Sulastri

Keikhlasan yang Berbuah Penghargaan

TAK pernah diduga oleh Sulastri bahwa per­juangannya selama ini dalam membangun dan mengabdi di daerah pedalaman Aceh

Editor: hasyim
zoom-inlihat foto Keikhlasan yang Berbuah Penghargaan
SERAMBI/HENDRI
Sulastri bahwa per­juangannya selama ini dalam membangun dan mengabdi di daerah pedalaman Aceh

TAK pernah diduga oleh Sulastri bahwa per­juangannya selama ini dalam membangun dan mengabdi di daerah pedalaman Aceh, tepat­nya di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Wih Ilang, Dusun Kala Wih Ilang, Kecamatan Pega­sing, Aceh Tengah, mendapatkan pengharga­an dari Menteri Agama RI.

Wanita kelahiran Aceh Tengah, 14 Juli 1982 itu, bersama empat guru lain­nya dari berbagai provinsi di Indonesia dinobatkan seba­gai kepala madrasah sekali­gus guru inspiratif atas jasa­nya dalam membangun dan mengabdi di madrasah peda­laman Aceh.

Ia pun berhak mendapat­kan penghargaan berupa uang tunai sejumlah Rp 20 juta dan sertifikat dari Men­teri Agama RI yang diwakili oleh Direktur Pendidikan dan Agama Bappenas RI, Amich Alhumami MA MEd PHd, dalam acara Ekpose Kom­petensi dan Profesionalitas Guru Madrasah 2019, di Bell Swiss Hotel, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

Sulastri yang merupa­kan alumnus Jurusan Syari­ah, STAIN Gajah Putih, Take­ngon, ini, bukanlah seorang guru Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ia hanya penyuluh non-PNS yang mengabdi di MIS Wih Ilang tersebut. Sepu­langnya dari Jakarta, ditemui oleh wartawan beberapa wak­tu lalu di Kanwil Kemenag Aceh, ia menceritakan penga­laman dan berbagai tantang­an yang dihadapinya dalam membangun MIS Wih Ilang.

Sulastri menuturkan, kon­disi Wih Ilang yang terting­gal serta kondisi masyarakat yang hidup dalam kebera­gaman membuatnya termoti­vasi untuk mendirikan mad­rasah. “Ada yang bertanya sama saya, kenapa ada se­kolah di sini di tengah hutan? Lalu saya mengatakan kalau tidak ada sekolah di sini, ba­gaimana dengan pendidikan anak-anak di sini,” jawabnya.

Awal mula didirikan pada 2013 belum ada dana BOS. Izin sekolah juga baru diurus. Maka untuk keperluan ATK seperti papan tulis dan lain­nya, dananya bersumber dari wali murid yang membayar iu­ran sekolah anak-anaknya.

“Apabila diberikan Alham­dulillah, kalau tidak ada, juga tidak apa-apa karena enggak ada paksaan. Jika tidak cu­kup, saya menanggung sendi­ri. Itu demi keikhlasan saya, saya ikhlas dunia akhirat,” tutur Sulastri.

Jalan berliku telah dilalu­inya dalam menjalankan tu­gasnya sebagai guru di mad­rasah tersebut. Kondisi ruang belajar yang jauh dari kata la­yak, kemudian  kondisi jalan menuju sekolah yang mem­prihatinkan sehingga ia sem­pat mengalami keguguran se­banyak dua kali.

MIS Wih Ilang berada di te­ngah-tengah kebun kopi. Kon­disi jalan menuju ke sekolah itu mendaki dan menurun, serta becek saat hujan. Rata-rata jarak ke sekolah yang harus dilalui oleh para mu­rid sekitar 100 meter hingga satu kilometer.

“Saya jalan kaki dan bawa anak paling kecil untuk meng­ajar. Saya masih honorer di situ meskipun saya kepa­la sekolah. Kalau anak saya tinggalkan bersama suami, kami mau makan apa. Kare­na suami saya juga bekerja di kebun. Jadi sambil meng­ajar bawalah anak-anak,” ka­tanya.

Saat ini, kondisi jalan me­nuju MIS Wih Ilang sudah ada pengerasan sejak Kakan­wil Kemenag Aceh berkun­jung ke madrasah tersebut. Karena itu, ia juga menyam­paikan terima kasih kepa­da Kakanwil Kemenag Aceh yang telah menaruh perhati­an penuh untuk membantu pembangunan madrasah di pedalaman Aceh, khususnya MIS Kala Wih Ilang.

“Saya sangat berterima ka­sih kepada Kakanwil Keme­nag Aceh, Bapak Daud Pa­keh atas jasanya untuk Kala Wih Ilang. Kalau tidak sa­lah sudah tujuh kali ke sana dan juga pernah bermalam di MIS Kala Wih Ilang,” ujar ibu dari Nasrah (5) dan Ilham­mullah (2).

Ia berharap pemerintah dapat memberikan perhati­an yang sama terhadap se­kolah-sekolah yang ada di pedalaman. Terutama, per­soalan pembangunan sara­na dan prasarana yang ha­rus merata. Selain itu, ia berharap pemerintah juga dapat membangun tempat tinggal bagi guru Wih Ilang sehingga para tenaga peng­ajar dapat tinggal di kom­plek sekolah dan aktivitas belajar mengajar dapat ber­jalan dengan baik.

Sebagai bentuk perhatian­nya terhadap MIS Kala Wih Ilang, Kanwil Kemenag Aceh juga telah merilis film doku­menter berjudul ‘Cahaya di Atas Bukit’ dan ‘Pelangi Sang Pemimpi’. Film tersebut me­ngisahkan perjuangan Sulas­tri saat mendirikan MIS Kala Wih Ilang serta pembangun­an fisik madrasah tersebut yang dilakukan oleh Kanwil Kemenag Aceh.(mawadda­tul husna)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved