Kisah Tiga Nelayan Aceh Terdampar di Malaysia, Lima Hari di Laut Diabaikan Kapal Kontainer
Tiga nelayan asal Peurelak, Aceh Timur terombang-ambing di laut selama lima hari, mereka hanya minum air putih
Tiga nelayan asal Peurelak, Aceh Timur terombang-ambing di laut selama lima hari, mereka hanya minum air putih. Sempat berharap ditolong kapal melintas, nyatanya mereka diabaikan oleh sejumlah kapal kontainer. Hingga akhirnya terdampar ke Kuala Kankung, Kedah, Malaysia. Kemarin mereka sudah pulang ke kampung halamannya.
Malam itu hujan deras turun menghempas deburan ombak di Perairan Selat Selat Melaka. Hamdani, Samsudin, dan Afifuddin terus terombang-ambing di atas boat kayu yang sudah rusak mesin. Tubuh mereka menggigil dan pakaian yang dikenakan kuyub semuanya, karena boat yang mereka layari memang tak beratap.
Dalam dinginnya angin yang berhembus, sambil menahan perut yang lapar, ketiganya terus berjibaku menggerus air yang sudah memenuhi lambung boat. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki, mereka berusaha mempertahankan agar boat tetap utuh di atas alunan ombak, dengan harapan nanti mereka mendapatkan pertolongan.
Dalam gelapnya malam dan teriknya matahari, mereka beberapa kali berpapasan dengan kapal pengangkut kontainer yang keluar masuk dari arah Laut Andaman. Namun meskipun sudah menaikkan layar, sebagai tanda boat dalam keadaan rusak, tapi tak ada satu kapal pun yang memberi pertolongan.
Karena sudah beberapa malam terapung di lautan, ketiga nelayan asal Gampong Matang Peulawi, Peureulak, Aceh Timur ini pun sudah pasrah dengan keadaan yang mereka hadapi. Betapa tidak, mereka terombang-ambing ke lautan tak berarah, tak ada tanda-tanda menemukan daratan.
"Kalau saya sudah pasrah aja, sudah gak tau lagi kemana boat ini dibawa sama angin. Cuma saya kepikiran sama istri dan anak di rumah, pasti mereka sangat gelisah, karena biasanya paling lama dua hari saya sudah pulang," ujar Hamdani, yang merupakan pemilik boat dalam bahasa Aceh.
Hamdani, saat dijumpai Serambi Jumat (9/8) di Kantor Dinas Sosial Aceh menceritakan, mereka bertiga berangkat dari Pereulak pada, Rabu (31/7) lalu. Mereka mulai berlayar sore hari, namun hanya sekitar enam jam berselang, sekitar jam 21;30 WIB, boat mereka tiba-tiba mati mesin.
Karena saat itu angin sedang berhembus kencang, alhasil boat berukuran 7X1,8 meter itu dibawa arah angin. Usaha memperbaiki mesin terus dilakukan, namun tak kunjung berhasil. Akhirnya mereka menaikkan layar/terpal sekedar tempat berlindung saat panas, sekaligus tanda kepada nelayan lain jika boat mereka dalam kondisi rusak.
Selama lima hari di lautan, melewati hujan lebat hingga diabaikan kapal kontainer. Mereka sudah sangat pasrah. Namun keinginan berkumpul dengan keluarga, membuat mereka terus menggeruk air yang masuk, agar boat tak karam. Apalagi bagi Afifuddin, ia tentu tak bisa putus asa dengan keadaan, karena istrinya sedang mengandung anak pertamanya di kampung.
Setelah lima hari tak melihat daratan dan menemukan boat sesama nelayan di lautan. Akhirnya pada suatu di pagi di hari kelima itu, tepatnya Senin (5/8) mereka sedikit bisa tersenyum. Karena ada satu boat nelayan ukuran besar yang mendekat.
Namun apa yang mereka lihat ternyata tak sesuai harapan. Saat boat yang tidak diketahui asalnya ini mendekat, mereka hanya lewat saja tak mengubris Hamdani dan kawan-kawan yang butuh pertolongan. Saat itu, jarak antara kedua boat hanya sekitar 20 meter, saat Hamdani dan kawan-kawan ingin melempar tali untuk merapat boat, ABK dari kapal asing tersebut memberi kode yang artinya mereka tidak bisa memberikan pertolongan. "Mungkin mereka takut menyelamatkan, setelah melihat kami bukan bangsa mereka, karena bisa saja nanti kena mereka," ujarnya.
Akhirnya boat ikan tersebut berlalu begitu saja meninggalkan boat Hamdani cs yang terus dimasuki air. Tiga jam berselang mereka kembali bertemu dengan boat pencari ikan yang dinaiki dua nelayan. Setelah sempat menjelaskan jika mereka terdampar karena rusak mesin. Akhirnya mereka ditarik oleh nelayan Malaysia tersebut ke Kuala Kankung, Kedah, Malaysia.
Kedatangan nelayan yang terdampar ini disambut baik oleh warga Kuala Kangkung. Mereka diberi makan hingga istirahat di tempat warga setempat. Kemudian ketiga nelayan ini diserahkan kepada APMM Negeri Kedah (otoritas maritim setempat).
Karena statusnya sebagai nelayan terdampar, ketiganya tidak ditahan, tapi hanya diinapkan di penampungan milik APMM. Apalagi boat mereka tidak dilengkapi oleh GPS.
Dua hari berselang, Hamdani, Afifuddin, dan Samsudin diserahkan kepada Konsulat Jenderal RI di Penang. Sedangkan boat milik mereka diserahkan kepada nelayan Kuala Kankong untuk dijadikan sebagai ikon/tugu. "Mereka suka dengan boat kita yang kayu, karena di sana boatnya kan fiber semua, tapi saya gak pikir lagi boat itu, yang penting bisa pulang. Walaupun sekarang saya sudah tidak ada boat lagi," ujar Hamdani.