Sebut Pemukiman Israel di West Bank Tidak Langgar Hukum Internasional, AS Buat Warga Palestina Marah

Pompeo juga menyebut bahwa pendapat Presiden AS sebelumnya terkait pemukiman Israel justru tidak membantu upaya perdamaian.

Editor: Amirullah
Kolase foto (Wikimedia dan AP untuk VOAIndonesia)
Menlu AS, Pompeo menyatakan bahwa pemukiman Israel di Tepi Barat tidak melanggar hukum internasional 

SERAMBINEWS.COM - Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui Menteri Luar Negeri, Mike Pompeo menyatakan bahwa kebijakan mengenai pemukiman Israel di Tepi Barat tidak melanggar hukum internasional.

Pernyataan ini merupakan pandangan baru Pemerintah Amerika Serikat untuk pertama kalinya dalam 40 tahun terakhir yang berkaitan dengan pemukiman Israel.

Pompeo juga menyebut bahwa pendapat Presiden AS sebelumnya terkait pemukiman Israel justru tidak membantu upaya perdamaian.

Lebih jauh lagi, Pompeo juga menyatakan bahwa pernyataan AS sebelumnya terkait pemukiman Israel di Tepi Barat sejak perang tahun 1967 juga tidaklah konsisten.

"Pendirian pemukiman sipil Israel di Tepi Barat pada dasarnya tidak melanggar hukum internasional," kata Pompeo, seperti dilansir oleh Deutsche Welle, (20/11/2019).

"Menyebut pemukiman sipil ini tidak konsisten dengan hukum internasional tidak berfungsi. Ini tidak berhasil memajukan proses perdamaian," tambahnya.

"Tidak akan ada solusi hukum dari konflik ini. Argumen, siapa yang benar di bawah hukum internasional dan siapa yang salah, tidak akan membawa perdamaian."

Menurut Pompeo, Pemerintah AS tidak akan lagi mematuhi keputusan tahun 1978 yang menganggap pemukiman sipil di Tepi Barat dengan menyebut "tidak sejalan dengan hukum internasional."

Pria Ini dengar Teriakan dari Dalam Kuburan, Lalu Bongkar Makam Kekasihnya dan Temukan Hal Ini

Cut Hariyani, Duta Wisata Aceh Asal Lhokseumawe yang Pandai Menari Hingga Berkiprah ke Internasional

Daftar Negara Lolos ke Euro 2020, Wales Jadi Tim ke-20, Sisa 4 Negara Ditentukan Melalui Play Off

Pujian PM Israel

Dikutip dari Deutsche Welle, (20/11/2019), usai pengumuman Mike Pompeo, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, perubahan kebijakan AS terhadap pemukiman Israel adalah "membenarkan kesalahan historis."

Netanyahu berterima kasih kepada Presiden Trump dan Menlu Pompeo "untuk posisi tegas mereka dalam mendukung kebenaran dan keadilan," sambil menyerukan kepada negara-negara lain untuk "mengambil posisi sama" jika mereka ingin memajukan perdamaian.

Keputusan AS ini diperkirakan akan memberikan dukungan bagi Netanyahu, yang berusaha keras untuk tetap berkuasa setelah gagal membentuk pemerintah koalisi.

Tidak lama setelah pengumuman Pompeo, kedutaan AS di Yerusalem mengeluarkan peringatan untuk pergi ke Yerusalem, Tepi Barat dan Gaza.

Mereka mengatakan, pihak-pihak yang menentang pernyataan Pompeo mungkin akan menargetkan fasilitas-fasilitas pemerintah AS, sektor swasta AS dan warga AS."

Komentar Presiden Palestina

Dikutip dari Deutsche Welle, (20/11/2019), perubahan besar dalam kebijakan AS membuat warga Palestina marah dan menuai kritik internasional, yang sebagian besar menganggap pemukiman Israel adalah ilegal.

Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyatakan, keputusan AS "sepenuhnya bertentangan dengan hukum internasional."

Menurutnya, pemerintah AS telah kehilangan kredibilitas untuk memainkan peranan apapun dalam proses perdamaian di masa depan.

Dikutip dari BBC Indonesia, (20/11/2019), Ketua juru runding Palestina Saeb Erekat mengatakan langkah yang diambil AS dapat mengancam keamanan karena mengganti hukum internasional menjadi "hukum rimba."

Sebaliknya Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji langkah AS dengan mengatakaan tindakan itu "meluruskan sejarah yang salah."

Usai Serang Jalur Gaza, Kini Israel Gempur Hamas

Heboh Betrand Minum ASI Sarwendah, Binaragawan AS Sebut ASI Sebagai Suplemen Super

Menteri Kesehatan Akan Kembangkan Wisata Kesehatan: Mak Erot, Purwaceng dan Tongkat Ali Naik Kelas

Kecaman Uni Eropa

Sementara di lain pihak Uni Eropa mengatakan, posisinya terhadap pemukiman Israel "jelas dan tetap tidak berubah."

Ketua bagian kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini mengatakan dalam sebuah pernyataan, "Semua aktivitas permukiman menurut hukum internasional adalah ilegal.

Uni Eropa menyerukan kepada Israel untuk mengakhiri semua pembangunan pemukiman, sesuai dengan kewajiban internasionalnya sebagai pihak berkuasa."

Pemerintah Israel mendapatkan pukulan terkait pemukimannya, ketika Mahkamah Eropa minggu lalu memutuskan, bahwa semua produk buatan pemukiman Israel harus dilabeli.

Lemahnya Harapan Solusi Dua Negara

Perubahan kebijakan ini adalah langkah besar terbaru dari pemerintah Trump yang menurut Deutsce Well dapat membahayakan harapan Palestina atas solusi dua negara.

Pemerintah Palestina menganggap Israel mengambil tanah Palestina dengan pemukimannya serta membatasi hak atas kebebasan bergerak bagi warga Palestina.

Pada tahun 2017, Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan secara resmi membuka kedutaan di kota tersebut pada tahun 2018.

Sebelumnya kebijakan AS adalah bahwa status Yerusalem akan diputuskan oleh pihak-pihak yang terkait dalam konflik.

Pada bulan Maret tahun ini, Trump mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai milik Israel.

Ini adalah keputusan yang mendukung PM Israel, Netanyahu, tetapi juga memicu respon tajam dari Suriah.

Israel menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur dalam perang tahun 1967 dan segera membangun pemukiman di wilayah tersebut.

Sekitar 700.000 warga Israel sekarang tinggal di dua wilayah tersebut, yang keduanya diklaim Palestina untuk negara mereka.

Dewan Keamanan PBB sudah menuntut Israel untuk menghentikan pembagunan pemukiman pada tahun 2016 dan menyebut pemukiman Israel sebagai pelanggaran hukum internasional.

Tetapi Israel tetap terus membangun pemukiman.

Menurut keterangan organisasi perdamaian Peace Now, sejak awal tahun 2019 saja pemerintah Israel memberi izin untuk dibangunnya 8337 apartemen di wilayah-wilayah pemukiman Israel.

Aksi Walk Out Mahasiswa Harvard Menyebut Pemukiman Israel Ilegal

Sebelumnya, lebih dari seratus mahasiswa jurusan Hukum Universitas Harvard melakukan aksi 'Walk Out' atau pembubaran diri saat kuliah umum oleh diplomat Israel, Dani Dayan.

Konsulat Jenderal Israel untuk New York Amerika Serikat, Dani Dayan terkejut saat melihat ratusan pelajar ini berdiri lalu membubarkan diri ketika akan membawakan kuliah umum di Harvard Law School, pada Rabu, (13/11/2019).

Sesuai agenda, Dani Dayan akan membicarakan materi "Strategi Hukum Pemukiman Israel" yang menduduki Palestina.

Beberapa detik usai Dani Dayan dipanggil ke depan auditorium dan memulai bicara, mahasiswa-mahasiswa ini terlihat berdiri serentak membentangkan beberapa poster yang satu di antaranya bertuliskan "Settlements are a war crime" / "Pemukiman-pemukiman (Israel) adalah Kejahatan Perang".

Sembari membentangkan poster perlahan mahasiswa ini melangkah ke belakang dan membubaran diri, seperti dilaporkan Middle East Monitor, (15/11/2019).

Aksi mahasiswa ini dilakukan tanpa bicara, beberapa suara yang terdengar dalam video yang diunggah di media sosial Twitter @HarvardPSC adalah langkah kaki para pelajar  yang membubarkan diri.

Dani Dayan pada mulanya nampak terkejut melihat aksi mahasiswa ini.

Setelah ruangan kosong dan hanya tersisa beberapa mahasiswa, ia kemudian bergumam, "Aku ingat pernah lakukan ini saat masih TK (Taman kanak-kanak)".

