Klarifikasi DPRA tentang Surat Mendagri tentang Qanun Bendera Aceh,Pejabat Kemendagri Nyatakan Benar
Komisi I DPRA dipimpin Azhari Cage, Selasa (17/2019), secara khusus menjumpai Menteri Dalam Negeri untuk meminta klarifikasi terhadap surat Mendagri
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jalimin
Klarifikasi DPRA tentang Surat Mendagri tentang Qanun Bendera Aceh, Pejabat Kemendagri Nyatakan Benar
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS COM, JAKARTA - Komisi I DPRA dipimpin Azhari Cage, Selasa (17/2019), secara khusus menjumpai Menteri Dalam Negeri untuk meminta klarifikasi terhadap surat Mendagri tentang Pembatalan Qanun Bendera No 3 tahun 2016.
Delegasi parlemen Aceh itu diterima di Kantor Kemendagri, Jakarta, oleh Kuswanto, Kepala Seksi Otsus Aceh, Roni Saragih, Kasubdit Produk Hukum Daerah Wilayah 1 Aceh, Agus Rohmanto, Kasubdit Wilayah 4 Produk Hukum Daerah.
Bersama Azhari Cage hadir Asip Amin, Tgk. Abdullah Saleh, Iskandar Usman Al-Farlaky dan HM Saleh.
Pejabat Kemendagri tersebut mengakui bahwa Kemendagri sudah mengeluarkan Surat Nomor: 188.34/2723/SJ tanggal 26 Juli 2016 tentang pembatalkan Qanun Nomor 3 tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.
Tapi, kata Azhari Cage, saat pihaknya minta bukti fisik dan administrasi tentang surat Mendagri tersebut, pejabat Kemendagri tidak mampu memperlihatkannya.
Tak Pernah Cekcok, Kakek Sebelas Cucu Asal Juli Bireuen Terpilih Sebagai Keluarga Idaman
Dugaan Korupsi Dana Desa, Kasi Pidsus Kejari Aceh Jaya: Kita Masih akan Periksa Saksi
Gregoria Gagal ke Babak Dua, Setelah Kalah dari Wakil Amerika Serikat Zhang Beiwen
"Maka sejauh kita belum terima suratnya secara resmi, qanun bendera dan lambang kita anggap masih sah secara hukum," ujar Azhari kepada Serambinews.com seusai pertemuan.
Ia mengalaskan, bahwa di dalam surat tersebut disebutkan, "apabila gubernur dan DPRA keberatan dengan pembatalan ini maka bisa mengajukan protes ke Presiden selama 14 hari sejak surat ini diterima."
Menurut Azhari, karena DPRA belum menerima fisik surat, maka qanunlambang dan bendera tetap berlaku.
Ditambahkan lagi, surat tersebut juga memerintahkan gubernur untuk mencabut dan menghentikan pelaksanaan qanun ini (lambang dan bendera Aceh, red), paling lambat 7 hari sejak surat ini diterima.
"Karena surat itu tak pernah diterima maka gubernur menganggap surat itu hoak dan belum mencabut qanun tersebut," ujar Azhari Cage.
Ia mengatakan, masih menunggu langkah Mendagri selanjutnya. 'Kalau mereka mengirim ulang surat itu maka harus sesuai dengan UUPA Pasal 8 Ayat 2, yaitu harus melalui makanisme konsultasi dengan DPRA," sebut Azhari Cage.
Politis Partai Aceh ini menegaskan kembali, sejauh belum DPRA dan Gubernur Aceh belum terima secara fisik dan adminitrasi surat Mendagri tersebut, maka qanun lambang dan bendera tersebut masih sah secara hukum.
Azhari minta dan mohon kepada seluruh pihak terkait di Aceh dan kepolisian untuk tidak berasumsi sendiri terhadap qanun bendera tersebut, dan minta hormati proses hukum dan politik yang sedang dilakukan oleh DPRA dan Pemerintah Aceh.
Seperti diketahui, sejak dua bulan terakhir, selembar surat yang tertulis atas nama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) beredar di dunia maya. Surat Nomor: 188.34/2723/SJ itu dikeluarkan 26 Juli 2016 dan menyatakan membatalkan Qanun Nomor 3 tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.
Sudah Terbit Tahun 2016
Sementara itu, sebelumnya Plt Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Drs Akmal Malik MSi menyatakan bahwa, keputusan Mendagri tentang pembatalan beberapa pasal dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh sudah terbit lama sekali pada tahun 2016.
Ini ia sampaikan saat diwawancarai Serambinews.com, pada 1 Agustus 2019 silam.
"Itu produk lama, kenapa kok muncul sekarang ini. Itu sudah selesai," kata Akmal Malik ketika itu.
Ia menyatakan bahwa keputusan Mendagri soal pembatalan beberapa butir dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013 itu sudah disampaikan kepada Gubernur Aceh dan DPRA Aceh pada masa itu.
Akmal Malik balik bertanya kenapa tiba-tiba soal pembatalan qanun bendera itu muncul sekarang ini.
"Saya tahu betul prosesnya. Itu produk lama, kenapa digoreng-goreng lagi sekarang," tukas Akmal Malik.
Kementerian Dalam Negeri melalui keputusan Mendagri nomor 188.34-4791 Tahun 2016 tanggal 12 Mei 2016 telah membatalkan dan mencabut beberapa pasal dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Bendera dan Lambang Aceh.
Penolakan dan pembatalan itu berdasarkan Peraturan Pemerintah 07 tahun 2007 yang antara lain isinya menyatakan bahwa lambang daerah itu tidak boleh sama atau ada persamaan/kemiripan dengan lambang separatis.(*)
Warga Siapkan Draf Kesepakatan, Penyelesaian Sengketa Gedung Baru STAIN di Alpen
Kakek 61 Tahun Kirim Surat Cinta ke Bocah SD, Ungkapkan Rindu hingga Panggil Gadis Manisku