Breaking News

Amnesty Internasional Desak Malaysia Cabut Aturan Hukuman Mati

Desakan tersebut hadir untuk menghapuskan hukuman mati bagi para pelaku narkoba dan lainnya.

Editor: Amirullah
Adli Ghazali-Anadolu Agency
Warga Malaysia saat merayakan Hari Nasional di Putrajaya, Kuala Lumpur, pada 31 Agustus 2018. 

Pemerintah Malaysia akan memulai Sidang Parlemen tahun 2019 pada  bulan Oktober.

Sampai sejauh ini, pemerintah Malaysia telah mengajukan RUU untuk menghentikan keharusan bagi penjatuhan hukuman mati.

Namun demikian, hanya untuk 11 kejahatan saja.

Saat ini di Malaysia masih ada 33 tindak kriminal yang bisa dijatuhi hukuman mati, dengan 12 tindak kejahatan hukumannya harus hukuman mati.

Dalam beberapa tahun terakhir, hukuman mati tersebut hanya dijatuhkan untuk kasus pembunuhan dan perdagangan narkoba.

Gara-gara Komentarnya di Facebook Tentang Penusukan Wiranto, Oknum ASN di Kampar Diperiksa Polisi

Wiranto Langsung Dapat Penanganan saat Penusukan, Kapolres Menes Justru Tak Sadar Dirinya Berlumuran

Nasib Warga Menunggu Hukuman Mati

Data dari Amnesty International, dari 1281 orang yang sedang menunggu eksekusi hukuman mati di Malaysia, 568 orang adalah warga asing.

Sejumlah warga asing ini terkadang menghadapi masalah serius untuk mendapatkan bantuan konsuler dari kedutaaan negara mereka maupun jasa penerjemahan.

Selain itu, Amnesty International juga mencatat bahwa etnis minoritas di Malaysia porsinya lebih besar yang dijatuhi hukuman mati, dan sebagian dari mereka berasal dari latar belakang yang tidak menguntungkan.

Rincian laporan Amnesty Internasional menyebutkan bahwa 73 persen dari mereka yang sudah dijatuhi hukuman mati dinyatakan bersalah karena kejahatan narkoba.

Sedangkan lebih dari separuh di antara mereka adalah warga asing.

Amnesty Internasional menekan satu hal dalam laporannya bahwa banyak pelaku kejahatan narkoba yang dihukum mati di Malaysia ini adalah perempuan yang kebanyakan dipaksa untuk membawa narkoba masuk ke Malaysia karena tekanan ekonomi atau hal lain.

"Karena keharusan penjatuhan hukuman mati membuat hakim tidak memiliki ksesempatan untuk mempertimbangkan penyebab para wanita itu melakukan tindakan yang mereka lakukan.", diungkap dalam Laporan Amnesty Internasional.

Masalah Bahasa: Tak ada penerjemahan yang memadai

Selain itu, pihak Amnesty Internasional juga mengatakan bahwa bahasa juga turut menjadi sebab permasalahan.

Sumber: TribunnewsWiki
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved