Penebangan Hutan
Perambahan Hutan Lindung Blang Tualang Marak, Pelaku Jarah Kayu Berkelas Damar Hingga Meranti
Aksi perambahan hutan tanpa mengantongi izin di kawasan lindung TNGL ini sangat rapi dilakukan.
Penulis: Zubir | Editor: Ansari Hasyim
Laporan Zubir I Langsa
SERAMBINEWS.COM, LANGSA - Perambahan hutan dengan menebang kayu balok sejak berapa waktu ini kembali marak terjadi di kawasan hutan lindung sekitar Blang Tualang, Kecamatan Birem Bayeun, Aceh Timur yang masuk lindung Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL)
Informasi diperoleh Serambinews.com, penebangan kayu jenis balok meranti, damar, merbau, dan sejenis lainnya di kawasan hutan lindung Blang Tualang maupun sekitarnya yang masuk wilayah Kabupaten Aceh Timur ini, sebenarnya telah lama berlangsung.
Menurut sumber di wilayah tersebut, hingga kini praktik ilegal logging itu makin mengganas saja.
Bahkan pelakunya banyak, namun sepertinya tidak ada tindakan hukum dari pihak-pihak terkait.
Sehingga pelaku dengan bebas melakukan aksinya menggunduli hutan lindung.
Baca: The Royal Idi Beri Diskon Menginap Bagi Pemilk Tribun Family Card
Baca: Mantan Ketua DPRA Tgk Muharuddin Mengaku tak Pernah Terima Surat Pembatalan Qanun Bendera
Baca: Kebakaran di Aceh Besar, Api Membakar Balai Pengajian Tgk Zikri dan Rumah Mertuanya
Kayu-kayu balok jenis merbau, meranti, damar, dan lainnya yang berumur ratusan tahun berada di hutan lindung tersebut terus ditebangi pelaku.
Apalagi kayu jenis-jenis itu sekarang di pasar memiliki harga cukup fantastis dari Rp 5-10 juta/ton.
Kayu ini sebagiannya beredar di pasar lokal, namun sebagian dibawa ke wilayah Sumut yang tentunya memiliki harga lebih tinggi.
Kayu-kayu itu setelah dipotong dilansir menggunakan sepeda motor, dan sesampainya ke jalan barulah dilansir menggunakan mobil.
Dari lokasi pemotongan kayu belum bisa dilalui kendaraan roda empat, karena masih hutan belantara.
Aksi perambahan hutan tanpa mengantongi izin di kawasan lindung TNGL ini sangat rapi dilakukan.
Pelaku memanfaatkan jasa angkut sepeda motor untuk melansirnya.
Setiap satu kali lansir kayu, para joki mendapatkan upah Rp 200.000 oleh para pelaku ilegal logging.
"Mereka memanfaatkan masyarakat sebagai joki untuk melansir menggunakan sepeda motor, dan mereka inilah yang mondar-mandir hingga larut malam sampai target jumlah kayu yang diminta pemesan terpenuhi," sebut sumber.