Wawancara Eksklusif
Intens Bantu Warga Aceh di Malaysia
Bukhari bin Ibrahim (45) adalah salah seorang tokoh Aceh yang sejak hampir dua tahun lalu konsisten membantu warga Aceh
Bukhari bin Ibrahim (45) adalah salah seorang tokoh Aceh yang sejak hampir dua tahun lalu konsisten membantu warga Aceh yang mengalami kesulitan dan kemalangan di Malaysia. Bahkan, dalam setahun terakhir, pria kelahiran Dama Pulo I, Idi Cut, Aceh Timur, 25 Februari 1974, ini menjadi salah seorang paling dicari saat ada warga Aceh yang mengalami musibah di negeri jiran tersebut.
Bersama tokoh-tokoh Aceh lain yang tergabung dalam Komunitas Melayu Aceh Malaysia (KMAM) dan anggota DPD RI asal Aceh, H Sudirman (Haji Uma), Bukhari sudah melakukan banyak hal untuk warga Aceh di sana. Mulai dari memfasilitasi pemulangan jenazah, menyelesaikan perkara tabrakan, hingga menangani kasus-kasus penyiksaan dan perdagangan manusia (human trafficking).
“Insya Allah saya akan selalu berusaha, bagaimana pun caranya, saudara-saudara kita jangan sampai mengalami sesuatu yang sangat menyedihkan,” ujarnya kepada wartawan Serambi Indonesia, Zainal Arifin M Nur, yang menemuinya di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (29/9/2019) lalu. Simak penuturan lengkap Bukhari bin Ibrahim dalam wawancara eksklusif berikut ini:
Sudah berapa lama Anda menetap di Malaysia? Dan apa pekerjaan saat ini?
Saya sudah menetap di Malaysia sejak tahun 1992. Sejak awal saya berdagang. Alhamdulillah, saat ini sudah memiliki beberapa kedai runcit di Kuala Lumpur dan Johor Bahru.
Bisa diceritakan awal mula Anda terlibat dalam kegiatan sosial membantu masyarakat Aceh yang mengalami kesulitan?
Sejak awal 2018 saya terlibat dalam kegiatan sosial membantu masyarakat Aceh. Awalnya, saya merasa prihatin dengan nasib orang Aceh yang seperti tidak tahu harus mengadu ke mana ketika ditimpa masalah. Ini proses alamiah, bukan karena ada sesuatu hal. Saya hanya prihatin ketika makin hari makin banyak orang-orang Aceh yang datang ke sini dan mengalami kesusahan.
Apakah selama ini tidak ada pihak yang menyelesaikan masalah yang menimpa warga Aceh?
Ada, tapi mungkin tidak semuanya mampu mengcover kasus-kasus yang terjadi. Lagipula ada yang dalam istilahnya panas-panas tahi ayam. Maksudnya, begitu menggebu-gebu saat mendengar berita, tapi kemudian tidak ada follow up-nya. Nah, inilah yang kemudian menimbulkan kekecewaan dari orang-orang yang mengalami musibah. Lalu saya hadir dan memasang tekad agar setiap perkara yang saya tangani harus tuntas 100 persen.
Saya melakukan pekerjaan ini secara pribadi dan biasanya diam-diam. Jika kasusnya berat dan merasa butuh bantuan, saya akan mengajak beberapa orang untuk berembuk atau meminta bantuan. Kalau kasus besar, saya biasanya meminta bantu kepada Haji Uma (Anggota DPD RI asal Aceh H Sudirman-red), Datuk Mansyur (Presiden Komunitas Melayu Aceh Malaysia), dan pihak KBRI.
Bagaimana respons KBRI saat Anda melaporkan kasus-kasus itu?
Kalau saya datang sendiri agak slow responsnya. Di sini biasanya saya mengajak Datuk Mansyur atau menghubungi Haji Uma. Biasanya Haji Uma akan menyurati KBRI dengan tembusan kepada Gubernur dan Kementerian Luar Negeri. Sehingga responsnya cepat. Ada beberapa kali Haji Uma menyurati KBRI untuk membantu saya. Jadi nama saya dikenal karena ada beberapa surat dari Haji Uma.
Selama hampir dua tahun terlibat dalam kegiatan ini, sudah berapa kasus yang Anda tangani?
Saya tak ingat pasti, tapi kira-kira ada sekitar 30-an kasus yang pernah saya tangani.
Kasus apa saja?