Info Haji 2019

Berburu Makanan Enak di Tanah Haram

Sudah berhari-hari jamaah haji tinggal di Mekkah, terutama jamaah haji asal Aceh yang berangkat ke Tanah Suci pada gelombang kedua

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Berburu Makanan Enak di Tanah Haram
IST
Laporan MOHD DIN, WARTAWAN Serambi Indonesia

Laporan MOHD DIN, WARTAWAN Serambi Indonesia

Sudah berhari-hari jamaah haji tinggal di Mekkah, terutama jamaah haji asal Aceh yang berangkat ke Tanah Suci pada gelombang kedua, tentu saja menimbulkan masalah baru. Salah satu adalah soal lidah. Beda dengan anggota tubuh lain yang cepat menyesuaikan diri dengan cuaca Arab Saudi, lidah justru tak mau kompromi.

Sebagian jamaah yang membawa asam sunti, ikan teri, dan cabai kering, sudah habis stoknya.

Sementara menu sehari-hari yang disediakan jauh dari selera sebagian besar jamaah asal Aceh. Dari segi nutrisi dan kelengkapan gizi, mungkin makanan tersebut sudah mendekati kebutuhan tubuh. Tapi, soal rasa bukanlah soal kebutuhan melainkan soal kebiasaan.

Setiap hari jamaah disediakan makan dua kali, siang dan malam. Lauknya hanya sepotong lauk yang sering berganti antara satu telur dadar, sepotong ikan patin, sepotong ayam, atau sepotong daging. Masalahnya bukan pada jumlah lauknya. Tapi, lebih dari cara pengolahan dan rasanya. Kalau ikan dan telur biasa digoreng, beda dengan daging dan ayam lebih banyak digulai. Dari segi rasa, menuju yang disediakan petugas haji sungguh tidak bisa diterima oleh lidah jamaah Aceh. Sebab, garam dan pedas sebagai pelengkap tidak terasa sama sekali. Semua menu rasanya tawar.

Khusus untuk jamaah dari Sumatera, setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu, disediakan lauk yang biasa dikonsumsi di daerah asalnya. Salah satu ikan patin. Mungkin, bagi jamaah Sumatera bagian tengah dan selatan, patin adalah lauk favorit. Tapi, tidak bagi jamaah Aceh. Ikan patin termasuk lauk yang asing, ditambah lagi dengan rasanya yang jauh dari garam, asam sunti (belimbing muloh yang dikeringkan) dan cabai. Karena itu, tak heran bilan ikan ini selalu tersisa di piring jamaah haji asal Aceh.

Karena menu yang menoton ditambah rasa yang tak bisa diterima lidah mereka, membuat banyak jamaah yang berburu makanan lain. Bagi jamaah Aceh yang tinggal di Syisyah "gampong Aceh," mendapatkan makanan "enak" tidaklah mudah. Sebab, mereka harus menempuh jarak satu kilometer dari maktab atau ke Kota Mekkah dan kompleks Haram untuk mendapatkan makanan tersebut.

Bagi jamaah yang "pelit," pada pagi hari mereka membeli nasi kotak yang dijual pedagang dari Madura, Jawa, dan Pattani. "Tapi, lama-lama bosan juga. Menunya ikan teri, ikan kembung, udang, dan telur," ungkap Syamaun (64), jamaah asal Banda Aceh yang masuk dalam kelompok terbang (kloter) 7 Embarkasi Aceh.

Lain pula Yusli Abdullah, yang sudah hampir seminggu batuk dan badannya meriang, hingga selera makannya hilang. Baginya, hari-hari ini adalah hari yang sulit. "Kurang sehat dan makanan tidak ada yang selera," keluhnya. Di luar makanan, buah-buahan cukup banyak. Setiap saat, buah-buahan seperti pisang, pir, apel, dan jeruk dibagikan kepada jamaah,. "Alhamdulillah, buah-buahan sangat memadai," kata T Raden Sulaiman alias Ampon Man, salah seorang ketua rombongan asal Aceh.

Menyikapi kebiasaan menghadiahi lidah dengan rasa enak, mulailah jamaah Aceh berburu makanan enak ke Kota Mekkah. Salah satu di Mall Souq Jabal Omar. Mall ini berlokasi pada posisi lurus pintu 79 Masjidil Haram ke arah Jalan Ibrahim Al Khalil, terus belok kanan. Kalau bingung, tanya saja Hotel Hilton Suites Mekkah, karena hotel ini di dalamnya ada mall. Food court ini ada di lantai paling atas. Isinya jejeran restoran yang menggugah selera. Favorit makanan jamaah Indonesia adalah ayam Al Baik yang sekarang banyak ditiru logo ayam atau warna merah pelang namanya.

Al Baik adalah ayam goreng tepung dengan french fries. Menu andalannya adalah paket empat ayam, cocok dimakan berdua untuk perut orang Indonesia. Entah mengapa Al Baik cabang Jabal Omar tidak menjual paket ini, tapi paket nugget seharga 9 riyal saudi (RS) setara Rp 32 ribu.

Namun, itu tidak mengurangi animo jamaah membelinya. Buktinya, jamaah rela antre untuk bisa mendapatkan makanan tersebut.

Gerai-gerai lain juga banyak, tapi jamaah Indonesia agak jarang mendatanginya, kecuali yang doyan makanan Timur Tengah. Ayam mirip Al Baik dijual saingannya Broast World dengan paket 4 ayam, kentang, dan roti burger seharga 15 SR setara Rp 53 ribu. Selain itu, ada Hardee's dengan burger besar ala Amerika.

Untuk menu Timur Tengah ada Ojen Restaurant dengan nasi briyani atau kabsah. Makanan enak juga dimiliki Al Tazaj dengan menu ayam BBQ, broast chicken mirip Al Baik, nasi kabsah ayam, nasi mandi ayam, ayam tikka ala India, nasi dan daging kebab, serta nasi bukhari. Retaj Restaurant juga punya aneka nasi khas Timur Tengah dan ayam goreng porsi besar. Yang lebih khas Arab Saudi ada Shawarmat, aneka daging dengan gulungan roti Arab.

Untuk pencuci mulut, ada es krim Baskin Robbins. Harga standar makan di sini SR 10-15 (Rp 35 ribu-53 ribu). Tapi porsinya besar dan bisa dimakan berdua. Perut kenyang, kita pun bisa kembali ke Masjidil Haram untuk beribadah. Di belakang Masjidil Haram, dekat terminal Syib Amir, juga tersedia begitu banyak makanan. Berbagai jus, ayam goreng ala India yang cukup besar, kari kambing muda dan dalica, serta ikan mujahir goreng, tersedia dengan harga yang sangat bersahabat.

Satu porsi kari kambing muda ditambah roti atau nasi briyani (sudah ada daging tambahan dalam nasi) hanya 20 RS atau Rp 80 ribu. Satu porsi bisa makan 3 hingga 4 orang. Lokasi ini jadi favorit jamaah haji Aceh. Sayang, tidak ada tempat duduk. Makannya di Masjidil Haram sambil menunggu jadwal shalat atau bawa pulang ke maktab. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved