Milad GAM Tanpa Insiden, Wali Nanggroe Singgung Soal Izin Tambang dan Blok B  

Prosesi pelaksanaan milad ke-43 Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di sejumlah daerah, Rabu (4/12/2019), berlangsung

Editor: bakri
SERAMBI/HENDRI
Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al Haytar didampingi Ketua KPA Pusat, H Muzakir Manaf serta seluruh tamu undangan berdoa untuk para pejuang GAM yang telah meninggal saat memperingati Milad ke-43 GAM di Makam Pahlawan Nasional Tengku Chik Di Tiro yang satu kompleks dengan Makam Hasan Tiro kawasan Meureu, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar, Rabu (4/12/2019). 

BANDA ACEH - Prosesi pelaksanaan milad ke-43 Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di sejumlah daerah, Rabu (4/12/2019), berlangsung tanpa insiden. Milad dipusatkan Kompleks Makam Pahlawan Nasional asal Aceh, Tengku Chik Di Tiro, di kawasan Meureu, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar, Rabu (4/12).

Makam itu juga berada satu kompleks dengan makam Wali Nanggroe Tgk Muhammad Hasan Di Tiro yang mendeklarasikan GAM pada 4 Desember 1976. Selain doa kepada Hasan Tiro dan para pejuang GAM yang sudah meninggal, dalam acara itu juga dilakukan penyerahan santunan kepada anak yatim yang diserahkan secara simbolis oleh Wali Nanggroe, Malik Mahmud Al Haytar.

"Alhamdulillah acara peringatan milad ke-43 GAM di Meureu berlangsung aman dan tertib, tidak ada insiden apapun, juga di kabupaten/kota lain. Alhamdulillah semuanya berlangsung aman. Milad GAM kali ini juga dikawal oleh aparat kepolisian dan TNI di setiap simpang menuju Meureu," kata Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, Azhari Cagee.

Pantauan Serambi, dalam acara tersebut juga hadir Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, Muzakir Manaf alias Mualem, anggota DPRA, Saifuddin Yahya (Pak Cek), Darwis Jeunieb, Bupati Aceh Utara, Cek Mad, dan sejumlah mantan kombatan GAM lainnya, termasuk para politisi Partai Aceh.

Hal yang sama juga disampaikan Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Ery Apriyono. Dia menuturkan, kegiatan milad GAM yang diperingati di sejumlah wilayah di Aceh kemarin berjalan aman dan lancar, tanpa ada hal-hal yang tidak diinginkan.

“Sementara ini, informasi yang kita terima aman dan terkendali. Pantauan saya juga tidak ada apa-apa, tapi belum tahu hasil laporan nanti malam. Sejauh ini masih aman-aman saja, nanti malam (tadi malam) akan ada laporan, biasanya dari masing-masing wilayah (polres jajaran),” kata Kombes Ery menjawab Serambi.

Ery juga mengatakan, Polda Aceh tidak melakukan pengamanan khusus. Hanya saja pihaknya melakukan kegiatan rutin yang ditingkatkan (KRYD), mulai jajaran polres hingga polsek-polsek. “Tidak ada pengamanan khusus, hanya ada kegiatan rutin yang ditingkatkan. Penambahan personel juga tidak ada. Kita cuma tingkatkan patroli, penjagaan, kegiatan intel, shabara, lantas, cuma lebih ditingkatkan saja, kalau khususnya tidak ada,” kata Ery.

Hingga siang kemarin, Polda Aceh memantau, kegiatan peringatan milad GAM diisi dengan kegiatan-kegiatan positif seperti zikir, doa bersama, santunan anak yatim, dan ceramah agama. “Termasuk yang di Meureu, Aceh Besar, yang kita tahu hanya itu kegiatannya,” pungkas Kombes Ery Apriyono.

Tambang dan Blok B

Sementara itu, Wali Nanggroe Malik Mahmud Al-Haytar dalam pidato sambutannya menyinggung tentang implementasi MoU Helsinki yang masih menyisakan sejumlah persoalan. Di antaranya terkait dengan kewenangan perizinan pertambangan yang berujung pada demo mahasiswa menolak tambang seperti di Beutong dan Dataran Tinggi Gayo.

Wali menyebutkan, di dalam MoU Helsinki dan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), serta PP Nomor 3 tahun 2015 tentang Kewenangan Pemerintah yang Bersifat Nasional di Aceh, secara tegas telah disebutkan bahwa kewenangan perizinan pertambangan menjadi milik Aceh. Bahkan pembagian hasil 100% bagi Aceh berbeda dengan migas yang 70% bagi Aceh dan 30% bagi Pemerintah Pusat.

