Komnas HAM Panggil Mualem Terkait Kasus di Timang Gajah

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia memanggil mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM)

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Komnas HAM Panggil Mualem Terkait Kasus di Timang Gajah
IST
MUZAKIR MANAF, Mantan Panglima GAM

Selain Mualem, Komnas HAM pada 8 Mei 2019 lalu juga memeriksa Gubernur nonaktif Aceh, Irwandi Yusuf. Pemeriksaan dilakukan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta. “(Diperiksa) sebagai petinggi GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dan gubernur. Dia masih cerita soal pengalaman dia. Belum selesai tapi (prosesnya). Masih panjang. Karena saya ada rapat, harus balik jadinya (ke Komnas HAM)," kata Ahmad Taufan ketika itu saat ditanyai wartawan.

Menurut dia, Irwandi telah menjelaskan sejumlah hal terkait konteks peristiwa dan siapa saja yang berperan dalam dugaan pelanggaran HAM yang ditangani tim Komnas HAM. "Dia menjelaskan banyak hal. Siapa aja yang berperan, seperti apa peristiwanya. Ini kelanjutan saja, pendalaman saja. Apa yang dia tahu soal kejadian di sana. Kami gali saja," katanya.

Temui Wapres JK

Salah satu kegiatan Mualem selama di Jakarta Selasa kemarin adalah menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla. Selain Mualem, juga ada Wali Nanggroe Malik Mahmud Al Haytar, Wakil Ketua KPA Kamaruddin Abubakar alias Abu Razak, dan staf khusus Wali Nanggroe, M Raviq. Pertemuan dimulai pukul 15.45 WIB dan berakhir 17.15 WIB , bertempat di Kantor Wapres Jalan Merdeka Utara.

M Raviq seusai pertemuan menyampaikan, dalam pertemuan itu Wali Nanggroe melaporkan berbagai persoalan yang belum tuntas pasca-ditandatanganinya perjanjian damai. Di antaranya mengenai  batas Aceh dan Sumatra Utara yang belum merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956 seperti yang diamanahkan MoU Helsinki.

Selain itu, juga terkait pengelolaan pelabuhan laut dan bandara umum yang belum terlaksana sepenuhnya. Demikian juga pengelolaan migas yang masih terkendala dengan peraturan perundang-undangan sektoral. Wali Nanggroe secara sungguh-sungguh dan serius juga menyinggung mengenai pengalihan Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh dan kantor pertanahan kabupaten/kota yang menjadi Badan Pertanahan Aceh, demikian juga dengan penyelesaian khusus terhadap reintegrasi eks kombatan. "Wali Nanggroe menyampaikan semua itu untuk mendapat perhatian dan tindak-lanjut dari Wapres," kata M Raviq.

Menjawab hal itu, M Raviq melanjutkan, Wapres menyatakan tidak ada masalah dengan batas Aceh dengan Sumatera  Utara. "Menurut Pak JK, nanti akan dimintakan peta detail ke Badan Informasi Giospasial (BIG), karena sistim pemetaan sekarang dimiliki BIG dan dapat menjelaskan batas antar provinsi," kata dia.

Mengenai pengalihan Kanwil  BPN Aceh dan kantor pertanahan kabupaten/kota menjadi Badan Pertanahan Aceh, serta pembentukan Tim Pengalihan, Wapres mengatakan akan segera menanyakan kembali kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) untuk ditindaklanjuti. Sementara mengenai pelabuhan udara, dan menyangkut lalu lintas udara, Wapres mengatakan itu harus dilakukan oleh Negara melalui AirNav Indonesia.

"Sedangkan soal migas, menurut Pak Wapres JK akan di pelajari kembali aturan-aturan sektoral yang menjadi kendala," ujar Raviq.

Sementara itu, Komandan Pasukan Cobra Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Misbahul Munir alias Rahul, menilai bahwa pemanggilan Mantan Panglima GAM Muzakir Manaf alias Mualem oleh Komnas HAM terkait kasus pelanggaran HAM berat adalah bentuk kriminalisasi.

Menurut dia, untuk saat ini, seharusnya yang dipikirkan oleh Pemerintah Pusat adalah bagaimana merealisasikan butir-butir MoU Helsinki, karena itu adalah janji pemerintah Pusat terhadap Aceh yang disaksikan dan diketahui dunia.

“Dengan adanya MoU Helsinki antara GAM dengan RI pada 15 Agustus 2005, semua tindak tanduk GAM semasa konflik itu sudah dihapuskan dan tidak lagi menjadi persoalan di kemudian hari setelah damai,” ujar Rahul yang juga anggota DPRK Aceh Utara dari Partai Nasional Aceh (PNA) ini kepada Serambi, Selasa (8/10/2019).

Pihaknya selaku mantan kombatan GAM di Pase merasa sangat keberatan dengan pemanggilan Mualem oleh Komnas HAM. “Kami melihat ini ada upaya kriminalisasi terhadap mantan panglima GAM,” pungkas Rahul.

Lebih lanjut dia mengatakan, untuk keberlangsungan perdamaian yang sudah terbina selama 14 tahun, yang perlu direalisasikan oleh Pemerintah Pusat adalah poin-poin dalam MoU Helsinki. Seharusnya hal ini lah yang menjadi prioritas Pemerintah Pusat.

“Harusnya itu yang menjadi prioritas dari Pemerintah Pusat, bukan mengkriminalisasi mantan GAM. Luka lama saja belum sembuh, harusnya tidak ditambah lagi dengan luka baru,” tegasnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved