Feature

Menelusuri Jejak Para Raja Tuangku di Pulau Banyak-Singkil

Para tetua serta bukti sejarah belum mengungkapkan nama resmi kerajaan yang ada di Pulau Tuangku. Apakah namanya kerajaan Haloban atau Tuangku.

Penulis: Dede Rosadi | Editor: Taufik Hidayat
Serambinews.com
Sumur peninggalan raja di Pulau Tuangku, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Aceh Singkil, Minggu (8/9/2019). 

Laporan Dede Rosadi | Aceh Singkil

SERAMBINEWS.COM, SINGKIL - Embun di dedaunan berkilau bias sinar matahari. Sejurus kemudian jatuh ke bumi, tersenggol ayunan kaki. 

Di bawah rumpun pisang, sumur tua itu terlihat mencolok dari kepungan rumput liar. Bentuknya kokoh, kendati berumur ratusan tahun. 

Sumur tersebut merupakan peninggalan para raja (tuangku) yang mendiami Pulau Tuangku, di Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kabupaten Aceh Singkil. Terletak di kaki gunung Tiusa, gunung tertinggi di gugusan Kepulauan Banyak.

Ditemani Mursin Penjabat Keuchik Asantola, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Serambinews.com, mencari petunjuk tahun pembangunannya. Sayang tidak ditemukan.

Sumur itu dilingkari tembok tersebut dibangun sekitar abad ke-18 semasa Pulau Tuangku dipimpin Sutan Alam. 

Airnya terlihat hitam lantaran lama tak dipakai. "Dibangun semasa Sutan Alam, raja kelima," kata Herlin, keturunan ketujuh panglima perang kerajaan yang mendiami Pulau Tuangku tersebut.

Air sumur tak pernah kering. Kendati tak lagi dimanfaatkan warga lantaran rata-rata sudah memiliki sumur di rumah masing-masing. 

Namun pascagempa tsunami lalu sumur menjadi sumber memenuhi kebutuhan air warga Haloban dan Asantola, dua desa bertetangga di Kecamatan Pualau Banyak Barat. 

Kala itu sumur milik warga banyak rusak. Tapi tidak dengan sumur warisan raja. "Saat tsunami, sumur itu dimanfaatkan warga untuk penuhi kebutuhan air," ujar Herlin. 

Berdasarkan literatur serta kisah dari mulut ke mulut, Pulau Tuangku setidaknya pernah dipimpin enam raja. Namun ada catatan sejarah yang belum tersambung.

Para tetua serta bukti sejarah belum mengungkapkan nama resmi kerajaan yang ada di Pulau Tuangku. Apakah namanya kerajaan Haloban atau Tuangku. 

Pulau Tuangku sendiri diambil dari nama raja terakhir yang bergelar Tuangku Umar atau Sutan Umar.

Mengenai raja terakhir ini ada yang mengatakan hanya pelaksana tugas, sebab pewaris tahta masih menempuh pendidikan di luar kerajaan. 

Uniknya, nama-nama raja yang mendiami Pulau Tuangku, sejauh ini masih berupa sisa catatan sejarah.

Catatan itu menunjukkan seridaknya ada enam raja yang pernah berkuasa di pulau terbesar dalam gugusan Kepulauan Banyak tersebut.

Raja pertama bernama Sutan Malingkar Alam, lalu Sutan Mahmud, Sutan Marahamat, Sutan Setangkai Alam, Sutan Alam, dan Sutan Umar (Tuangku Umar). 

"Kerajaan berakhir seiring Indonesia merdeka," jelas Herlin, keturunan ketujuh panglima perang kerjaan yang mendiami Pulau Tuangku, sambil menunjukkan silsilah raja bertuliskan aksara arab.

Alkisah dahulu kala, di sekitar Pulau Banyak Barat saat ini, ada empat orang tinggal. Pertama bernama Tutuwon yang diperkirakan berasal dari Padang Sidempuan bergelar Datuk Besar.

Lalu Lawoeka asal Simeulue bergelar Datuk Maharaja, Lasenga asal Nias bergelar Datuk Muda dan Hutabarat bersuku Batak bergelar Datuk Pamuncak.

Terjadi pertengkaran hebat antara Lawoeka dengan Lasenga, diperkirakan memperebutkan siapa yang paling berhak mengusai wilayah itu.

Pertengkaran dilerai Tutuwon. Setelah itu Tutuwon mengajak Lawoeka dan Lasenga bertandang ke rumahnya yang diperkirakan berada di Pasi Panjang atau Kampung Lama penduduk Haloban sebelumnya. 

"Di rumah Tutuwon, mereka disuguhi hasil bumi. Ini menyadarkan Lawoeka dan Lasenga, bahwa ternyata ada yang lebih dahulu tinggal," kisah Herlin.

Setelah itu lalu berkeliling mencari adakah orang lain yang tinggal. Tiba di sekitar Pulau Aisakhu terlihat asap. Ketika didekati bertemulah mereka dengan Malikul Braya. 

Berkeliling lagi, kembali terlihat asap di daerah Air Dingin. Di situlah bertemu Hutabarat.

Setelah itu berembuklah mereka menentukan siapa yang berhak menjadi raja.

Lantaran di antara mereka tidak ada yang memiliki trah raja, maka Malikul Braya yang bergelar Imam Garang, dipercaya menjemput Sutan Malingkar Alam ke Pagaruyung Minangkabau di Sumatera Barat, saat ini. 

Berdirilah kerajaan diperkirakan sekitar abad ke-17, dan kerajaan ini berdiri sendiri, tidak tunduk kepada kerajaan manapun.

Baca: Pulau Banyak Barat Kaya Destinasi Wisata Kelas Dunia, Namun Rakyatnya Masih Menderita

Baca: Kepulau Banyak Tuan Rumah Aceh Roverway, Empat Negara di Asia Tenggara Siap Partisipasi

Baca: Perempuan Malayasia Ini Ajak Ketemuan di Pulau Banyak, Ini Syaratnya

Baca: Sensasi Taklukkan Puncak Tiusa, Gunung Para Raja di Pulau Banyak Barat Aceh Singkil

Karena merasa tak berafialiasi dengan kerajaan lain, konon ketika pihak kerajaan Aceh memerintahkan kerajaan kecil di bawahnya bersama-sama memerangi Belanda, perintah itu ditolak penguasa Pulau Tuangku.

Bahkan utusan kerjaan Aceh yang datang, dihadang Baeha alias Bedil Oyok, Panglima Pertama Kerajaan yang mendiami Pulau Tuangku. 

Utusan kerajaan Aceh, sempat beberapa kali gagal masuk karena kesaktian Bedil Oyok sulit ditandingi. Hingga akhirnya ditemui kelemahannya.

Bedil Oyok yang sakti mandraguna, kelemahannya adalah dibedil di telinganya. Sehingga namanya melegenda dengan sebutan Bedil Oyok yang dalam bahas Haloban artinya bedil telinga.

Catatan sejarah ini tentu memilki versi berbeda. Pastinya sebuah penelitian baru-baru ini menyebutkan dua desa di Pulau Tuangku, yaitu Haloban dan Asantola, didiami suku yang berbahasa beda dari suku lainnya di Aceh. 

Ini juga menjadi fakta bahwa Pulau Tuangku, kaya akan budaya dan sejarah masa lalu yang menarik diteliti.  

Selain sumur peninggalan kerajaan yang mendiami Pulau Tuangku, ada pedang panglima serta benda pusaka lain. 

Sayang ketika Serambinews.com bertandang ke Pulau Tungku pada pekan lalu, sang pemegang pusaka tak berada di tempat.(*) 

Baca: DPR RI Setujui Pagu Anggaran BPKS Sabang 2020 Sebesar Rp 144,55 Miliar

Baca: VIRAL Motor ‘Terbang’ Nyangkut di Atas Pohon Bambu, Mbah Mijan: Makhluk Halus Melawan Gravitasi Bumi

Baca: Terdakwa Pura-pura Terkejut, Dituntut 20 Tahun Penjara

Baca: Habibie Berpulang, Ilham Akbar Bertanggung Jawab Lanjutkan Mimpi Ayah untuk Terbangkan Pesawat R80

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved