Breaking News

Ghazali Abbas Adan Minta Kaji Ulang Standar Profesionalitas dan Hakikat Tupoksi Anggota Parlemen

Hai semua orang yang telah beriman, jangan-lah kamu khianati Allah dan Rasul dan khianati amanah-amanah yang kamu emban, sedangkan kamu mengetahuinya

Editor: bakri
IST
Anggota DPD RI Perwakilan Aceh, Drs Ghazali Abbas Adan mendampingi Ketua DPD RI Dr Oesman Sapta bersilaturrahmi dengan PM Malaysia Dr Mahathir Muhammad dalam kunjungan kenegaraan DPD RI ke Kantor PM Malaysia beberapa waktu lalu. 

“Hai semua orang yang telah beriman, jangan-lah kamu khianati Allah dan Rasul dan khianati amanah-amanah yang kamu emban, sedangkan kamu mengetahuinya” (Al-Anfaal, ayat 27). Senator Aceh Drs Ghazali Abbas Adan menga-takan menjadi anggota DPD RI sebagai anggota perlemen merupakan amanah. Dengan dasar keyakinan seperti ini, niscaya tidak termasuk pengkhianat, maka baginya amanah itu harus di-laksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi).

Sebagaimana ditetapkan konstitusi negara serta peraturan dan tata tertib DPD RI, yakni fungsi legislasi, budgeting (penganggaran) dan control (pengawasan). “Yang terakumulasi dalam fungsi represen-tasi, yakni menyampaikan aspirasi masyarakat dalam kaitannya dengan pembuatan/penyusunan undang-undang/peraturan (legislasi), menyusun anggaran negara untuk pembangunan (budge-ting). Dan mengawasi/mengontrol kinerja peme-rintah dalam upaya mewujudkan pemerintah yang adil, jujur, amanah dan bersih. Juga amar ma’ruf nahi munkar dalam kehidupan kemasyarakatan,” kata Ghazali Abbas.Ghazali Abbas menambahkan untuk melak-sanakan fungsi ketiga itu yakni fungsi kontrol, amar ma›ruf nahi munkar, tentu anggota parlamen haruslah ianya memiliki rekam jejak sebagai orang yang juga bersih, jujur dan amanah, tidak pernah terlibat korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Ini sesuai dengan hadis Rasulillah Muhammad SAW, “ana awwalukum ‘ala ma amurtukum bih” (saya orang pertama berbuat (menjadi teladan) terhadap apa yang saya perintahkan/anjurkan kepadamu (wahai umatku). Ketiga tupoksi itu, lanjut Ghazali Ab-bas, haruslah dikerjakan secara profesional, sungguh-sungguh dan bertanggungjawab untuk kemaslahatan rakyat banyak. Tidak ada urusan dengan suka atau tidak suka seseorang dan/atau kelompok tertentu, positif atau negatif elektabi-litas manakala terlibat dalam kontestasi politik limatahunan, juga tidak ada kaitannya dengan pencitraan untuk tujuan dan target tertentu.

Teta-pi apabila diyakini benar, tidak melanggar aturan negara/syariat Islam dan ada manfaatnya bagi masyarakat banyak, maka tetap harus disuarakan dan laksanakan, apapun resikonya. “Inilah yang saya pahami dan lakukan sebagai wujud profesionalitas kerja anggota parlemen ketika menunaikan amanah-amanah itu. Dalam nafas yang sama, bahwa yang dikatakan profesi-onalitas/profesionalisme sebagaimana definisinya adalah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) yang sewajar-nya terdapat pada atau dilakukan oleh seorang profesional,” ungkap Ghazali Abbas.

Sebagaimana diketahui profesionalisme ber-asal dari kata profesi yang bermakna berhubungan dengan profesi (termasuk profesi sebagai anggota DPD RI/parlemen) dan untuk itu memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994).

Jadi profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran atau kualitas dari seseorang yang pro-fesional (Longman, 1987)”.Menurut Ghazali Abbas, berdasarkan de-finisi tersebut maka seseorang yang memiliki profesi termasuk berprofesi sebagai anggota parlemen, ia dapat bekerja secara profesional sesuai dengan tupoksi parlemen itu.

Dan mestilah memiliki kepakaran, kemampuan, kemahiran dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalan-kannya serta tidak ada kaitan dengan popularitas dan sebagainya.“Pada tataran praktis dan bahasa yang sederhana anggota parlemen yang profesional haruslah memiliki ilmu, dapat berbicara dengan baik dan artikulatif, memiliki keberanian, dan konsisten (istiqamah),” sebut Ghazali Abbas.Ia menambahkan lebih dari itu, bagi orang-orang yang beriman ketika menjalankan profesi sesuai tupoksinya itu meyakini dengan seyakin-yakinnya, bahwa ia senantiasa di bawah pantauan dan kontrol Allah. Dan memahami mana yang halal dan yang haram.

Manusia bisa saja bersembunyi, berbohong dan/atau membuat citra, bersandi-wara dengan rupa-rupa adegan dan berakting di mata manusia, tetapi tidak bisa di mata Allah.“yastakhfuuna minannaasi walaa yastakh-fuuna minallaahi wahuwa ma’ahum” (mereka dapat bersembunyi (berbohong/membuat pen-citraan dengan adegan dan akting di luar tupoksi profesinya) di mata manusia, tetapi tidak di mata Allah, dan Allah itu senantiasa bersama (melihat dan mengontrol) mereka” (An-Nisa’, ayat 108).

“Tali temali dengan dasar pemahaman dan keyakinan seperti yang saya diskripsikan diatas, bahwa orang yang berprofesi sebagai anggota parlemen (DPD RI) dengan tupoksi yang sudah jelas sebagaimana telah diatur dalam petaruran dan tata tertib bahwa ia merupakan amanah. Dan niscaya tidak termasuk orang yang digolongkan pengkhianat amanah, maka tupoksi itu harus dikerjakan dengan benar, profesional, sungguh-sungguh dan bertang-gungjawab,” ungkap Ghazali Abbas.Anggota Komite IV itu menambahkan kata kun-cinya adalah tidak boleh malas ikut rapat-rapat di gedung parlemen Senayan, baik rapat rutin internal yang sudah terjadwal dalam masa sidang maupun rapat kerja (RAKER) dan/atau rapat dengar pen-dapat (RDP) dengan mitra kerja dari kementerian dan/atau lembaga negara di tingkat pusat.

Karena memang dalam rapat-rapat itulah profesionalitas dan tupoksi parlemen bisa diartikulasikan.“Berdasarkan fakta dan pengalaman, khusus rapat-rapat yang bersanding dengan mitra kerja niscaya berjalan dialogis, interaktif dan dinamis, maka mestilah anggota parlemen itu selain me-miliki legal standing juga harus memiliki equal standing, yakni kesetaraan ilmu, retorika dan juga penampilan yang meyakinkan dan tidak diperlukan modal nekat serta popularitas,” kata Ghazali Abbas.

Mantan Abang Jakarta ini menjelaskan bagi anggota perlemen juga ada tugas reses, yakni bekerja/rapat-rapat sesuai tupoksi di daerah pemilihan (Dapil). Adapun tugas reses itu sendiri adalah silaturrahmi, diskusi dalam rapat-rapat dengan masyarakat dan/atau entitas pemerin-tahan di semua tingkatan di dapil. Kemudian diakumulasi dalam fungsi representasi dan pada saatnya disuarakan di tengah-tengah masyarakat dan/atau dalam rapat-rapat dengan mitra kerja dari kementerian dan/atau lembaga negara, berbasis bagi kepentingan dan kemaslahatan rakyat banyak.“Alhamdulillah, sebagai hamba Allah yang bersifat baharu dengan segala keterbatasan dan kekurangan, maka seperti itulah yang saya lakoni sebagai politisi dan anggota parlemen, yakni di MPR/DPR RI 1992-2004 dan MPR/DPD RI 2014-2019.

Dari komitmen kerja amanah dan profesional itu terekam dalam dua buah buku tebal yang sudah beredar dalam masyarakat. Dan rekaman itu berasal dari isi media massa yang sudah pernah diberitakan kepada khalayak,” kata Ghazali Abbas.Buku pertama berjudul Konsistensi Ghazali Abbas Adan Untuk Hak Asasi Manusia Demokrasi dan “Kemerdekaan” Aceh, Hasanuddin Yusuf Adan, Said Azhar (editor), Adnin Fondation Publis-her Aceh, Banda Aceh, 2012”. Buku kedua, Suara Pro-rakyat dan Cinta Damai, Ghazali Abbas Adan VC Fasisme, Dr Hasanuddin Yusuf Adan, MCL,MA, Dr Muhammad Abdurrahman M.Ed, Said Azhar (editor), Adnin Foundation Publisher Aceh, Banda Aceh, 2018.“Isi kedua buku itu sebagai bentuk per-tanggungjawaban kerja profesional saya kepada publik, khususnya publik Aceh.

Hal itu karena saya dinilai memiliki bakat sebagai politisi yang men-dapat amanah dari rakyat Aceh sebagai pejabat publik duduk di parlemen Republik Indonsia, yakni MPR/DPR/DPD RI,” jelas Ghazali Abbas.Intisari buku pertama adalah sikap te-gas Ghazali Abbas yang anti kekerasan, siapapun pelaku dan korbannya. Usahanya sungguh-sungguh melalui Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) MPR/DPR RI untuk pencabutan status Aceh sebagai daerah operasi militer (DOM). Dan satu paket dengan usulan dibentuknya tim pencari fakta (TPF) DPR RI terhadap tindak kekerasan/pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Aceh, di mana ia juga salah seorang anggota TPF itu.“Sikap tegas, jelas dan transparan saya anti dan menentang darurat militer.

Bahwa konflik Aceh tidaklah harus diselesaikan dengan cara-cara kekerasan militeristik. Tetapi mestilah dengan cara dialog, perundingan, damai, berkeadilan, bermartabat dan konstitusional sesuai dengan Tap MPR RI No IV/MPR/2002. Dimana konsep dasar Tap MPR itu, tangan saya ini yang menulisnya dan memperjuangkan dalam rapat tim kecil perumus sidang tahunan MPR RI tahun 2002. Dan saya sa-lah seorang anggotanya mewakili FPPP MPR RI,” ungkap Ghazali Abbas.Intisari buku kedua adalah Aceh haruslah te-tap aman, damai, laa zhulma walaa makruuh (ti-dak ada kebencian dan kezhaliman), adil, makmur dan sejahtera untuk semua rakyat yang hidup dan tinggal di Aceh, apapun suku dan agamanya.

Ke-mudian tegaknya syariat Islam yang rahmatan lil-’alamin. Bersama elemen masyarakat lain ikut mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merestui dan mengizinkan berdirinya Bank Aceh Syari’ah. Anti dan melawan perilaku fasistik juga mendesak pemerintah untuk segera memberlakukan zakat sebagai pengurang pajak di Aceh sebagaimana amanah pasal 192 UUPA.“Komite IV DPD RI telah menyusun RUUPh yang di antara isinya adalah zakat sebagai pe-ngurang pajak penghasilan di Aceh dan RUUPh ini sudah diserahkan ke Baleg DPR RI untuk dibahas dan disahkan sebagai UU,” jelas Ghazali Abbas.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved