Liputan Eksklusif

Ada yang Disiksa Ada Pula yang Kawin dengan India

Beragam kisah dialami warga Aceh yang merantau ke negeri tetangga Malaysia. Banyak yang sukses, tapi tak sedikit pula

Editor: bakri

Beragam kisah dialami warga Aceh yang merantau ke negeri tetangga Malaysia. Banyak yang sukses, tapi tak sedikit pula yang mengalami trauma. Penelusuran Serambi yang berkunjung ke Malaysia beberapa hari lalu, umumnya kisah-kisah miris dialami oleh kaum perempuan, terutama anak gadis yang berangkat ke Malaysia dengan bantuan para agen tenaga kerja ilegal.

Kisah terbaru yang sangat menyayat hati dialami oleh Anisa (25), TKW asal Gampong Alue Dua, Kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara. Selama hampir satu tahun, Anisa menjadi korban penyiksaan majikan. “Anak ini hampir setahun merasakan penderitaan. Setiap hari dia disiksa, dipukul di bagian kepalanya, ditampar, hingga ditonjok di bagian wajah,” kata Bukhari, salah seorang tokoh Aceh yang ditemui Serambi di Kuala Lumpur, Minggu (29/9/2019) lalu.

Bukhari adalah salah seorang tokoh Aceh yang ikut mengadvokasi kasus penyiksaan Anisa. “Kalau melihat dari kondisinya, dia berulang-ulang dipukul di bagian kepala. Karena saya memegang sendiri, kepalanya mengalami bengkak permanen dan tidak bisa kembali normal seperti sediakala,” ungkap Bukhari. “Kita tidak bisa membayangkan kepedihan yang dia rasakan setiap hari selama hampir setahun,” imbuhnya.

Selain kondisi kepala yang sudah bengkak permanen, lanjut Bukhari, gigi bagian atasnya juga sudah rontok, diduga akibat dihantam benda keras. Selain itu, sekujur tubuhnya juga penuh bekas luka. Badannya pun terlihat sangat kurus. Bukhari juga menceritakan tentang beratnya perjuangan Anisa untuk lepas dari penyiksaan. Setelah berbulan-bulan mengalami penyiksaan, sampai suatu waktu Anisa merasakan tidak sanggup lagi menjalani hidup. Hingga suatu hari dia memutuskan lari dari rumah itu.

“Dia merasakan bahwa hari itu adalah hari terakhir dia hidup, sehingga dia nekat memanjat pagar rumah kemudian lari menyeberang jalan di belakang rumah majikan. Di seberang jalan ada taman, kemudian dia lari lagi menyeberang jalan yang di pinggirnya ada hutan kecil. Nah, di sanalah dia bersembunyi,” tutur Bukhari.

Dua malam Anisa tidur di atas pohon. Setelah melewati malam pertama, keesokan harinya Anisa yang dalam keadaan lapar, turun dan mengetuk pintu rumah penduduk di sekitar kawasan itu untuk meminta air putih. Lalu kembali ke atas pohon. Pada hari kedua, Anisa kembali turun dari pohon dan mengetuk rumah warga India Malaysia untuk meminta seteguk air putih. Saat itu, warga keturunan India itu bertanya dan kemudian membawanya ke kantor polisi terdekat.

Beberapa saat kemudian, informasi ini sampai kepada majikan dan kemudian Anisa dijemput kembali oleh majikannya. “Namun dia tidak dibawa kembali ke rumah, melainkan ditinggalkan di jalan. Anisa ditemukan oleh seorang TKI yang bekerja pada salah satu hotel. Kemudian, menggunakan handphone (Hp) TKI itu, Anisa menghubungi abang iparnya, Jefri (34) dan menceritakan apa yang dia alami,” ujar Bukhari.

Kabar ini, sambung Bukhari, kemudian beredar cepat melalui grup-grup WhatsApp (WA) komunitas Aceh, sehingga pihaknya  mengadvokasi kasus tersebut. “Saya bersama Datuk Mansyur bin Usman, Presiden Komunitas Melayu Aceh Malaysia (KMAM), Mukhtar Abdullah, Jefri, serta beberapa rekan lain membawa Anisa ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) sekaligus melaporkan kasus ini,” ujar Bukhari. “Kami juga membawa Anisa ke rumah sakit untuk divisum. Sehingga kasus ini kemudian berujung ke pengadilan. Informasi yang saya peroleh, pada bulan Oktober ini akan dimulai,” imbuhnya.

Kawin dengan India

Kisah lain yang tak kalah heboh dialami Eva (26), remaja putri asal Bireuen. Awalnya, Eva dilaporkan oleh keluarganya sudah setahun menghilang di Malaysia. Berita itu beredar cepat melalui grup-grup WhatsApp (WA) komunitas Aceh di Malaysia.

“Keluarganya mengabarkan bahwa Eva sudah lima tahun di Malaysia. Namun sejak satu tahun lalu belakangan tidak pernah lagi mengabari keluarganya, mereka meminta kita menelusuri keberadaan Eva,” kata Presiden Persatuan Gabungan Usahawan Acheh Malaysia (GUAM), Harris bin Terry Sarava, kepada Serambi di Kantor GUAM, kawasan Kajang, Selangor, Malaysia, Sabtu (28/9/2019).

Harris yang didampingi Wakil Presiden GUAM, Tgk Mudawali dan Naib I, Iswadi bin Ishak, serta Majelis Tertinggi, Jafar Insya Reubee, dan Azhar bin Ismail Beurawang mengatakan, informasi awal yang mereka peroleh, Eva pernah bekerja di kawasan Bukit Kemuning, Shah Alam. Dia kehilangan jejak sejak 7 September 2019. “Selama ini tidak dilaporkan, karena Hp-nya aktif dan selalu membalas WA. Tapi ternyata Hp itu bukan dia yang pegang,” ujar Harris.

Pihak GUAM pun mencari informasi. Dalam hitungan jam, diperoleh informasi akurat bahwa Eva sudah menikah pria asal India atau Bangladesh dan sudah punya seorang putri. “Saat ini dia tinggal di Kelang bersama suaminya yang bekerja sebagai cleaning service. Dia bilang tidak berani menghubungi keluarganya, mungkin karena pertimbangan tertentu. Tapi, dia baik-baik saja,” ungkap Harris.

Harris, Tgk Mudawali, Bukhari, dan tokoh-tokoh Aceh di Malaysia mengimbau kepada warga Aceh, terutama remaja putri, agar tidak mudah tergiur dengan ajakan bekerja di Malaysia. “Carilah informasi selengkap-lengkapnya sebelum memutuskan pergi mencari kerja ke Malaysia. Imbauan ini penting karena banyak kasus perdagangan manusia yang menimpa remaja putri dari berbagai negara, termasuk Aceh,” pungkas Harris bin Terry Sarava. (nal)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved