Tak Berpenduduk Tapi Terima Dana Desa

Datok Penghulu Ingin Pertahankan Kampung Perkebunan Alurjambu, Ingin Dijadikan Permukiman Penduduk

"Tidak usah luas, tiga hektare saja cukup, biar bisa dijadikan perumahan penduduk," kata Safrizal

Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Yocerizal
Serambinews.com
Safrizal, Datok Penghulu Perkebunan Alurjambu di Kecamatan Bandarpusaka, Aceh Tamiang. 

Datok Penghulu Ingin Pertahankan Kampung Perkebunan Alurjambu, Ingin Dijadikan Permukiman Penduduk

Laporan Rahmad Wiguna | Kualasimpang

SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG - Kampung Perkebunan Alurjambu di Kecamatan Bandarpusaka, Aceh Tamiang, menjadi sorotan setelah tetap rutin menerima Alokasi Dana Desa (ADD) meski tidak berpenghuni.

Usulan penghapusan pun sudah pernah dilakukan lima tahun lalu, meski sebagian pihak tetap menginginkan kampung bersejarah ini tetap ada.

Datok Penghulu Perkebunan Alurjambu, Safrizal, merupakan salah satu pihak yang menginginkan kampung yang berada di areal Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan sawit PT Desa Jaya ini tetap dipertahankan.

Malahan dia menginginkan agar sebagian HGU dilepas untuk dijadikan permukiman.

Menurutnya, ketiadaan lokasi pasti untuk permukiman menjadi salah satu penyebab warga enggan berdomisili di kampung tersebut.

"Tidak usah luas, tiga hektare saja cukup, biar bisa dijadikan perumahan penduduk," kata Safrizal, kepada Serambinews.com, Rabu (6/11/2019).

Heboh Desa Perkebunan Alurjambu tak Berpenghuni, Dana Desa Digunakan untuk Beli Kebun hingga Sapi

Menkeu Temukan Desa tak Berpenghuni, tapi Dapat Dana Desa, Bagaimana dengan Perkebunan Alurjambu?

5 Fakta Alurjambu, Desa Mistis di Aceh Tamiang, Ditinggal Pergi Warga karena Dihantui Mahluk Astral

Alasan dia menginginkan kampung ini tetap ada karena faktor sejarah.

Kampung Perkebunan Alurjambu sudah ada sejak masa kolonial Belanda dan merupakan kampung induk dari beberapa kampung yang ada saat ini, termasuk Kampung Alurjambu yang menjadi tetangga dekatnya.

Saat ini, di dalam kampung seluas 16,95 kilometer persegi itu terdapat sejumlah bangunan bersejarah peninggalan Belanda.

Menurut, Safrizal, bangunan peninggalan Belanda itu berpotensi dijadikan sebagai objek wisata, di antaranya sebuah penjara mini, eks pabrik karet dan sebuah terowongan bawah tanah.

Selain itu, ia juga berencana menjadikan kolam karet sebagai tempat budidaya ikan.

"Saya berkeinginan kolam karet itu kami manfaatkan untuk budidaya ikan," lanjutnya.

Kolam karet ini memang cukup strategis. Selain sudah terbentuk permanen, ukurannya pun cukup besar dan terdiri atas dua kolam besar, satu ukuran sedang dan beberapa ukuran kecil.

Ia menyebutkan, eks pabrik karet ada di dua lokasi terpisah dan menandakan pada masa lalu Aceh Tamiang memiliki pabrik karet terbesar di Aceh.

Untuk diketahui, meski tak berpenghuni, desa tersebut ternyata rutin menerima Alokasi Dana Desa (ADD). Safrizal menyebutkan, tahun 2016 saat pertama kali ia menjabat, ADD yang dikucurkan untuk desanya mencapai Rp 1 miliar.

Dana itu digunakan untuk pemberdayaan Badan Usaha Milik Kampung (BUMK). Di antaranya dengan membeli kebun karet seluas tiga hektare di Kampung Gerenggam, Kecamatan Kejuruanmuda, Aceh Tamiang.

Selain itu juga untuk menyewa sebuah kafe di Karangbaru, dan membeli peralatan pesta.

Namun ketika ditanya total anggaran yang digunakan untuk tiga item pengadaan itu, dia mengaku lupa.

"Yang jelas ketiga item ini dikelola BUMK. Tapi kafe sudah tutup, kalau kebun karet sudah mulai produksi," terang Safrizal.

Heboh, Kas Subulussalam Dikabarkan ‘Bobol’, Nilainya Capai Rp 2 Miliar

Pemko Lhokseumawe tak Tetapkan UMK 2020, Ini Alasannya

Berikut Ciri-ciri dan Tanda Orang dengan EQ Lemah, Sering Salah Paham hingga Mudah Tersinggung!

Selanjutnya pada tahun 2017, ADD yang diterima digunakan untuk tiga kegiatan fisik, yakni membangun dua jembatan, pengerasan jalan sepanjang 1.500 meter dan pelat beton.

Ketiga pengerjaan ini seluruhnya dialokasikan di Dusun Marmeranti.

Meski menyadari ada larangan menggunakan ADD untuk bangunan fisik di areal HGU, dalam kasus ini Safrizal menyebut ada pengecualian karena sudah memiliki izin dari PT Desa Jaya selaku pemegang HGU dan mendapat rekomendasi dari bupati.

Untuk tahun 2018, Safrizal mengungkapkan, ADD kembali digunakan untuk pemberdayaan BUMK, yakni membeli 15 ekor sapi. Dia memastikan sapi ini dikelola oleh masyarakat Perkebunan Alurjambu.

Sementara pada tahun ini ADD yang diterima baru untuk tahap I berkisar Rp 400 juta. Pencairan tahap II dan III masih terkendala dampak dari proses hukum yang sedang ditelusuri Kejari Aceh Tamiang.

"Rencananya tahun ini untuk normalisasi parit di Dusun Jayabaru. Tapi (pengerjaannya) terhenti karena sedang ditangani jaksa," ucapnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved