Rusuh di Papua

Aspirasi Papua Menjelang Berakhirnya Otonomi Khusus

Kerusuhan di Papua meledak pada pertengahan Agustus, sebagai reaksi atas umpatan rasial terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya.

Editor: Taufik Hidayat
Hayati Nupus-Anadolu Agency
Kantor Majelis Rakyat Papua tampak porak poranda setelah dibakar massa di Kotaraja, Jayapura, Papua, pada Sabtu, 7 September 2019. 

“Intelek tapi moralnya tidak bagus, dia tidak akan melihat pembangunan secara utuh,” kata Timotius.

Dia menilai anak-anak Papua yang sedang belajar perlu dikenalkan dengan pola kehidupan asrama, agar intelektual sekaligus moral mereka berkembang lebih baik.

Soal ekonomi, Timotius mengusulkan perlunya membangun perekonomian terintegrasi di Papua, dari sektor alam dan pertambangan hingga non pertambangan, dari hulu ke hilir. Perlu pengembangan klaster usaha pertanian dan peternakan sesuai potensi daerah masing-masing. 

“Warga dapat berkebun, beternak, kemudian perusahaan datang menyerap produknya. Kalau sekarang, sekian ribu pegawai Freeport makan dari perusahaannya orang Jakarta. Sekian ribu telur, kacang, didatangkan dari luar Papua,” urai Timotius.

MRP adalah institusi yang dibentuk berdasarkan aturan otonomi khusus. MRP merupakan representasi kultural orang asli Papua dengan kewenangan memberikan perlindungan hak sesuai adat-budaya, pemberdayaan perempuan, dan kerukunan beragama.

Lain lagi penuturan Walikota Jayapura Benhur Tommy Mano. Benhur merasakan betul manfaat otonomi khusus. Sudah lebih dari 150 putra Kota Jayapura memperoleh beasiswa yang didanai dari dana otonomi khusus.

Empat di antaranya bahkan memperoleh beasiswa studi di Universitas Satyawacana, Jawa Tengah, dan salah satu kampus di Amerika.

“Keempatnya sudah selesai studi,” kata Benhur, bangga.

Dengan dana otonomi khusus, lanjut Benhur, Pemerintah Kota Jayapura dapat mengerahkan dokter spesialis ke 13 Puskesmas.

Juga mengucurkan dana stimulan bagi orang asli Papua untuk mengembangkan usaha seperti ikan asap, roti dan buah-buahan.

“Maka kami berharap dana Otsus terus berlanjut, Jayapura masih perlu,” kata Benhur.

Sedangkan Bupati Merauke Frederikus Gebze berpendapat, otonomi khusus memberikan kepercayaan dan kesempatan bagi orang asli Papua untuk mengembangkan diri.

Salah satunya lewat jalur politik. Sejauh ini, lanjut Gebze, posisi gubernur, bupati dan sejumlah jabatan strategis sudah diampu oleh orang asli Papua. Meski posisi wakil bupati dan walikota dapat diisi oleh pendatang.

Sayangnya, kata Gebze, kebijakan afirmasi itu tak berlaku untuk posisi anggota legislatif. “Hasil Pileg kemarin lebih dari 28 yang lolos adalah saudara kita [pendatang].”

Gebze mengakui, butuh waktu yang panjang untuk mengembangkan keahlian orang asli Papua untuk mengejar ketertinggalan.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved