Wawancara Eksklusif

Irwandi: Tiyong Sering Buat Gaduh

Ketua Umum Partai Nanggroe Aceh (PNA) Irwandi Yusuf akhirnya angkat bicara terkait keputusannya mencopot dua petinggi partai, yaitu Samsul Bahri

Editor: bakri
Irwandi Yusuf 

Ketua Umum Partai Nanggroe Aceh (PNA) Irwandi Yusuf akhirnya angkat bicara terkait keputusannya mencopot dua petinggi partai, yaitu Samsul Bahri alias Tiyong (ketua harian) dan Miswar Fuady (sekretaris jenderal). Jabatan ketua harian selanjutnya diserahkan kepada Darwati A Gani yang merupakan istri Irwandi dan jabatan sekjen kepada Muharram Idris, mantan panglima GAM wilayah Aceh Rayeuk.

“Hpnya (Tiyong-red) lebih sering mati, suka membuat manuver yang meresahkan internal, bermain di media sosial dengan membuat status yang tendensius dan membuat gaduh, malah membuat status di FB yang menyerang saya terkait proyek,” ungkap Irwandi Yusuf dalam wawancara eksklusif dengan Serambi Jumat (23/8/2019).

Wawancara eksklusif ini dilakukan secara tertulis melalui Sayuti Abubakar, Kuasa hukum Irwandi yang berkunjung ke Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai pelaksanaan ibadah shalat Jumat kemarin. Irwandi juga menanggapi tentang wacana kongres luar biasa (KLB) yang diusulkan oleh sejumlah pengurus DPP dan DPW. Berikut pernyataan lengkap Irwandi Yusuf yang disampaikan Sayuti Abubakar kepada wartawan Serambi Indonesia, Masrizal Zairi.

Sejumlah pengurus DPP dan DPW menolak keputusan penggantian ketua harian dan sekjen PNA, bagaimana tanggapan Anda?

Sebelumnya saya ingin menegaskan bahwa keputusan yang saya ambil tersebut sudah sesuai dengan AD/ART. Karena menurut pasal 21 ayat 5 Anggaran Dasar PNA, Ketua Umum dapat menggantikan ketua-ketua, sekjen, dan seterusnya dalam hal adanya pelanggaran terhadap kebijakan partai, ketentuan anggaran dasar, dan seterusnya.

Jadi kewenangan tersebut melekat pada jabatan ketua umum dalam keadaan yang disebutkan dalam pasal 21 ayat 5 tersebut, yaitu keadaan yang melanggar anggaran dasar/anggaran rumah tangga dan kebijakan partai dan keputusan tersebut tidak perlu melalui rapat pleno partai sebagaimana yang digemborkan oleh Pahlevi Cs (M Rizal Falevi Kirani -red) di media.

Beda halnya dengan kewenangan yang diatur dalam pasal 11 ayat 2 Anggaran Rumah Tangga yang mengatur tentang kewenangan Dewan Pimpinan Pusat yang harus dilakukan melalui rapat pleno. Dewan Pimpinan Pusat itu sifatnya kolektif kolegial, jadi harus dilakukan rapat pleno dan kewenangan DPP secara kolektif kolegial itu berbeda dengan kewenangan ketua umum yang sifatnya personal.

Saya sangat patuh pada AD/ART partai, sehingga dalam mengambil kebijakan dna keputusan itu tetap mendasarkan pada konstitusi partai dan saya sendiri telah meminta fatwa dari Mahkamah Partai tentang kebijakan ini. Sehingga dalam hal adanya penolakan oleh sebagian pengurus DPP dan DPW itu adalah karena ketidaktahuan mereka terhadap konstitusi partai dan aturan partai ataupun karena adanya pengaruh serta provokasi dari oknum pengurus DPP yang kecewa ataupun kepentingannya terganggu dengan keputusan yang saya ambil ini.

Apa alasan mendasar Anda mengganti Tiyong dan Miswar Fuady?

Khusus untuk Tiyong alasannya itu sudah banyak sekali dan merupakan akumulasi dari kesalahan-kesalahan dan pelanggaran yang dilakukan, sejak proses Pilkada 2017. Ketika Tiyong ditunjuk sebagai ketua tim pemenangan, sudah melakukan kegaduhan dari penggembokan kantor sekretariat pemenangan, membuat kegaduhan di tim, Hp yang tidak aktif. Berlanjut ketika saya tunjuk sebagai ketua harian yang pada awalnya saya berharap dengan jabatan yang tinggi dia akan berubah, ternyata sikap dan kelakuannya tetap tidak berubah.

Hpnya lebih sering mati, suka membuat manuver yang meresahkan internal, bermain di media sosial dengan membuat status yang tendensius dan membuat gaduh, malah membuat status di FB yang menyerang saya terkait proyek.

Hal ini tidak pantas dilakukan oleh seorang pimpinan dan dia sudah dua kali mengajukan surat pengunduran diri kepada saya. Yang pertama tidak saya respon dan surat pengunduran diri yang kedua ketika saya mau menjawab, saya dalam masalah dengan KPK. Selama saya di dalam (rutan KPK-red) dia tidak pernah menyampaikan laporan perkembangan partai kepada saya dan saya juga tidak tahu dia melakukan gerakan-gerakan politik sendiri yang tidak pernah dilaporkan kepada saya.

Ada satu kesalahan besar yang tidak akan dibuka di sini, nanti ketika diperlukan akan saya sampaikan dan yang jelas Tiyong telah melakukan pelanggaran terhadap AD/ART PNA.

Perlu menjadi catatan bahwa tugas ketua harian itu adalah apa yang ditugaskan dan yang diberikan oleh ketua umum sehingga harus koordinasi dan melaporkan kepada ketua umum. Ini juga tidak dilakukan oleh Tiyong.

Untuk Miswar Fuadi selaku sekjen tidak pernah melakukan koordinasi dan konsultasi kepada saya dalam menjalankan tugasnya. Walaupun saya di dalam, saya masih bisa dibesuk dan bertemu di rutan kalau ingin koordinasi, konsultasi ataupun untuk menyampaikan laporan.

Kabarnya, selama ini hubungan komunikasi Anda dengan Tiyong tersendat, apa benar dan apa penyebabnya?

Ya benar, sebelum saya bermasalah, Hp dia juga sering mati, nomornya juga sering ganti, malah untuk komunikasi harus meminta orang lain untuk mencarinya. Ketika saya di dalam (rutan-red) dia hanya sekali membesuk, itupun karena lagi sidang di pengadilan. Dia tidak pernah membesuk saya di rutan, padahal teman yang lain banyak yang datang membesuk saya.

Kenapa Ibu Darwati dan Muharram Idris yang menjadi pilihan Anda?

Bu Darwati dan Muharram adalah pendiri partai, punya jiwa leadership yang bagus, mudah untuk diajak komunikasi dengan pihak manapun, mempunyai kemampuan untuk memimpin sebuah partai dan mereka adalah politisi.

Bagaimana pendapat Anda selaku ketua umum dalam menyikapi wacana Kongres Luar Biasa (KLB) yang diusulkan oleh sejumlah pengurus DPP dan DPW?

Sampai saat ini saya belum mendengar wacana tersebut, saya yakin pengurus DPP dan DPW masih setia dengan saya. Dalam hal adanya wacana tersebut saya menyakini itu hanya penggiringan dari oknum pengurus yang kecewa terhadap keputusan saya, di mana kepentingannya terganggu.

Pelaksanaan KLB itu kan persyaratannya berat, harus ada permintaan dari Majelis Tinggi (saya juga anggota Majelis Tinggi), permintaan seluruh DPW atau 2/3 dari jumlah dewan pimpinan kecamatan dan ½ dari jumlah pengurus gampong. Permintaan tersebut harus mendapatkan persetujuan dari dewan pimpinan pusat (dalam hal ini diwakili ketua umum dan sekjen) dan diselenggarakan oleh DPP.

Apakah Anda akan memberi sanksi kepada mereka yang melawan?

Untuk yang melawan karena ketidaktahuannya ataupun karena pengaruh provokasi, mungkin hanya teguran. Tapi untuk beberapa orang yang menjadi dalang dan penyebab kekisruhan, maka akan diberikan sanksi dipecat.

Catatan: Samsul Bahri bin Amiren alias Tiyong yang dikonfirmasi Serambi tadi malam, belum bersedia memberi tanggapan. Ia meminta waktu membaca terlebih dahulu pernyataan Irwandi Yusuf, terutama yang terkait dengan dirinya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved