Korban Pelecehan Seksual Baiq Nuril Menangis di Gedung DPR RI, Yakin Keadilan Akan Terwujud
Baiq Nuril diterima oleh Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS Nasir Djamil serta Anggota Fraksi PDI-P Rieke Diah Pitaloka.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Baiq Nuril, korban pelecehan seksual yang justru divonis penjara karena merekam percakapan mesum kepala sekolah tempatnya bekerja, mendatangi Gedung DPR, di Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Baiq Nuril diterima oleh Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS Nasir Djamil serta Anggota Fraksi PDI-P Rieke Diah Pitaloka.
Kuasa hukum Baiq Nuril Joko Jumadi mengatakan, kedatangan ke gedung DPR ini untuk meminta wakil rakyat mendukung pemberian amnesti kepada kliennya.
Sebab sesuai aturan, Presiden harus mendapat pertimbangan dari DPR sebelum menerbitkan amnesti.
"Mudah mudahan kami bisa mendapat angin segar dari Komisi III. Minimal dari Fraksi PKS," kata Joko.
"Jika nantinya Presiden mengajukan surat minta pertimbangan ke DPR, mudah mudahan fraksi PKS mau memberi pertimbangan untuk amnesti," sambungnya.
Sementara itu, Baiq Nuril tak mampu menahan tangis saat bicara di hadapan awak media.
"Sebenarnya saya tak ingin jadi konsumsi publik, karena bagaimanapun anak-anak saya pasti menonton. Dan saya tidak ingin mereka melihat ibunya menangis," kata Baiq Nuril sambil mengelap air mata di pipinya.
Ia sempat berhenti bicara selama beberapa detik karena tangisnya pecah.
Nasir Djamil dan Rieke pun mencoba menyemangati.
Setelah tangisnya mereda, Baiq Nuril melanjutkan bicara.
"Tapi saya yakin kebenaran dan keadilan akan terjadi," kata dia.
Adapun Nasir Djamil meyakini seluruh fraksi di Komisi III DPR akan mendukung Amnesti untuk Baiq Nuril.
Nasir melihat kasus yang menjerat Baiq Nuril ini justru merupakan momentum untuk mengedepankan restorative justice atau hukum yang lebih berkeadilan.
"Saya yakin seluruh fraksi memberikan dukungan," kata Nasir.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sebelumnya mengatakan, pembahasan pendapat hukum bagi amnesti Baiq Nuril sudah mencapai 70 persen.
Menurut Yasonna, pertimbangan dari para ahli hukum dibutuhkan supaya pendapat hukum yang dibuat mempunyai argumen kuat ketika Presiden mengajukan pertimbangan amnesti ke DPR nantinya.
"(Penyusunan pendapat hukum) masih (berlangsung), sudah kira-kira 70 persen tetapi saya mau supaya lebih lengkap lah," kata Yasonna usai meresmikan Kantor Imigrasi Non TPI Kelas II Bekasi, Rabu (10/7/2019).
Yasonna mengaku belum bisa memastikan kapan pendapat hukum itu selesai disusun.
Sebab, kata Yasonna, pihaknya masih menerima berbagai masukan dari sejumlah ahli hukum terkait wacana amnesti tersebut.
Menurut Yasonna, pertimbangan dari para ahli hukum dibutuhkan supaya pendapat hukum yang dibuat mempunyai argumen kuat ketika Presiden mengajukan pertimbangan amnesti ke DPR nantinya.
"Saya masih terus mencoba melakukan kajian-kajian lain dari prespektif-persepektif lain supaya nanti informasi yang utuh bisa diberikan kepada Presiden," ujar Yasonna.
Yasonna pun meminta masyarakat bersabar karena Kejaksaan Agung pun sudah memutuskan akan menunda eksekusi penahanan terhadap Baiq Nuril.
"Jaksa Agung kan sudah menyampaikan bahwa beliau akan menunda eksekusi, jadi kita masih punya waktu yang baik untuk mencari apa solusi yang baik," kata Yasonna.
Diberitakan sebelumnya, Baiq Nuril meminta amnesti dari Presiden Joko Widodo setelah peninjauan kembali yang diajukannya ditolak MA.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Hukum dan HAM menyusun pendapat hukum bersama sejumlah pakar hukum untuk memperkuat argumentasi amnesti yang akan diberikan Jokowi.
Kasus Nuril bermula saat ia menerima telepon dari Kepsek berinisial M pada 2012.
Dalam perbincangan itu, Kepsek M bercerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Baiq.
Karena merasa dilecehkan, Nuril pun merekam perbincangan tersebut.
Pada tahun 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram.
Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.
Kepsek M menyebut, aksi Nuril membuat malu keluarganya. Nuril pun menjalani proses hukum hingga persidangan.
Hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat memvonis bebas Nuril.
Namun, jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasasi.
Mahkamah Agung kemudian memberi vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena dianggap melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE.
Nuril kemudian mengajukan PK.
Dalam sidang PK, MA memutuskan menolak permohonan PK Nuril dan memutus Nuril harus dieksekusi sesuai dengan vonis sebelumnya.
Baca: Soroti Kasus Baiq Nuril, Media Asing Sindir Penegakan Hukum di Indonesia yang Dinilai Tak Adil
Baca: Tiang Penyangga Proyek Tol BORR Ambruk, Ini Kronologi Kejadiannya
Baca: Tiang Proyek Tol BORR Ambruk, Para Korban Diboyong ke Rumah Sakit
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menangis di Gedung DPR, Baiq Nuril Yakin Keadilan Akan Terwujud "