Mitigasi Bencana dalam Melodi, Duo Musisi Jepang Akan Tampil di Aceh
Bencana yang menyapu bersih beberapa kawasan pesisir pantai Aceh dan menelan ratusan korban jiwa itu memang tak akan lekang
Menjelang peringatan tragedi 15 tahun tsunami di Aceh 26 Desember mendatang, mata dunia akan kembali tertuju ke Aceh. Bencana alam paling mematikan sepanjang sejarah ini akan selalu dikenang dengan berbagai peringatan, menengadah tangan seraya doa untuk sanak famili yang telah berpulang, hingga berziarah ke ‘taman’ para syuhada.
SABAN tahun, Aceh selalu memperingati tragedi bencana gempa dan tsunami Aceh yang terjadi 15 tahun lalu. Bencana yang menyapu bersih beberapa kawasan pesisir pantai Aceh dan menelan ratusan korban jiwa itu memang tak akan lekang di ingatan masyarakat Aceh. Begitu juga masyarakat dunia--terutama negara donor--yang kerap hadir dan diundang saat peringatan musibah maha dahsyat tersebut.
Menjelang peringatan tsunami di Aceh, sebuah grup masuk dari Jepang, Bloom Works, ternyata juga melirik Aceh. Bahkan kedua personel grup musik ini, yaitu KAZZ dan Hiroyuki Ishida, dipastikan akan datang ke Aceh untuk menampilkan pertunjukan musik mereka di Banda Aceh. Duo musisi Jepang ini dijadwalkan akan tampil di dua tempat, Senin (25/11) besok. Lokasi pertama di Museum Tsunami pada pukul 14.00 WIB dan lokasi kedua di monumen PLTD Kapal Apung pada pukul 16.30 WIB.
Kehadiran dua musisi Jepang ini bisa dibilang cukup dinanti-nanti, apalagi menjelang peringatan tsunami Aceh. Keduanya dengan sengaja datang ke Aceh untuk mengedukasi masyarakat tentang mitigasi bencana. Meski lihai dalam memtik dawai dan mengaransmen musik, KAZZ dan Hiroyuki Ishida ternyata juga sangat paham tentang mitigasi bencana.
Bagaimana tidak, duo pemusik ini berasal dari sebuah kota di Jepang, Kobe, yang mana daerah tersebut pernah terjadi gempa besar tahun 1995 sehingga disebut Great Hanshin Earthquake. Nah, mereka berdua juga merupakan korban selamat dari gempa sehingga lagu-lagu mereka banyak bertemakan tentang mitigasi bencana, berdasarkan pengalaman keduanya.
Kedatangan dua musisi muda Jepang ini ke Aceh untuk mengedukasi masyarakat tentang pencegahan bencana lewat lagu-lagu dan komposisi mereka yang genre-nya dapat diterima oleh remaja dan kalangan umum. Keduanya mengusung musik bergenre cross, seperti rock, pop, dan tak jarang juga akustik.
Koordinator Aceh Japan Community Art Project, Teuku Panglima Suboh, kepada Serambi mengatakan, tujuan mereka datang ke sini bukan hanya untuk menampilkan lagu, tapi juga ingin mengetahui tentang bencana tsunami di Aceh, serta berkunjung ke Simeulu untuk mencari tahu tentang Smong.
"Mereka juga akan bertandang ke Simeulu keesokan harinya yaitu 26 November 2019, setelah tampil di Banda Aceh," katanya.
Kegiatan pergelaran musik dalam rangka mitigasi bencana di Banda Aceh ini berlangsung berkat adanya kerja sama dari Kougetsu School Association (KSA), Aceh Japan Community Art Project, Team Miraiz Jepang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Museum Tsunami Aceh, serta PLTD Kapal Apung.
“Kami menyambut baik kedatangan pemusik Jepang ini karena mereka tidak hanya menyajikan pertunjukan musik, tapi melalui musik dan lagu-lagu mereka bisa memberikan ilmu tentang bencana," kata Teuku.
Hal ini sebenarnya sama dengan kearifan lokal yang ada di Aceh seperti Nandong Smong dari Simeulu. "Saya berharap, hal ini bisa ditiru oleh kalangan remaja Aceh. Kami mengajak semua masyarakat Aceh terutama Banda Aceh dan Aceh Besar untuk bisa hadir saat acara nanti,” harao Teuku Panglima Suboh.(subur dani)