15 Tahun Tsunami Aceh
Warga Berkemah di Lahan Bekas Tsunami, Mengenang Tragedi 15 Tahun Lalu yang Menerjang Desa Mereka
Tempat mereka berkemah itu dulunya merupakan kawasan tempat tinggal mereka sebelum tsunami.
Penulis: Sadul Bahri | Editor: Taufik Hidayat
Laporan Sa’dul Bahri | Aceh Barat
SERAMBINEWS.COM, MEULABOH - Masyarakat dari berbagai kalangan meramaikan zikir dan doa bersama di tenda yang sengaja didirikan di lokasi bekas yang luluhlantak diterjang tsunami di kawasan Pante Mutia, Kecamatan Arongan Lambalek, Kabupaten Aceh Barat, Kamis (26/12/2019).
Warga membangun tenda-tenda kecil di lahan bekas tsunami itu dan bermalam di sana sambil mendoakan keluarga mereka yang menjadi korban tragedi 15 tahun lalu itu.
"Kami tidak bisa melupakan tragedi tsunami yang begitu dahsyahnya, keluarga kami lenyap dan tanpa kami ketahui kemana hilangnya saat itu. Kami yang tinggal ini hanya bisa memanjatkan doa kepada mereka yang telah tiada,” ungkap Saedah (45), salah satu warga yang berkemah di Pante Mutia kepada Serambinews.com, Kamis (26/12/2019).
Beberapa warga lainnya juga menyebutkan, tempat mereka berkemah itu dulunya merupakan kawasan tempat tinggal mereka sebelum tsunami.
Pascatsunami, semua penduduk yang tersisa di Gampong Pante Mutia tersebut direlokasi ke Gampong Seneubok Tengoh, Kecamatan Arongan Lambalek.
Namun mereka masih belum bisa meninggalkan sepenuhnya desa tersebut yang merupakan tempat kelahiran mereka.
Mereka pun sengaja bermalam di lokasi ini untuk mengenang anggota keluarga, saudara dan kerabat yang hilang disapu gelombang tsunami pada 26 Desember 2004 silam.
Di bekas kampung halamannya itu, warga mendirikan tenda dari terpal, serta mendirikan dapur umum untuk seluruh warga yang berkemah satu malam di lokasi itu.
Aktivitas ini ternyata hampir setiap tahun mereka lakukan di setiap malam tanggal 26 Desember.
Warga yang berkemah kebanyakan berasal dari Desa Pante Mutia yang datang berkumpul untuk berdoa dan silaturrahim, khususnya pada setiap hari peringatan tsunami.
Mereka mencoba mengembalikan nostalgia bersama keluarga yang masih hidup dengan anak-cucu yang lahir pascatsunami.
Ini mereka lakukan untuk merawat ingatan dan memperkenalkan sejarah kepada anak-cucu mereka agar tidak melupakan tragedi yang telah merenggut banyak nyawa itu.
Di bawah tenda itu, warga melaksanakan zikir, membaca surah Yasin, khatam Alquran dan tausiah agama.
Kegiatan ini dilakukan sejak terbenam matahari tanggal 26 Desember hingga terbit matahari pagi 27 Desember.
Amatan Serambinews.com, kawasan Desa Pante Mutia yang dulunya merupakan kawasan permukiman, kini telah berubah fungsi menjadi lahan pertanian.
Warga tetap mengenang daerah itu sebagai tempat bersejarah dalam kehidupan mereka.
Di lokasi itu mereka berpisah dengan orang-orang tersayang, dan kemudian harus meninggalkan daerah itu, sebab tidak layak untuk dihuni lagi.
Seorang korban tsunami yang selamat, Ti Haji (45), dengan sedih menceritakan bahwa ayah, ibu dan adiknya meninggal saat bencana itu terjadi 15 tahun lalu.
Ia berharap lokasi tersebut tetap dikenang sebagai tempat bersejarah yang akan terus dikenang anak-cucu dan generasi mendatang. Agar mereka tetap ingat kampung halamannya, dan terus mendoakan kakek-nenek dan saudara-saudaranya yang telah tiada akibat musibah tsunami tersebut.(*)
• Foto-foto di Pameran PFI Aceh Kembali Hidupkan Memori tentang Ganasnya Tsunami
• Cut Man Dukung Plt Gubernur Aceh Beli Pesawat Terbang
• VIDEO - Masyarakat Lintas Agama Berdoa di Kuburan Massal Korban Gempa dan Tsunami Aceh