Komnas HAM Minta Tim Asisten Hukum Bentukan Wiranto Dibubarkan

Melalui tim yang akan dibentuk ini, pemerintah berusaha menyeret persoalan hukum ke ranah politik, kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam.

Editor: Amirullah
(KOMPAS.com/Ihsanuddin)
Menko Polhukam Wiranto usai memimpin rapat tim asistensi hukum Kemenko Polhukam, Kamis (9/5/2019). 

Sekretaris Tim Asistensi Hukum Kemenkopolhukam, Adi Warman, menilai kekhawatiran Komnas HAM tidak tepat.

Justru menurutnya, tim ini bertujuan melindungi agar "tidak ada pihak yang terzalimi".

Ia mengatakan prosesnya dilakukan secara terbuka dengan menggandeng para pakar hukum yang independen dan tidak memiliki afiliasi politik dengan siapapun.

"Justru ini kemajuan di zaman modern, membuka diri kepada tokoh-tokoh ahli hukum yang memiliki kapasitas, integritas, orang kampus. Malah tim diberikan kesempatan berdiskusi dengan tim lain yang bisa dipertanggung jawabkan secara akademisi," ujar Sekretaris Tim Asistensi Hukum Kemenkopolhukam, Adi Warman, kepada BBC News Indonesia, Jumat (10/05).

"Mereka digaransi bekerja berdasarkan ilmu. Jadi jangan buruk sangka, lihat dulu hasilnya," sambungnya.

Dia juga mengatakan, Tim Asistensi Hukum dibentuk supaya aparat penegak hukum tidak terus menerus disudutkan dan dipersalahkan ketika menyelidiki suatu kasus yang tersangkut dengan pihak yang berseberangan dengan pemerintah. Sebab, keputusan Kepolisian maupun Kejaksaan Agung telah melewati pertimbangan pakar.

"Ini akan membuat nyaman tindakan penyidik benar-benar murni hukum, bukan area abu-abu atau kepentingan politik," jelasnya.

Adi Warman pun mengklaim, kajian hukum dan hasil rekomendasi dari para pakar hukum Tim Asistensi, tidak dimaksudkan melompati proses penyelidikan di Kepolisian.

"Tidak masuk (penyelidikan)."

Terpanggil untuk kepentingan negara

I Gede Panca Astawa yang merupakan Guru Besar Universitas Padjajaran, mengatakan menerima permintaan menjadi salah satu anggota Tim Asistensi Hukum, karena "untuk kepentingan negara". Ia mengaku tak memiliki kedekatan dengan Presiden Joko Widodo ataupun Menkopolhukam, Wiranto.

"Saya melihat negara memanggil, saya tidak lihat Wiranto-nya," ujar I Gede Panca Astawa, kepada BBC News Indonesia, Jumat (10/05).

Dalam bekerja nanti, ia mengklaim akan objektif sebagai akademisi di bidang hukum tata negara dan administrasi negara. Begitu pula dengan pakar lain yang memiliki latarbelakang ilmu hukum pidana.

"Dalam melakukan kajian itu, akan diletakkan secara proporsional. Kami akan berembuk apakah ucapan ini masuk kategori yang melanggar atau tidak. kalau tidak melanggar diberikan rekomendasi, misalnya tindakan ini tidak perlu ditindak," jelasnya.

Hasil kajian dan rekomendasi yang diberikan itupun, tidak dimaksudkan mengintervensi proses hukum yang akan berjalan. Para pakar, kata dia, hanya menjadi pagar agar aparat penegak hukum "tidak lepas kontrol".

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved