PA dan PNA Bersatu di DPRA
Setelah sekian lama terbelah secara politik, dua partai lokal (parlok) yang menaungi eks kombatan GAM
Bergabungnya Partai Nanggroe Aceh (PNA) dengan Partai Aceh (PA) dalam Koalisi Aceh Bermartabat (KAB) jilid II di DPRA, sontak membawa ingatan kita kepada pernyataan Ketua Umum PNA, Irwandi Yusuf beberapa waktu lalu yang sangat menginginkan terbentuknya koalisi PNA bersama PA.
“Saya ingin membentuk koalisi dengan PA. Saya ingin partai lokal kuat,” kata Irwandi seperti diberitakan Serambi edisi Rabu, 11 Juli 2018 dengan judul berita “Mimpi Irwandi tentang Partai Lokal”. Saat itu Irwandi mengundang khusus Serambi ke ruang kerjanya di Kantor Gubernur Aceh untuk menyampaikan gagasan bernas itu.
Namun, belum sempat cita-cita itu diwujudkan, Irwandi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 3 Juli 2018. Dia tersandung kasus suap Dana Otonomi Khsusu Aceh (DOKA) 2018 bersama bupati nonaktif Bener Meriah, Ahmadi SE. Hingga kini, keduanya bertahan di balik jeruji untuk menjalankan hukuman.
Lantas, apa sebenarnya alasan PNA bergabung dalam satu koalisi dengan PA di DPRA? Benarkah hal itu dilakukan pengurus PNA untuk mewujudkan cita-cita Irwandi sebelumnya? Atau jangan-jangan PNA sebenarnya kecewa kepada Nova Iriansyah karena beberapa isu yang santer setelah Irwandi tak lagi menjabat sebagai pucuk pimpinan di Pemerintah Aceh?
Ketua Harian PNA, Samsul Bahri alias Tiyong yang diwawancarai Serambi kemarin, membantah tegas hal itu. Lalu dia membenarkan bahwa salah satu alasan PNA bergabung dengan PA dalam KAB jilid II adalah untuk mewujudkan cita-cita ketua umum mereka, Irwandi Yusuf.
“Bukan, tidak ada kaitan soal itu (kecewa), tapi ini banyak alasan lainnya, salah satunya adalah ini keinginan Pak Irwandi Yusuf. Ini kinginan beliau dan keinginan DPW PNA se-Aceh. Kami juga sudah menyampaikan hal ini ke beliau. Jadi, beliau yang gagas ini dulunya, kami tinggal menindaklanjuti,” kata Tiyong.
Dia tambahkan, kesepakatan bersama beberapa pimpinan parpol untuk membentuk KAB jilid II disambut positif oleh PNA. Tiyong mengatakan, PNA sendiri merupakan salah satu anggota KAB yang ikut hadir dalam forum pembentukan koalisi tersebut. “Saya hadir dalam pertermuan itu, termasuk Sekjen DPP PNA, Miswar Fuadi,” ujarnya.
PNA berharap, KAB dapat membangun kesamaan visi dalam menyikapi berbagai dinamika politik dan sosial yang terjadi di Aceh. KAB harus benar-benar jernih melihat persoalan yang berkembang dan selalu mengedepankan kepentingan rakyat dalam berbagai kebijakan politiknya.
“Lebih khusus kami berharap, KAB akan menjadi kekuatan politik yang solid dan berikhtiar dalam memperjuangkan revisi UUPA agar sesuai dengan butir-butir MoU Helsinki dan dapat direalisasikan secara keseluruhan,” kata Tiyong.
Kehadiran KAB juga diharapkan menjadi mitra strategis sekaligus kritis bagi Pemerintah Aceh di DPRA. KAB, menurutnya, harus mengawal berbagai agenda Pemerintah Aceh secara ketat, tapi konstruktif. “Berbagai program pembangunan yang diusulkan oleh Pemerintah Aceh harus berbasis pada kebutuhan rakyat yang berlandaskan kepada visi dan misi Gubernur Aceh yang sudah dituangkan dalam RPJMA, bukan keinginan para kepala SKPA,” ujarnya.
Dengan demikian, PNA meyakini kehadiran KAB di bawah pimpinan Mualem akan menjadi aktor utama dalam mengawal jalannya roda pemerintahan dan pembangunan di Aceh selama lima tahun ke depan. “Dengan ikhtiar semua pihak yang bergabung dalam koalisi, berbagai harapan tersebut akan dapat terpenuhi. Semoga harapan agar Aceh bermartabat dan Aceh hebat akan terwujud dengan dukungan dan partisipasi aktif seluruh rakyat Aceh,” demikian Tiyong.
Koalisi Aceh Bermartbat (KAB) yang sekarang digagas bukanlah koalisi baru di DPRA. Koalisi ini sudah mulai dibangun sejak akhir 2014 silam. Makanya, Ketua Koalisi KAB, Muzakir Manaf alias Mualem menyebut koalisi sekarang adalah KAB jilid II.
Saat itu, ada delapan dari 13 partai politik (parpol) peraih kursi di DPRA yang tergabung dalam KAB dan melakukan deklarasi di Hotel Hermes Palace pada 16 November 2014 malam. Ke delapan partai itu adalah PA, Partai Demokrat, PAN, Partai Gerindra, Partai Golkar, PKS, PPP, dan Partai Nasdem.
Menariknya, dalam koalisi KAB jilid II yang baru digagas kembali ini, sejumlah partai yang dulu bergabung tidak disebut lagi bahkan tidak hadir dalam dua kali rapat sebelumnya. Mereka adalah NasDem, PPP, Golkar, dan Demokrat. Partai Demokrat sendiri memang sejak awal 2017 sudah tak begitu searah lagi dengan KAB, karena mereka mengusung calon sendiri pada Pilkada 2017, yakni Irwandi-Nova, sedangkan KAB mengusung Muzakir Manaf-TA Khalid.
Sekretaris DPD Partai Demokrat Aceh, Iqbal Farabi SH yang diwawancarai Serambi kemarin mengatakan, pihaknya saat ini tidak ingin ada kelompok-kelompok di DPRA. “Kami belum ingin ada kelompok-kelompok di DPRA. Kalau bisa kita semua solid bersatu menyelesaikan masalah-masalah berat di Aceh bersama-sama,” kata Iqbal.