Ormas Sibolga Kawal Ikan Aceh, Sebagian Memilih Jual Murah ke Medan

Sebagian truk-truk pengangkut ikan dari Aceh yang sebelumnya dicegat masuk ke Sibolga, Sumatera Utara, kini sudah mulai diizinkan masuk

Editor: bakri

* Anggota DPRA Surati Gubernur Sumut

BANDA ACEH - Sebagian truk-truk pengangkut ikan dari Aceh yang sebelumnya dicegat masuk ke Sibolga, Sumatera Utara, kini sudah mulai diizinkan masuk. Tapi truk-truk itu masuk dengan pengawalan organisasi masyarakat (ormas) untuk mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan.

Namun menurut Sekretaris Asosiasi Pedagang Ikan Intersulair (ASPI) Aceh, HT Tarmizi, kepada Serambi, Selasa (10/9), pengawalan dari ormas itu tidak gratis. Pihak truk harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membayar jasa pengawalan tersebut.

Di samping itu, tidak semua truk memutuskan masuk ke Sibolga. Sebagian lainnya lebih memilih berputar ke arah Medan, menjual ikan yang dibawa tersebut ke pasar-pasar yang ada di Kota Medan. Hal itu dilakukan agar tidak tertahan terlalu lama di lokasi pencegatan karena bisa berpengaruh pada kualitas ikan.

"Mereka tidak mungkin bertahan terlalu lama, kondisi ikan bisa busuk. Mereka mencari alternatif, ada yang balik ke Medan untuk di jual ke pajak (pasar), yang penting ikan laku. Ada juga yang masuk (ke Sibolga) dengan dikawal ormas. Masuk ke Sibolga harus bayar," ungkap Tarmizi kepada Serambi, Selasa (10/9).

Ekses dari kejadian ini, lanjutnya, telah membuat harga ikan di tingkat penampung di Banda Aceh turun dari sebelumnya Rp 11.000-12.000 per kg menjadi Rp 10.000. Harga itu menurutnya bisa saja terus mengalami penurunan, apalagi di Banda Aceh hanya ada satu pabrik pengolahan ikan.

"Contohnya, saya tampung ikan 11.000-12.000 per kg untuk saya bawa ke Sibolga. Karena ke Sibolga tidak bisa bawa ikan, hari ini harga ikan di Banda Aceh sudah 10.000 per kg. Kemungkinan besok turun lagi. Jadi seperti ada permainan monopoli dagang sebab di sini hanya ada satu pabrik," ucapnya.

Untuk menyikapi persoalan ini, Tarmizi berharap Pemerintah Aceh segera mengambil langkah cepat dan kongkrit. "Jangan hanya ngomong di media saja, tapi langkah apa yang sudah dilakukan? Kalau dalam waktu dekat tidak selesai, tidak menutup kemungkinan kami akan turun ke jalan," ancam pria yang akrab disapa Haji Midi ini.

Stop pengiriman

Tarmizi juga menyampaikan bahwa pihaknya akan menyetop pengiriman ikan segar ke Sibolga sampai persoalan itu selesai. Dia menduga ada keterlibatan oknum pejabat Tapanuli Tengah dalam kasus pencegatan truk ikan asal Aceh.

"Untuk sementara ini kami stop dulu pengiriman (ikan ke Sibolga), jika persoalan ini belum tertanggani," katanya. Ketika ditanya sampai kapan tindakan itu dilakukan, Tarmizi mengatakan tidak ada batasan waktu, tergantung penyelesaian di lapangan.

Ia menyadari, dengan distopnya pengiriman ikan ke Sibolga akan berdampak pada melimpahnya ikan hasil tangkapan nelayan Aceh. Karena itu, Tarmizi berharap ke depan Pemerintah Aceh harus memikirkan bagaimana menghadirkan pabrik pengolah ikan di Aceh. Sehingga ikan Aceh bisa dijual ke perusahaan lokal. "Jangan selamanya kita bergantung ke provinsi lain," pungkas dia.

Batasi berlayar

Selain itu, Tarmizi juga akan menuntut Pemerintah Aceh agar membatasi kapal-kapal Sibolga berlayar di perairan Aceh jika persoalan itu tidak segera diatasi. Ia menilai Pemerintah Aceh sangat lembut dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

"Kalau berbicara mereka punya izin, kami juga punya izin, kenapa kami tidak bisa masuk ke Sibolga, sementara kapal Sibolga bisa masuk ke Aceh? Terus terang, garis pantai Sibolga itu pendek dan ikan yang ditangkap selama ini 100 persen di peraian Aceh," pungkas dia.

DPRA kirim surat

Sementara itu, Anggota DPRA, Iskandar Usman Al Farlaky mengaku telah mengirim surat kepada Gubernur Sumatera Utara (Sumut) pada 9 September 2019. Dia meminta Gubernur Sumut segera menyelesaikan persoalan pencegatan atau penghadangan truk pembawa ikan dari Aceh. Menurutnya, persoalan itu timbul karena adanya persaingan bisnis.

"Ada laporan aksi ini terkait dengan kepentingan bisnis oknum pejabat di sana. Seharusnya tindakan ini di luar kewajaran dan tidak sesuai dengan perundang-undangan, sebab Aceh dan Sumut masih dalam satu negara, bukan beda negara. Jadi sah saja hasil laut Aceh dijual ke sana, begitu juga sebaliknya," kata dia.

Gubernur Sumut, kata Iskandar, harus tegas dan menindak oknum pejabat yang terlibat penghadangan truk asal Aceh. Sementara kepada Pemerintah Aceh, Iskandar meminta segera mungkin menggelar rapat koordinasi dengan Pemerintah Sumut untuk membahas masalah itu.

Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kutaradja Lampulo, Diky Agung, mengaku terkejut mendengar kabar adanya pencegatan terhadap truk pengangkut ikan asal Aceh yang dilakukan Pemkab Tapanuli Tengah, dengan alasan tidak memiliki kelengkapan surat.

Ia memastikan bahwa semua ikan yang dipasarkan ke luar Aceh, termasuk ke Sibolga, Sumatera Utara, telah memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh BKIPM. “Semua ikan yang dipasarkan itu sudah bersertifikat, setelah lebih dahulu dilakukan pemeriksaan oleh petugas karantina ikan di masing-masing pos pemeriksaan yang ada di Aceh.” katanya kepada Serambi, Selasa (10/9).

Diky mengaku mendapatkan informasi penghadangan terhadap truk ikan asal Aceh dari pedagang ikan antau pulau, Asnawi, yang mengaku jika dua unit truk miliknya distop petugas Dinas Perhubungan (Dishub) dan Sapol PP Tapanuli Tengah saat akan menuju ke Sibolga.

Namun penghadangan itu diyakininya tidak akan menganggu pengiriman ikan ke berbagai provinsi lainnya di Indonesia. Diky menyebut, penjualan ikan dari Aceh ke Sibolga sebenarnya sangat sedikit, bahkan tidak mencapai 1 persen dari total penjualan ikan ke luar daerah yang mencapai 800-1.000 ton per bulannya.

“Pasar ikan dari Aceh ke Sibolga sangat kecil, tidak sampai 1 persen dari penjualan per bulannya 800-1.000 ton,” sebut Diky didampingi Kepala UPTD PPS Kutaradja Lampulo, Oni Kandi.

Pada Agustus kemarin, Diky menyebut, ikan dari Aceh (dalam kondisi mati) yang dipasarkan ke luar daerah mencapai 814,8 ton dan ikan hidup yang dipasarkan sebanyak 9.259 ekor, dengan total nilai penjualan mencapai Rp 30,3 miliar.

Pemasaran terbesar ke Pulau Jawa dan DKI Jakarta yang mencapai 56 persen dari total penjualan. “Untuk besok saja (hari ini), ada 17 ton ikan yang sudah dikemas dalam kontainer untuk dikirim ke Jakarta oleh PT Iskandar Pasific Group,” ucap Diky.

Setelah Pulau Jawa, pemasaran terbesar berikutnya ke Sumatera Utara (Sumut) yang mencapai 22 persen. Selanjutnya ke Padang 14 persen, Bali 5 persen, dan Batam 2 persen. Ikan dari Aceh juga ada yang dikirim ke Kalimantan, di antaranya ke Banjarmasin.

Jenis ikan yang dipasarkan itu paling banyak dari jenis tongkol yang sebesar 45 persen, diikuti ikan cakalang 34 persen, ikan sarden 5 persen, udang segar 1 persen, dan jneis ikan segar lainnya sebesar 15 persen. Sedangkan untuk jenis ikan hidup, di antaranya lobster sebesar 73 persen, ikan hias laut 15 persen, udang kipas 7 persen, dan ikan hias air tawar sebesar 5 persen.(mas/her)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved