Kupi Beungoh
Hubungan Aceh dan Turki dalam Pandangan Orang Khasmir, Sejarah yang Sangat Kaya dan Menarik
Artikel ini ditulis oleh Aqib Farooq Mir, warga Khasmir yang diduduki oleh India. Aqib menikah dengan Afiqah, perempuan asal Aceh Utara.
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Zaenal
Pada abad ke 16 dan 17, Aceh menjadi rumah bagi banyak sarjana, seperti Bukhara al-Jauhari, Syekh Nuruddin al Raniri dan, Abdul Rauf As-Singkili.
Ketika Suleiman yang Agung meninggal pada tahun 1566, putranya Selim II mengirim lebih banyak kapal yang dilengkapi dengan meriam, senjata api, dan insinyur.
Turut pula dikirim persediaan senjata dan amunisi yang berlimpah.
Orang Aceh membayar pengiriman itu dengan mutiara, berlian, dan rubi.
Pada 1568, sultan Aceh mengepung dan menghancurkan Portugis di Melaka.
Meskipun, Ottoman tidak berpartisipasi secara langsung dalam perang itu, tapi Sultan Ottoman memasok meriam dan persenjataan kepada Sultan Aceh.
Para prajurit Ottoman juga mengajari orang Aceh cara menempa meriam mereka sendiri.
Hasilnya, kerajinan membuat senjata semacam itu telah menyebar ke seluruh Asia Tenggara.
• Biografi Tokoh Dunia - Mehmed II Sang Penakluk Konstantinopel, Sultan Ottoman Turki
• Berat Kubah Masjid Peninggalan Ottoman 2.000 Ton
• Ulu Camii, Masjid Terkenal dari Kesultanan Ottoman
Portugis Musuh Besar Sultan Aceh
Hubungan antara Aceh dengan Kekaisaran Ottoman merupakan ancaman besar bagi posisi perdagangan monopolistik Portugis di Samudra Hindia.
Aceh adalah kota kosmopolitan dan pusat komersial di Samudera Hindia.
Kesultanan Aceh menjadi musuh komersial utama bagi Portugis.
Mereka berupaya menyabotase poros perdagangan Aceh-Ottoman-Venesia untuk keuntungan mereka sendiri.
Tetapi Portugis gagal total, karena kurangnya kekuatan mereka di Samudra Hindia.
Kenangan hubungan Utsmani-Aceh pada abad ke-16 tetap hidup selama berabad-abad dalam bentuk bendera Aceh yang mirip dengan bendera Utsmaniyah.