“Rakyat Aceh tidak benci kepada pemilik izin tambang dan sangat menyambut adanya investasi di Aceh. Demonstrasi yang dilakukan tersebut adalah bentuk penolakan terhadap izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, bukan terhadap kehadiran investasi di Aceh,” tegas Malik Mahmud.

Pemerintah Pusat, lanjutnya, seharusnya konsisten melaksanakan undang-undang dan seluruh regulasi lainnya, apalagi menyangkut dengan komitmen terhadap isi-isi MoU Helsinki. Demikian juga terhadap permasalahan perpanjangan eksploitasi minyak dan gas bumi di Blok B yang juga telah menyita perhatian publik.

Pemerintah Aceh menurut Wali Nanggroe, seharusnya mengambil alih langsung Blok B dan memberikannya kepada perusahaan daerah. Jangan malah memperpanjang kepada Pertamina dengan kontrak perpanjangan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. “Perlu kita ketahui bersama bahwa Blok B ini adalah salah satu alasan pembenaran rakyat Aceh memberontak dan menjadi isu penting yang didiskusikan di perundingan Helsinki sehingga melahirkan poin tentang pembagian hasil migas 70% bagi Aceh dan 30% bagi Pemerintah Pusat. Oleh karena itu saya mengimbau Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat untuk menyelesaikan negosiasi Blok B ini dengan semangat MoU Helsinki,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, H Muzakir Manaf alias Mualem, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa ada kelompok-kelompok bersenjata yang tidak menginginkan terwujudnya perdamaian di Aceh dan MoU Helsinki. Seperti aksi kelompok bersenjata di Pidie dan Pidie Jaya, serta di Aceh Utara.

Mengenakan kemeja biru dan peci putih, Mualem mengimbau kepada seluruh anggota KPA dan eks kombatan GAM agar tidak terjerumus dan terpengaruh dengan perkara-perkara yang tidak jelas, yang ingin merusak perdamaian yang sudah lama terwujud di Aceh.

"Kita eks KPA ada garis komando. Jangan tidak ada perintah dari pimpinan, kemudian melaksanakan hal yang tidak jelas asal usulnya. Nyawa itu cukup berharga, karena hidup hanya sekali dan mati hanya sekali. Sudah cukup darah yang tumpah di bumi Aceh jangan ada lagi yang tumpah," tegas Mualem.

Ia juga menyampaikan, eks GAM atau kini disebut KPA masih sangat solid dan kompak. Ia juga mengingatkan kepada semua eks GAM agar tidak terpengaruh dengan kelompok atau orang-orang yang sengaja menyebar isu tidak benar tentang Aceh, tentang KPA, atau hal-hal lainnya berkaitan dengan barisan eks GAM, apalagi isu-isu itu berasal dari luar negeri.

"Kita ada jalur komando semua yang kita lakukan, ada yang tanggung jawab ada struktur ada komandonya. Jadi bagi seluruh eks kombatan harus selalu mengikuti perintah atau komando. Bila ada kelompok-kelompok yang bergerak dan mencoba mengacaukan damai Aceh, itu bukan dari kita," tegasnya.

Wali Nanggroe Malik Mahmud Al Haytar sebelumnya juga menyinggung persoalan ini. Ia menyampaikan bahwa belakangan sudah banyak muncul fenomena kegelisahan di antara eks GAM, khususnya anggota KPA, terhadap lambatnya realisasi perjanjian damai. Selain itu juga masalah bendera dan lambang Aceh, permasalahan pembagian kewenangan antara Aceh dan Pusat yang belum tuntas, permasalahan perekonomian, hingga pada permasalahan lahan pertanian bagi kombatan dan korban konflik.

“Oleh karena itu saya mengimbau kepada seluruh jajaran GAM untuk kembali bersatu mendukung perdamaian ini, dan secara khusus saya meminta kepada KPA untuk membuat rapat-rapat sesuai tingkatan membahas fenomena ini, mengantisipasi provokator-provokator yang antiperdamaian, dan mencari solusi agar tidak ada lagi darah yang tertumpah di negeri Aceh yang kita cintai ini,” imbau Wali Nanggroe Malik Mahmud. (as/dan/hb)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved