Ghazali Abbas Adan Minta Kaji Ulang Standar Profesionalitas dan Hakikat Tupoksi Anggota Parlemen
Hai semua orang yang telah beriman, jangan-lah kamu khianati Allah dan Rasul dan khianati amanah-amanah yang kamu emban, sedangkan kamu mengetahuinya
Selain itu berusaha agar dana Otsus Aceh dipermanenkan. Dan mendukung pemerintah yang bersih, jujur dan amanah, dimana setiap sen uang yang ada dalam APBA harus sebesar-besarnya untuk kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Juga bersinergi dengan Bappeda Aceh berusaha dengan sungguh-sungguh agar di Aceh ada proyek strategis nasional (PSN) dan ber-bagai pembangunan lainnya untuk kemaslahatan rakyat Aceh.
Ghazali Abbas mengungkapkan para anggota parlemen Indonesia dari Dapil Aceh yang pernah berkiprah di Senayan pada eranya, juga pernah mengukir sejarah kerja cerdas dan profesional. Dalam bidang legislasi misalnya, telah menghasil-kan karya besar dan monumental, seperti Undang-undang No 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Undang-undang No 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Namun lanjutnya tidak pernah ada berita dan foto di media massa tentang beliau-beli-au yang takziyah orang meninggal, mengurus jenazah, membezuk orang sakit. Juga ketika me-ngunjungi perempuan melahirkan (jak bak ureueng madeueng) sembari menggendong bayi, mencium dan memberi nama dan sebagainya.“Dalam buku-buku saya itu isinya juga tidak ada foto dan rekaman hal-hal demikian.
Karena yang demikian tidak hanya monopoli anggota parlemen saja, sehingga yang dilakukan itu me-rupakan sesuatu yang luar biasa untuk dikagumi dan dipuji setinggi langit. Ini adalah lazim, umum dan sudah menjadi adat resam dilakukan hamba Allah sosiawan mukhlisin dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dimanapun dan apapun status dan profesinya,” kata Ghazali Abbas.Menurutnya kegiatan sosial tidaklah ha-rus diproklamirkannya kemana-mana melalui media massa dan sebagainya, karena ia dapat dikategorikan riya.
Dan menurut syariat Islam, riya adalah sifat, adegan dan akting yang sangat tercela. Apalagi kalau dibarangi niat dan aksi pen-citraan untuk tujuan dan target tertentu. Na’uzu-billahi mindzalik. Sebagai contoh Komunitas Aceh Malaysia misalnya. Mareka juga memiliki program sosial, dengan tetap berkoordinasi dengan KBRI, aktif dan rutin memberi perhatian dan bantuan ke-pada WNI asal Aceh yang bermasalah, terutama mengalami musibah sakit dan meninggal dunia. Tetapi tidak suka gembar gembor ke sana ke mari memproklamirkan kepada khalayak. Tidak perlu riya, cukuplah Allah saja yang mencatat sebagai bagian dari amal saleh.“Ini sebagaimana mencuat dalam silaturrah-mi saya dengan tokoh Komunitas Aceh Malaysia, Datuk Mansur bin Usman dan kawan-kawan di waktu senggang lawatan kenegaraan ke parlemen dan kantor Perdana Mentari Malaysia mendampingi Ketua DPD RI Dr Oesman Sapta beberapa waktu lalu,” kata Ghazali Abbas.
Politisi senior Aceh ini menjelaskan berda-sarkan beberapa contoh tersebut betapa kerja sosial, saling membantu antara sesama adalah sesuatu yang umum, lazim dan sudah menjadi adat resam dalam kehidupan sosial kemasyara-katan. Yang tidak umum adalah tupoksi anggota parlemen sebagaimana telah baku diatur dalam konstitusi negara serta peraturan dan tata tertib internal perlemen.Tupoksi itu melekat dan demikianlah se-jatinya secara profesional harus dilakukan setiap anggota parlemen.
Dan dalam waktu yang bersamaan sebagai pejabat publik, kerja profesionalnya boleh diumumkan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik. Jangan justru yang senantiasa rajin dan terus menerus diproklamirkan kepada publik adalah hal-hal di luar tupoksi sebagai anggota parlemen itu. “Adalah benar dan saya setuju dengan pendapat beberapa politisi, jikalau ada anggota parlemen secara sistemik, terus menerus mem-proklamirkan adegan dan akting melalui foto dan/atau berita dia takziyah orang meninggal, mengurus jenazah, bezuk orang sakit, jak bak ureueng madeueng, menimbun permukaan jalan berlubang, dan sebagainya, berati dia telah me-lakukan distorsi eksistensi dan hakikat tupoksi parlemen,” kata Ghazali Abbas.
Bahkan menurutnya akting dan adegan demikian adalah wujud nyata penyesatan dan pembodohan kepada masyarakat terhadap persepsi dan pemahaman akan eksistensi dan hakikat dari tupoksi parlemen itu.“Atau boleh juga, apabila hal demikian tidak mau dan tidak dianggap sebagai adegan dan akting pendistorsian, juga upaya nyata penyesatan dan pembodohan terhadap persepsi dan masyarakat berkaitan dengan eksistensi dan hakikat tupoksi parlemen, maka untuk kedepan perlu ada KAJIAN ULANG akan standar profesionalitas dan tupoksi yang melekat, rutin dan mesti dikerjakan oleh setiap anggota parlemen. Selama ini tupoksi itu telah baku diatur dalam kontitusi negara, serta peraturan dan tata tertib parlemen (DPR/DPD dan MPR RI), yakni legislasi, butgeting dan control. Semoga masyarakat akan tercerahkan dan dapat memahami dari tupoksi yang melekat dan harus dilakukan para wakilnya yang AMANAH dan PROFESIONAL di Senayan. Wallahu ‘alamu bish-shawab,” pungkas Ghazali Abbas.