Opini
Antara Sosialita dan Perempuan Aceh
Secara harfiah sosialita (sosial dan elite) adalah sekolompok orang yang memiliki derajat terpandang (elite) yang dalam kesehariannya
Dalam perspektif gender pula yang sering dipersoalkan mengenai harta warisan dimana bagian warisan perempuan setengah dari bagian laki-laki, secara kasat mata seolah-olah kemanusiaan perempuan kurang dari laki-laki. Namun yang perlu dijelaskan bahwa hukum warisan Islam termasuk dalam katagori ketentuan hukum "mengatur" bukan "memaksa", artinya kalau para ahli waris bersepakat membagikan secara sama rata atau ada yang mau melepaskan haknya, maka tidak ada halangan dalam Islam.
Namun yang sangat menarik dalam pranata adat budaya Aceh secara khusus telah menyediakan sebuah kearifan lokal untuk memberikan perlindungan dan kesamaan dalam perkara warisan antara laki-laki dan perempuan. Ada dua bentuk kearifan lokal (local wisdom) di Aceh yaitu, "peumeukleh" dan "hareuta peunulang". Biasanya setelah kelahiran anak pertama, orang tua mempelai perempuan memberikan sebuah rumah lengkap dengan pekarangan sebagai harta peunulang kepada anak perempuan, harta ini juga termasuk dalam harta warisan yang diberikan kepada anak perempuan. Kepada anak laki-laki orang tua juga memberikan sepetak sawah atau kebun sebagai harta peunulang kepada laki-laki.
Kearifan lokal ini yang sampai sekarang masih dijunjung tinggi masyarakat Aceh, malah secara ril seandainya dihargakan antara peunulang perempuan dengan laki-laki kadang-kadang jauh lebih mahal harta peunulang perempuan. Praktik seperti ini kiranya sangat rasional sebagai upaya menempatkan posisi perempuan Aceh pada status terhormat. Buktinya hampir tidak pernah anak laki-laki mempersoalkan perkara ini. Kalaupun ada, maka anak laki-laki itu telah melanggar adat, bahkan diibaratkan: "lage jak ungke jeurat ureung chik" (bagaikan anak yang tega menggali kuburan orang tuanya).
Oleh karena itu, perempuan Aceh semestinya menyadari bahwa adat budaya sangat memartabatkan mereka, perempuan Aceh tidak pernah dimarginalkan. Bahkan adat budaya Acehlah yang telah membentuk mereka menjadi sosok yang punya jati diri, pejuang, gigih, dan berkepribadian. Nah, untuk kiprah perempuan Aceh berikutnya maka mereka tinggal memilih mau jadi sosialita dengan arti yang sebenarnya atau perempuan yang hanya mengurus dapur untuk suami dan anaknya. Allahu `alam?