Dani Dayan kemudian melanjutkan ceramahnya yang disimak oleh beberapa mahasiswa saja yang masih berada di ruangan tersebut.

Respon Dani Dayan

Dani Dayan tercatat bekerja sebagai diplomat di Konsulat Jenderal Israel di New York, Amerika Serikat.

Ia kerap melakukan advokasi atas pendirian dan pemelihataan pemukiman Israel di wilayah West Bank (Tepi barat) dekat Pesisir Mediterania.

Usai kuliah umumnya berlangsung, Dani Dayan menyebut mereka yang walk out di Twitter sebagai pecundang, seperti dilaporkan Arab News, (15/11/2019).

Melalui akun Twitter nya, ia menyatakan bahwa dirinya diundang sebagai pembicara materi strategi hukum dari pemukiman Israel.

"Saya bilang (pada panitia) bahwa saya bukan ahli hukum tetapi mereka bersikeras. Akhirnya, saya setuju. Saya tidak yakin posisi Israel dalam isu tersebut pernah ditampilkan dalam kegiatan bergengsi ini" ujarnya melalui akun Twitter,nya, @AmbDaniDayan.

"Saat saya sampai di auditorium, saya terkejut karena banyak yang hadir. Saya harusnya tahu lebih baik.  Ketika saya mulai berbicara, sekitar 100 demonstran yang teroganisir meninggalkan ruangan, mengepalkan tangan, dengan simbol-simbol anti-Israel. Sekitar 80-90 tetap di ruangan dan kami menyelesaikan kegiatan yang hebat ini, termasuk sesi tanya jawab", ujar akun Twitter,nya, @AmbDaniDayan.

"Para demonstran yang biasanya merupakan kerumunan "From the River to Sea" yaitu para pembenci fanatik Israel direkrut dari seluruh kampus. Mereka dipimpin oleh seorang Arab-Israel yang biodatanya ada di website @HarvardDivinity (!!!) yang mengartikan bahwa Israel menduduki Palestina"

"Pimpinan lainnya adalah seorang Muslim-Amerika yang mengacu bahwa Israel seharusnya menjadi tanah air bagi orang-orang Yahudi". Ia tidak memiliki hubungan sama sekali dengan Harvard. Ia datang hanya untuk pergi lagi. Tidak baru di sini, kerumunan biasa anti-Zionist yang dibingkai dengan kebencian lama, antisemitis.

"Saya sekali lagi berterima kasih kepada @Harvard_Law karena mengundang dan memberi saya kesempatan untuk menyampaikan posisi Israel di acara yang bergengsi. Saya mengerti bahwa para panitia akanmempublikasi video pendek presentasi saya. Kalian dapat memilih untuk menontonnya ataupun tidak saat saya mulai bicara".

"Satu hal terakhir, sejak beberapa hari awal Zionism, kami telah membangun, mereka memboikot. Mereka mendelegitimasi dan kami berusaha untuk hidup berdampingan. Kami bicara dan mereka meninggalkan ruangan. Tidak ada yang baru, namun sayangnya, tak pernah dilakukan Harvard Law School pada tahun 1936, 1947, atau 2000", ujar Dani Dayan dalam akun Twitternya.

Komentar Harvard College Palestine Solidarity Committee (HCPSC)

Seorang anggota solidaritas Mahasiswa Harvard untuk Palestina mengungkapkan kekecewaannya kampusnya digunakan sebagai propaganda.a

"Saya kecewa bahwa Kampus Hukum Harvard membiarkan propaganda semacam ini terjadi untuk proyek kolonial yang diakumulasikan dengan perampasan dan dibingkai sebagai 'hukum'" kata mahasiswa panitia yang dikutip dari Komite Solidaritas Kampus Harvard untuk Palestina / Harvard College Palestine Solidarity Committee (HCPSC).

"Ini tak hanya terlibat saja, namun juga rekayasa" imbuh mahasiswa tersebut.

"Mari kita perjelas, bahwa sudah ada kesepakatan di antara komunitas internasional bahwa permukiman Israel adalah ilegal menurut hukum internasional dan sebuah pelanggaran terhadap Konvensi Jenewa Keempat," kata mahasiswa yang dikutip oleh HCPSC.

--

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)

Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul AS Nyatakan Pemukiman Israel di West Bank Tidak Langgar Hukum Internasional, Uni Eropa Mengecam

Sumber: TribunnewsWiki
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved