Melawan Gelombang untuk Mengantar Makanan
Malam itu, ombak laut Singkil sedang berkecamuk. Namun, atas nama kemanusian, speedboat milik Dinas Perikanan Aceh Singkil tetap bergerak
Atas Nama Kemanusiaan
Malam itu, ombak laut Singkil sedang berkecamuk. Namun, atas nama kemanusian, speedboat milik Dinas Perikanan Aceh Singkil tetap bergerak menerobos gelombang malam, mengantar makanan dan bahan bakar minyak (BBM) ke Kapal Samudra Pasai yang sudah tiga hari terombang-ambing di tengah laut.
Azan Magrib baru saja selesai berkumandang. David sekuat tenaga menarik speedboat Lumba-lumba ke luar dari tambatan menuju perairan dalam, Sabtu (24/8/2019). Kru speedboat milik Dinas Perikanan Aceh Singkil ini, memiliki postur tinggi berotot. Ia hanya meminta Serambi meneranginya menggunakan senter.
Sementara Kapten Speedboat Lumba-lumba, Anwar Tanjung, yang juga merupakan anggota Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI), mengatur arah haluan kapal. Malam itu ombak di laut sedang berkecamuk. Namun, atas nama kemanusian, speedboat tersebut tetap harus bergerak menerobos gelombang malam mengantar makanan dan bahan bakar minyak (BBM) ke Kapal Samudra Pasai yang sudah tiga hari mesinnya rusak di dekat perbatasan Aceh-Sumatera Utara, tepatnya di atas Pulau Panjang, Singkil Utara, Aceh Singkil atau sekitar 23 mil dari daratan Singkil.
Di Dermaga Pelabuhan Pendaratan Ikan Anak Laut yang berjarak 800 meter dari tempat speedboat Lumba-lumba ditambat, sudah menunggu Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Singkil, Mohd Ichsan, personel Satgas Search And Rescue (SAR) Kepulauan Banyak, Yudistira. Mereka menyiapkan makanan dan BBM yang akan dipasok ke Kapal Samudra Pasai.
Selesai memasukkan barang bawaan ke speedboat, perjalanan menerobos gelombang dalam gelap malam dimulai. Berulang kali semburan pecahan ombak menerjang ruangan dalam speedboat. "Kencang angin, ombaknya kasar (besar)," kata Kapten Anwar alias Raja Keong Ciput (RKC) mengingatkan.
Mual mulai menyerang perut penumpang, karena speedboat tersebut terus diayun gelombang. Beruntung dalam rombongan tim penolong itu ada M Study. Laki-laku berbadan tambun itu, memijat penumpang menggunakan balsem untuk mengusir mabuk laut.
Sekitar pukul 22.30 WIB, cahaya terang lampu kapal Samudra Pasai terlihat. Begitu mendekat, dari atas kapal bermuatan 7.500 ton semen itu, Kapten Kapal Samudra Pasai, Krisno Sumampouw bersama 20 krunya sumringah menyambut kedatangan bala bantuan. Setelah itu, menggunakan seutas tali dengan penerang senter beras serta logistik lainnya dinaikan ke kapal. Hentakan ombak sempat mengganggu pemindahan muatan. Berkat kegigihan barang bisa dipindahkan.
"Sudah tiga hari ada gangguan mesin. Kami juga membutuhkan makanan," kata Kapten Kapal Samudra Pasai, Krisno Sumampouw. Kapal bermuatan 7.500 ton semen ini, sedang dalam perjalanan dari Padang, Sumatera Barat menuju Pelabuhan Malahayati, Aceh Besar. Berada di lautan di luar jadwal akibat mesin kapan mati, membuat stok makanan dan BBM anak buah kapal (ABK) menipis. Berdasarkan hitungan Kapten Krisno Sumampouw, jika tidak ada pasokan, persediaan makanan di kapalnya hanya cukup sampai Minggu (25/8) pagi.
Dalam situasi genting, Kapten Kapal Samudra Pasai, Krisno Sumampouw, berhasil mengontak Yudistira, personel Satgas SAR Kepulauan Banyak. Informasi itu segera diteruskan kepada Kepala Pelaksana BPBD Aceh Singkil, Mohd Ichsan. Tim sempat kesulitan mencari BBM jenis solar yang dibutuhkan. Sehingga pada malam hari baru bisa dikirim ke tengah laut. "Demi kemanusiaan, walau malam kita usahakan mengirim bahan makanan. Kalau tidak, stok makanan mereka habis," kata Mohd Ichsan.
Saat melepas tim penolong kembali ke daratan, Kapten Krisno Sumampouw, menyampaikan terima kasih. "Respons cepat seperti inilah yang dibutuhkan oleh pelaut seperti kami," ujar Kapten Krisno yang sejak 1979 sudah berkeliling dunia membawa kapal kargo. (dede rosadi)