Wali Nanggroe Undang Pegiat Konservasi: Persoalan Lingkungan Aceh Sudah Mendesak

Penduduk Aceh hanya 5 juta jiwa, lahan kita cukup luas, kita tidak perlu hancurkan hutan kita untuk membangun dan mensejahterakan rakyat Aceh.

Penulis: Yocerizal | Editor: Yocerizal
Serambinews.com
Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haythar, saat menerima kedatangan pegiat konservasi sumber daya alam Aceh yang dipimpin mantan Ketua Komisi II DPRA, Nurzahri, di kediamannya komplek Meuligoe Wali Nanggroe, Rabu (30/10/2019). 

Wali Nanggroe Undang Pegiat Konservasi: Persoalan Lingkungan Aceh Sudah Mendesak

Laporan Yocerizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Wali Nanggroe Aceh, Tengku Malik Mahmud Al-Haythar, Rabu (30/10/2019), mengundang para pegiat konservasi sumber daya alam Aceh ke kediamannya komplek Meuligoe Wali Nanggroe, Lam Blang Manyang, Darul Imarah, Aceh Besar.

Selain untuk menjalin silaturrahmi, undangan tersebut juga untuk menindaklanjuti pengesahan Qanun Pengelolaan Satwa Liar Aceh oleh DPRA pada September 2019 kemarin.

Dalam pertemuan itu, Wali Nanggroe turut didampingi Kamaruddin Abubakar alias Abu Razak dan staf khusus Wali Nanggroe, Dr Rafiq.

Wali Nanggroe saat membuka pertemuan itu menyampaikan tentang betapa pentingnya pelestarian lingkungan dan satwa liar bagi semangat perjuangan bangsa Aceh.

“Dalam masa perjuangan Aceh dulu, kami merekrut beberapa panglima termasuk Abu Razak dan Mualem, dilatih di luar dan dipulangkan ke Aceh untuk memimpin agenda perjuangan Aceh. Tapi salah satu perintah khusus adalah juga untuk menyelamatkan alam dan lingkungan Aceh, hutan Aceh berikut satwa liarnya, mulai dari yang paling kecil sampai yang paling besar seperti gajah,” ujar Malik Mahmud bernostalgia.

Aktivis Perlindungan Satwa Liar Desak Polisi Perketat Penggunaan Senapan Angin

Aktivis Kecam Perdagangan Satwa Liar

INAICTA, Game Amago Ajak Lestarikan Satwa Liar

Warga Temukan Harta Karun Emas di Lokasi Kebakaran Hutan, Diduga Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Persoalan lingkungan ini menurutnya merupakan persoalan yang mendesak mengingat beberapa species kunci di Aceh mulai terancam punah, yang salah satunya akibat perburuan.

We are racing against the time (Kita berpacu dengan waktu),” demikian Wali Nanggroe mengekspresikan urgensinya pengelolaan satwa liar ini.

Untuk itu Wali berharap adanya program edukasi yang komprehensif mulai dari anak-anak sampai kepada para khatib kutbah Jumat perlu dilatih dan diberikan panduan tentang fiqih lingkungan agar disampaikan kepada masyarakat.

Selain itu, penataan ruang Aceh juga menjadi keprihatinan utama Malik Mahmud.

Ia kemudian menguraikan secara rinci bagaimana negara-negara maju di Asia lainya yang luasan wilayahnya jauh lebih kecil seperti Jepang, Nepal dan Vietnam, tetapi mampu mensejahterakan rakyatnya.

“Penduduk Aceh hanya 5 juta jiwa, lahan kita cukup luas, kita tidak perlu hancurkan hutan kita untuk membangun dan mensejahterakan rakyat Aceh. Harus ada pengaturan zona zona khusus untuk habitat satwa liar, supaya kita dapat menanggulangi konflik satwa dan agar rakyat Aceh dapat hidup berdampingan dengan satwa liar,” ujar Wali Nanggroe.

Satu Lagi Tersangka Kasus Sabu Tewas Tertembak di Aceh Timur, Beberapa Orang Ditangkap

Imran Mahfudi Pertanyakan Surat Kuasa Irwandi ke Majelis Hakim PN Banda Aceh, Ini Penyebabnya

Seorang Perempuan Bunuh Diri, Karena Sering Diejek Berkulit Gelap oleh Suami

Mantan Ketua Komisi II DPRA, Nurzahri, selaku penggagas Qanun Pengelolaan Satwa Liar dan juga memimpin delegasi pegiat konservasi, dalam paparannya mengungkapkan, bahwa di dalam qanun tersebut, Lembaga Wali Nanggroe memiliki peran sentral karena diharapkan menjadi pihak yang dapat melakukan fungsi advokasi, monitoring dan advisory agar koordinasi lintas sektor dapat terjadi secara harmoni, baik antara SKPA maupun secara vertical dengan pemerintah pusat, bahkan internasional.

Sebuah gagasan dilontarkan oleh Dr Rafiq. Setelah menelaah batang tubuh Qanun Pengelolaan Satwa Liar, ia menilai perlu dibentuk PMU (Partnership Managemetn Unit) sebagai support system bagi Majelis Konservasi Aceh di bawah Wali Nanggroe.

Rafiq berharap Revisi Qanun tentang Kelembagaan Wali naggroe segera dimasukkan dalam lembar negara, agar dapat dilakukan tindak lanjut secara lebih legal.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved