Luar Negeri
Penembakan Massal di Texas, Kisah Ibu Muda yang Tewas demi Lindungi Bayinya Berusia 2 Bulan
Kisah haru terjadi ketika seorang ibu berusia 25 tahun tewas demi melindungi putranya ketika penembakan massal Texas
SERAMBINEWS.COM, EL PASO - Kisah haru terjadi ketika seorang ibu berusia 25 tahun tewas demi melindungi putranya ketika penembakan massal Texas terjadi Sabtu kemarin (3/8/2019).
Jordan Anchondo tewas demi melindungi bayinya yang baru berusia dua bulan ketika pria bersenjata menembaki Walmart El Paso dengan 3.000 pengunjung di dalamnya.
Leta Jamrowski yang merupakan adik dari Anchondo mengetahui bahwa sang kakak menjadi korban dalam penembakan massal Texas di mana korban tewas mencapai 20 orang.
Kepada AP via The New York Times Minggu (4/8/2019), Jamrowski mengungkapkan saat kejadian, Anchondo hendak membeli perlengkapan sekolah di Walmart El Paso.
Remaja berusia 19 tahun itu segera menuju Rumah Sakit Universitas El Paso di mana keponakannya dirawat karena mengalami patah tulang, dengan si ibu tiada.
Jamrowski menjelaskan berdasarkan keterangan dokter setelah memeriksa tulang yang patah di tubuh bayi itu, kemungkinan Anchondo menjadi perisai bagi anaknya.
"Jadi, kemungkinan dia ditembak ketika sedang memegang anaknya dan jatuh menimpanya. Keponakan saya bisa hidup karena kakak saya memberikan hidupnya," isak Jamrowski.
Anchondo diketahui merupakan ibu tiga anak.
Jamrowski melanjutkan, saat ini fokusnya adalah mencari keberadaan kakak iparnya, Andre Anchondo, yang belum diketahui.
"Mereka menyatakan jika kakak ipar saya masih hidup atau mengalami luka, tentunya dia bakal berusaha mencari cara supaya bisa menghubungi keluarganya," bebernya.
Sementara di lobi hotel, konsulat Meksiko disebut tengah memeriksa data orang yang dibawa ke sana setelah pemerintahnya menyebut ada warga mereka jadi korban.
Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador menyatakan tiga warganya masuk dalam korban tewas, dan berkicau di Twitter di mana dia menyampaikan belasungkawa bagi korban.
Adapun Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrad menuturkan ada enam warga Negeri "Sombrero" yang terluka.
Salah satunya adalah pria 45 tahun bernama Mario de Alba MOntes.
Beto O'Rourke, kandidat presiden dari Partai Demokrat sekaligus warga asli El Paso menggelar konferensi pers di sebelah rumah sakit saat senja.
Dia menceritakan sudah melakukan kunjungan terhadap korban terluka akibat penembakan massal.
Termasuk seorang perempuan yang paru-parunya tertembus peluru.
"saya memberi tahu mereka bagaimana saya takjub dan memuji betapa kuatnya mereka," ujar mantan anggota Kongres AS dalam konferensi pers tersebut.
Juru bicara rumah sakit Ryan Mielke menuturkan, ada 13 orang yang dirawat di sana, dengan satu di antaranya meninggal.
Dua korban anak-anak dipindahkan ke Rumah Sakit Anak El Paso.
Sementara juru bicara Rumah Sakit Del Sol Victor Guerrero menyampaikan ada 11 orang korban yang dirawat dengan usia mereka antara 35 sampai 82 tahun.
Penembakan massal yang terjadi di Walmart El Paso terjadi satu pekan setelah aksi serupa di festival bawang putih California yang menewaskan tiga orang yang terjadi pada Minggu 28 Juli 2019.
Setidaknya ada 11 orang yang terkena tembakan dalam festival yang digelar selama tiga hari itu.
Sementara pelaku penembakan disebut bunuh diri.
Adapun beberapa jam kemudian, dilaporkan muncul penembakan massal lain yang terjadi di Dayton, Ohio, Minggu dini hari waktu setempat.
Pelaku penembakan massal yang disebut ditembak mati polisi itu menyerang kawasan hiburan malam populer dan mengakibatkan sembilan orang tewas.
Pelaku Penembakan Massal di Texas Terancam Hukuman Mati
Pelaku penembakan massal di Walmart El Paso, Texas terancam menghadapi hukuman mati, setelah menewaskan 20 orang dan melukai 26 lainnya, dalam insiden yang terjadi pada Sabtu (3/8/2019) pagi.
Pelaku, yang telah diidentifikasi polisi sebagai Patrick Crusius (21), asal kota Allen, Texas, kini dalam penahanan polisi di Penjara El Paso, setelah menyerah kepada petugas usai melakukan aksinya.
Tersangka ditahan atas tuduhan melakukan pembunuhan berencana, sementara otoritas federal memperlakukan insiden ini sebagai kasus terorisme domestik.
"Tersangka dijatuhi tuduhan pembunuhan besar-besaran dan karenanya dia memenuhi syarat untuk hukuman mati. Kami akan mengajukan hukuman mati," kata Jaksa Distrik Jaime Esparza.
Sementara Departemen Kehakiman juga "secara serius mempertimbangkan" kasus itu sebagai kejahatan kebencian rasial dan tuduhan senjata api federal, yang membawa kemungkinan hukuman mati, kata Jaksa AS John Bash dalam konferensi pers.
Disampaikan Wali Kota El Paso, Dee Margo, tersangka bukanlah warganya.
Dia menyebut pelaku penembakan datang dari luar kota.
"Orang ini tidak berasal dari El Paso. Ini bukan tentang kita. Kita adalah komunitas yang spesial dan kejadian ini tidak akan datang dari warga El Paso," ujarnya dalam konferensi pers seusai kejadian.
Kota Allen, asal tersangka Crusius, berada 1.000 kilometer arah timur El Paso, dekat dengan Dallas.
Sedangkan lokasi penembakan, gedung mal Walmart berada sekitar delapan kilometer dari pos perbatasan Meksiko di Ciudad Juarez.
Saat kejadian, gedung pusat perbelanjaan itu tengah penuh dengan pengunjung, banyak di antaranya adalah warga Meksiko, di mana enam di antaranya turut menjadi korban tewas dan tujuh lainnya cedera.
Menurut Kepala Polisi El Paso, Greg Allen mengatakan panggilan darurat untuk kasus penembakan aktif diterima sekitar pukul 10:39 pagi dan petugas polisi pertama tiba enam menit kemudian.
"Petugas mendatangi tersangka, yang membawa sebuah senjata, dan menangkapnya tanpa perlawanan," kata Allen, menambahkan bahwa pelaku bertindak kooperatif.
Dilansir USA Today, tersangka pelaku diketahui lulus dari sekolah menengah pada 2016 dan mendaftar di Collin College pada musim gugur 2017.
Menurut pihak kampus, Crusius terdaftar sebagai mahasiswa di sana hingga musim semi 2019.
Polisi menduga pelaku melancarkan aksi penembakan massal dengan dilandasi motif kebencian rasial, setelah menemukan sebuah manifesto yang diduga diunggah ke dunia maya oleh tersangka.
"Saat ini kami memiliki manifesto dari individu ini yang menunjukkan sampai taraf tertentu jika dia memiliki hubungan dengan potensi kejahatan rasial," kata Greg Allen.
Dalam manifesto online yang diduga diunggah pelaku, tertulis bahwa serangan tersebut sebagai respons terhadap invasi Hispanik di Texas.
Penembakan massal di Texas ini terjadi beberapa jam sebelum insiden serupa terjadi di Dayton, Ohio, pada Minggu (4/8/2019) dini hari, yang menewaskan sembilan orang.
Baca: Tanggapi Tim Teknis Bentukan Polri, Kuasa Hukum Novel Baswedan: Enggak Ada Beda dengan Tim Polda
Baca: Ucapan Selamat dari Keluarga Besar Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh
Baca: Tanggapi Tim Teknis Bentukan Polri, Kuasa Hukum Novel Baswedan: Enggak Ada Beda dengan Tim Polda
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ibu 25 Tahun Tewas demi Lindungi Putranya dalam Penembakan Massal Texas"