KPK Awasi Aspirasi Dewan, Penganggaran harus Transparan dan Efektif  

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan mengawasi dana aspirasi atau dana pokok pikiran anggota dewan di Indonesia

Editor: bakri
KOMPAS.COM
Ketua KPK Agus Rahardjo 

BANDA ACEH - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan mengawasi dana aspirasi atau dana pokok pikiran anggota dewan di Indonesia, termasuk di Aceh. Menurut Ketua KPK, Agus Rahardjo, usulan dan penganggaran yang dilakukan oleh anggota legislatif, harus transparan dan efektif.

“Iya (kita awasi), e-planing dan e-budgeting juga harus diterapkan, di tingkat nasional saja masih perlu disempurnakan. Ya kita tentu melakukan pengawasan ketat, setiap tahun meningkat dan meningkat,” kata Agus Rahardjo dalam konferensi pers di Meuligoe Gubernur Aceh, kemarin.

Dia mengingatkan, dana aspirasi dewan yang setiap tahun digelontorkan puluhan miliar bagi setiap anggota dewan harusnya direncanakan dengan baik. Semua aktifitas dengan anggaran tersebut, kata Agus, harus dirumuskan dengan jelas dalam penganggaran dan dijabarkan dalam e-planing dan e-budgeting.

“Semuanya itu disusun dengan baik, apakah sasaran itu bisa terjadi nantinya apakah tidak, harus jelas ke mana anggarannya dibawa. Dalam aktifitas (anggaran) itu apa saja yang dibeli, untuk pengadaan barang, perangkat kerja, itu harus jelas semua,” katanya.

Oleh karena itu, e-planing dan e-budgeting sangat diperlukan agar semuanya transparan dan rakyat bisa mengaksesnya karena terpampang detail di internet. Bukan hanya penganggaran, tapi masyarakat juga bisa melihat realisasi apakah sesuai atau tidak nantinya. “Membangun bangsa ini tentu harus melibatkan rakyat, menerima masukan dan kritikan atas semua kebijakan yang diambil,” katanya.

Agus juga mengakui, bahwa pengadaan barang dan jasa adalah salah satu sektor yang menyumbang kasus korupsi terbesar di negeri ini. Menurutnya, bukan hanya di Aceh, pengadaan barang dan jasa di hampir seluruh Indonesia masih sangat memprihatinkan. “Yang namanya persaingan sehat belum terjadi, padahal yang perlu kita ketahui, pengadaan barang dan jasa di Indonesia besar sekali, pembelian barang atau belanja modal,” kata Agus.

Kesadaran memperbaiki pengadan barang dan jasa itu, lanjut Agus, bukan hanya di tingkat instansi pemerintah tapi juga di dunia usaha. “Jangan sampai ketika orang lain datang ke sini dihalangi, sebaliknya orang sini ke tempat lain juga begitu,” ujarnya.

KPK mengaku menemukan banyak kasus kerugian, bukan hanya kerugian materi dari sisi koruspsi, tapi juga dari kualitas. “Satu-satunya cara, mengikutsertakan masyarakat mengawasi, di samping inspektorat juga harus diperkuat. Harus melapor jika terjadi kecurangan. Khusus pengadaan itu memang jadi program kita untuk terus awasi dan memperbaiki,” pungkasnya.

Kemarin, sebelum konferensi pers, Ketua KPK Agus Rahardjo juga menyaksikan langsung penandatanganan nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama optimalisasi penerimaan pajak dan pengelolalan barang milik daerah antara Pemerintah Aceh dengan  Kanwil Direktorat Jendral Pajak (DJP) Aceh dan Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh di Anjong Mon Mata.

Penandatanganan dilakukan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Taqwallah dan 23 kepala daerah di Aceh dengan dua instansi tersebut. Program kerja sama yang dilakukan Pemerintah Aceh itu merupakan bagian dari bimbingan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.

Sesuai dengan fokus tematik Program Korsupgah KPK RI 2019, yaitu optimalisasi pendapatan daerah, bahwa pencegahan tindak pidana korupsi tidak hanya fokus pada pengeluaran belanja daerah, tapi juga hilangnya potensi pendapatan daerah.

Sekretaris Daerah Aceh, Taqwallah mengatakan, pemerintah Aceh menyambut baik program kerja sama tersebut. Ia berharap, melalui kerja sama itu, pemerintah dapat meraih beberapa capaian. Di antaranya, mengoptimalkan penerimaan pajak, meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor pajak, meningkatkan penanganan barang milik Aceh berupa tanah dan aset lainnya. “Selain itu, kita juga ingin mempercepat penyelesaian sertifikasi tanah dan menuntaskan permasalahan yang berkaitan dengan tanah milik pemerintah Provinsi Aceh dan milik pemerintah kabupaten/kota,” ujar Taqwallah.

Dalam konferensi pers kemarin, Sekda Aceh, Taqwallah juga menerangkan, bahwa saat ini dirinya sedang mengevaluasi sejumlah Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) yang beraport merah. Sedikitnya ada sekiar 29 SKPA yang realisasi anggarannya masih rendah dan masih jauh dari target yang telah ditetapkan. “Kami sebagai sekda yang baru target kami dua bulan, ini masih 27 hari sedang mencari solusi bagaimana ke depan anggaran kita bisa terserap tepat waktu, kita sedang panggil SKPA tersebut satu persatu,” pungkas Taqwallah.(dan)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved