Ini Para Pejabat BUMN yang Dijerat KPK, Angka Korupsi dan Suap Hingga Puluhan Miliar
KPK menduga Soetikno memberikan uang kepada Emirsyah sebesar 1,2 juta euro dan 180.000 dollar AS atau setara Rp 20 miliar
Dalam kasus ini, KPK juga menjerat mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekjen Golkar Idrus Marham, dan Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
KPK juga sudah menjerat pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan.
Sofyan diduga bersama-sama membantu Eni dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Kotjo untuk kepentingan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Baca: Mulai 1 Januari 2020, Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen
Proyek tersebut rencananya dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Berdasarkan kesaksian mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, Sofyan Basir mendapat jatah atau fee atas proyek tersebut.
Awalnya, Eni menawarkan agar Sofyan mendapat jatah paling besar. Namun, menurut Eni, Sofyan menolak.
Sofyan meminta agar fee dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Kotjo sebesar Rp 4,7 miliar, dibagi secara rata.
2. Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II
KPK menangkap lima pejabat dan pegawai BUMN dalam operasi tangkap tangan di Jakarta Selatan, pada 31 Juli 2019.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, lima orang yang ditangkap berasal dari dua BUMN yakni PT Angkasa Pura II (PT AP II) dan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT INTI).
Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y Agussalam termasuk salah satunya. Andra diduga menerima suap sebesar 96.700 dollar Singapura dari staf PT Industri Telekomunikasi Indonesia, Taswin Nur.
Uang itu diduga merupakan imbalan atas jasa Andra yang mengawal proyek baggage handling system di sejumlah bandara supaya dikerjakan oleh PT INTI.
PT Angkasa Pura Propertindo (PT APP) awalnya ingin menggelar lelang proyek pengadaan BHS.
Namun, Andra justru mengarahkan PT APP untuk melakukan penjajakan dan menunjuk langsung PT INTI.
Selain itu, Andra mengarahkan negosiasi antara PT APP dan PT Inti untuk meningkatkan uang muka dari 15 persen menjadi 20 persen.