ICW Sebut Ini Tahun Paling Buruk Bagi Pemberantasan Korupsi

Indonesia Corruption Watch ( ICW) menganggap Presiden Joko Widodo ingkar janji dalam memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK)

Editor: Muhammad Hadi
(ANTARA FOTO/R REKOTOMO)
Mahasiswa dari Universitas Diponegoro (Undip) berjalan kaki sambil membawa membentangkan poster dan spanduk saat berunjuk rasa menolak UU KPK hasil revisi dan RUU KUHP, di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (24/9/2019). Unjuk rasa yang diikuti ribuan mahasiswa itu menuntut dilakukannya peninjauan kembali atas UU KPK hasil revisi ke Mahkamah Konstitusi, dukungan terhadap KPK, dan menolak rencana pengesahan RUU KUHP. 

SERAMBINEWS.COM - ICW Sebut Ini Tahun Paling Buruk Bagi Pemberantasan Korupsi

Indonesia Corruption Watch ( ICW) menganggap Presiden Joko Widodo ingkar janji dalam memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK).

Hal itu disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam paparan Catatan Agenda Pemberantasan Korupsi Tahun 2019 di kantor ICW, Jakarta, Minggu (29/12/2019).

"Kita menilai ini tahun paling buruk bagi pemberantasan korupsi, ini tahun kehancuran bagi KPK yang benar-benar disponsori langsung oleh Presiden Joko Widodo dan juga anggota DPR periode 2014-2019 dan 2019-2024 mendatang," kata Kurnia dalam paparannya.

Barang Dagangan yang Baru Dibeli Rp 750 Juta Milik Pedagang Pirak Timu Ludes, Ini Begini Ceritanya

Menurut Kurnia, ada dua catatan mengapa Jokowi dinilai ingkar janji dalam memperkuat KPK.

Pertama, proses seleksi pimpinan KPK periode 2019-2023 yang menuai sejumlah persoalan.

Persoalan itu, lanjut Kurnia, muncul di Panitia Seleksi (Pansel), proses seleksi, dan figur yang terpilih sebagai pimpinan KPK.

"Saat dibentuk Pansel, banyak tudingan ke Pansel yang kita nilai rentan dengan potensi konflik kepentingan.

Kita masih ingat tiga orang diantaranya diduga memiliki kedekatan dengan instansi kepolisian," ujar dia.

Gerhana Matahari dan Bulan Pada Tahun 2020 akan Terjadi Enam Kali, Ini Rinciannya 

Selain itu, Kurnia juga menilai Pansel ada yang bersikap ahistoris lantaran memandang KPK patut diisi aparat penegak hukum.

"Kita juga melihat proses seleksi ini tidak ada nilai integritas.

Karena figur yang lolos jadi pimpinan KPK pernah memiliki catatan masalah.

Misalnya, ada figur terduga pelanggar etik yang itu dia sekarang duduk jadi Ketua KPK," ungkapnya.

Pohon Madu Kekayaan Alam Kuala Baru, Aceh Singkil yang Hasilnya Terus Berkurang

Selain itu, Ketua KPK Firli Bahuri juga diterpa isu rangkap jabatan meski Firli mengklaim posisi Analisis Kebijakan Baharkam yang diembannya bukan suatu jabatan di institusi kepolisian.

"Sikap ini menunjukkan yang bersangkutan tidak pantas menjadi pimpinan KPK," kata dia.

Di sisi lain, Kurnia menyoroti upaya Jokowi dan DPR meloloskan pengesahan revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Ia meyakini, KPK sudah tidak seperti dulu kala ketika UU KPK hasil revisi menjadi sah berlaku per tanggal 17 Oktober 2019.

"Kita kan sedang mengajukan uji materi di MK. Dalam konteks formilnya saja bermasalah, tidak masuk dalam Prolegnas prioritas, tidak kuorum dan lain-lain.

Dari sisi materilnya apalagi KPK sendiri mencatat 26 poin krusial di UU KPK revisi mengganggu KPK di masa mendatang," paparnya.

Remaja Aceh Tamiang Wakuncar ke Langsa Pada Malam Minggu dan Kamis, Lari Saat Datang WH

Apalagi, lanjut Kurnia, kemunculan draf Peraturan Presiden tentang Organisasi dan Tata Kerja Pimpinan dan Organ Pelaksana Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi semakin berisiko menggerus independensi KPK.

"Draf itu semakin menegaskan KPK berada di rumpun eksekutif.

Memang itu diatur di UU revisi, tapi kita nilai kebijakan seperti itu bertentangan dengan United Nations Convention Against Corruption," katanya.

"Di situ ditegaskan bahwa lembaga antikorupsi itu harus independen. Justru itu dilanggar Presiden Jokowi dengan mengeluarkan draf tersebut," lanjut dia.

Sambil Telanjang dan Bawa Parang, Seorang Pria Ngamuk di Depan Masjid, Satu Polisi Terluka

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Catatan ICW: Tahun Kehancuran KPK yang Disponsori Presiden dan DPR", 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved