255 juta, seharusnya tidak membeli air dari Malaysia, yang pendapatan per kapita-nya bahkan tidak mencapai USD10.000 atau setara Rp141 juta.
Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah menegaskan, pembicaraan tentang perjanjian air dengan Singapura telah dimulai sejak Januari.
Pembicaraan itu diwakili Jaksa Agung Malaysia, Tommy Thomas dan Jaksa Singapura.

Baca: Pemko Sabang Minta Singapura Promosikan Wisata Pulau Weh
Perjanjian 99 Tahun
Perjanjian air Singapura-Malaysia dibuat pada 1962 dan berakhir pada 2061 atau selama 99 Tahun.
Dalam perjanjian ini, Singapura dapat mengimpor setiap hari sampai 250 juta galon air yang belum diolah dari Sungai Johor dengan harga 3 sen ringgit per 1.000 galon.
Singapura lalu wajib menjual sebagian air yang telah diolahnya itu kembali ke Malaysia dengan harga 50 sen ringgit per 1.000 galon.
Menurut perjanjian pengolahan air tahun 1962, Singapura juga diharuskan memasok air yang diolah ke Johor sebanyak 5 juta galon.
Kondisi ini yang membuat Mahathir Mohamad berang dan meminta harga air itu dinegosiasikan ulang.
“Harga jual barang harus sesuai dengan kondisi terkini … Jadi, jika Anda berpikir bahwa harga yang ditetapkan pada tahun 1926 masih tetap sampai tahun 3000 ... Apakah itu masuk akal? Saya rasa itu tidak masuk akal," Perdana Menteri Malaysia itu.
Baca: Bertemu Presiden Filipina, Mahathir Mohamad Ingatkan Duterte Hati-hati Terima Pinjaman Dari China
Namun, Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan mencatat bahwa inti masalah sengketa bukan berapa banyak yang dibayarkan, tetapi bagaimana setiap revisi harga diputuskan.
Dia juga menegaskan, baik Malaysia maupun Singapura, tidak dapat sepihak mengubah ketentuan perjanjian antara kedua negara.
Kementerian Luar Negeri Singapura juga menggarisbawahi kedua negara harus mematuhi secara penuh perjanjian air 1962.
Hal ini karena perjanjian itu merupakan perjanjian fundamental yang dijamin dalam perjanjian 1965, yaitu perjanjian pemisahan kedua negara yang didaftarkan di PBB.
"Perjanjian Air 1962 adalah perjanjian mendasar yang dijamin oleh kedua pemerintah dalam Perjanjian Pemisahan 1965 yang terdaftar di PBB," ujar Kemlu Singapura.

Situasi berubah
Pengamat Ekonomi Internasional Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi mengatakan langkah Mahathir menegosiasikan ulang perjanjian air dengan Singapura adalah hal yang relevan.
Menurut dia, harga air itu dibuat pada tahun 1960an yang harganya sudah jauh berbeda dengan kondisi saat ini.
Selain itu, kata Fithra, kapasitas air yang dimiliki Johor semakin lama semakin berkurang akibat penyedotan dalam skala besar.
“Cara mengurangi overuse itu dengan menaikkan harga karena supply-nya juga terbatas,” ujar peraih doctor dari Graduate School of Asia-Pasific Studies di Waseda University, Jepang ini kepada Anadolu Agency pada Rabu (6/2/2019) lalu.
Baca: Batalkan Proyek Rp 281 Triliun yang Dibiayai China, Mahathir: Malaysia Bisa Miskin Bila Diteruskan
Baca: Sebut Najib Razak Jatuh Akibat Korupsi, Ini Keinginan Besar Mahathir Mohamad Tahun 2019
Di sisi lain, kata Fithra, teknologi Malaysia kini sudah maju dibanding pada 1960.
Hal tersebut memungkinkan Malaysia untuk melakukan pengelolaan air sendiri tanpa Singapura.
“Kalau pada 1960an, teknologi Singapura jauh lebih advance dibanding Malaysia,” ujar Fithra.
Fithra mengatakan Singapura sebenarnya mampu dalam pengelolaan air tanpa bergantung dengan Johor.
Ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan Singapura, salah satunya melakukan pengolahan air laut.
Namun, kata Fithra, ongkos untuk melakukan itu sangat besar.
Sedangkan biaya untuk melakukan pengolahan air dari Johor jauh lebih murah yakni sebesar 3 sen per 1000 galon.
“Johor sudah berbatasan langsung dengan Singapura. Dari sisi geografis sangat menguntungkan,” ujar Fithra.
Baca: Kerap Diabaikan, Ternyata Stiker Kode yang Ada Pada Buah Berisi Informasi yang Sangat Penting
Singapura memang negara yang sangat mengandalkan air olahan untuk kebutuhan masyarakatnya.
Singapura saat ini mengonsumsi 430 juta galon air per hari atau setara 782 kolam renang berukuran olimpiade.
Untuk memenuhi kebutuhan air, badan pengairan Singapura dikelola oleh Public Utilities Board (PUB) yang merupakan agensi air nasional di bawah Kementerian Lingkungan dan Sumber Daya Air.
Badan ini mengelola secara terpadu pasokan air untuk Singapura, penampungan air, dan air bekas pemakaian.
Menurut keterangan situs resmi PUB, untuk menjamin sebuah pasokan air secara berkesinambungan, Singapura mengandalkan Empat Keran Nasional (Four National Taps), yakni resapan air lokal, impor dari Malaysia, air daur ulang, dan desalinasi atau pemurnian air dari kadar garam.
Fithra, yang juga pakar perdagangan internasional ini, menilai Perjanjian Air1962 antar kedua negara masih bisa ditinjau ulang.
Baca: Warga Lamteumen Barat Banda Aceh Bersihkan Tempat Persembunyian Babi Liar
Namun harus ada harga yang dibayar jika salah satu pihak dirugikan.
“Kalau ada salah satu yang dirugikan seharusnya mereka berhak juga men-charge atas pelanggaran kesepakatan,” ujar Fithra.
Dampak Tren Global
Pengamat Hubungan Internasional Ayusia Sabhita menyampaikan Malaysia dan negara-negara lain di Asia sedang berjuang menghadapi tren global yang tidak bisa diprediksi, seperti perang dagang China-AS, konflik geopolitik di Timur Tengah, dan harga minyak yang tidak stabil.
Situasi ini, kata Ayusia, membuat Mahathir cukup pragmatis dalam kebijakan ekonomi politiknya.
“Mahathir berupaya mengurangi ‘misuse’ dalam pengelolaan ekonomi, meminimalkan hutang, dan sekaligus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang melambat,” kata Ayusia kepada Anadolu Agency pada Kamis.
Pada sisi lain, kata dia, kompleksnya hubungan Malaysia-Singapura juga turut menghambat kerja sama dua negara.
Ayusia mencatat Mahathir mempunyai romantisme dan idealisme tentang kedaulatan Melayu sehingga sengketa wilayah dengan Singapura akan terus terjadi.
Hal itu, kata dia, terutama sejak kekalahan Malaysia atas Singapura dalam Pedra Branca pada 2008, tuduhan Malaysia atas reklamasi selat Johor oleh Singapura, hingga proyek jembatan yang menghubungkan dua negara.
Baca: Kisah Pasukan Kostrad Lakukan Serangan ke Kampung Pareh Malaysia, Buat Pasukan Elite Inggris Mundur
“Sikap politik dua negara yang sama-sama keras dalam mempertahankan kepentingan politiknya juga akan membuat konflik akan lama selesai, bahkan mungkin bisa mengganggu status quo yang berlangsung lama,” ujar pengajar di Universitas Jenderal Soedirman ini.
Namun demikian, kata Ayusia, bagaimanapun kompleksnya hubungan Malaysia dan Singapura, kedua negara masih tetap saling membutuhkan.
Kedua negara, kata Ayusia, menilai satu sama lain berperan penting dalam kebijakan luar negeri dan kepentingan nasional..
“Kedua negara juga sangat menghormati hukum internasional dan sharing interest di ASEAN,” kata Ayusia.
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengatakan diskusi perjanjian air dengan Singapura berjalan positif dan belum pada tahap untuk membawanya ke Mahkamah Internasional (ICJ).
Saifuddin mengatakan diskusi tertutup antar pejabat kedua negara di Singapura membahas masalah maritim dilakukan dalam suasana positif.
"Hari ini (Senin) ada pertemuan di tingkat pejabat antara kedua negara mengenai masalah maritim," ujar Saifuddin.
Ayusia optimis kedua negara dapat mendapatkan titik temu dalam perselisihan perjanjian air ini.
“Meskipun mungkin memakan waktu lama, tapi melihat hubungan Malaysia-Singapura tidak bisa kalau hanya melihat satu isu saja,” kata dia.(Anadolu Agency)