Revisi UUPA Belum Tentu Prioritas
Meski DPR dan DPD RI telah mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2006
* Dana Otsus Permanen Bisa Gagal
BANDA ACEH - Meski DPR dan DPD RI telah mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020-2024, namun hal itu belum menjamin bahwa revisi UUPA akan menjadi prioritas DPR.
Kekhawatiran itu diungkapkan Anggota DPRA dari Fraksi PKS, dr Purnama Setia Budi, kepada Serambi, Minggu (29/12/2019). Ia menyebutkan, total RUU yang masuk Prolegnas 2020-2024 mencapai 248 RUU. Sejauh ini, revisi UUPA sudah bisa dipastikan tidak masuk dalam prioritas pembahasan di tahun 2020.
Meski masih tersisa empat tahun lagi hingga 2024, Purnama meragukan revisi UUPA akan masuk dalam prioritas DPR jika tidak dibarengi dengan pengawalan serius dari Pemerintah Aceh, DPRA, dan Forbes DPR/DPD RI asal Aceh.
Hal ini berkaca pada Prolegnas 2015-2019, dimana dari 189 RUU yang masuk, DPR hanya mampu mengesahkan 91 RUU menjadi Undang-Undang (UU). Jumlah tersebut sudah termasuk 55 RUU kumulatif terbuka. Ini berarti hanya 36 RUU yang masuk Prolegnas 2015-2019 yang ditetapkan menjadi Undang-Undang.
Atas dasar itulah ia meragukan revisi UUPA bisa masuk menjadi prioritas DPR. Apabila itu yang terjadi, maka harapan dana Otsus permanen melalui perubahan UUPA juga terancam gagal. "Siapa yang bisa menjamin RUU perubahan UUPA bisa menjadi prioritas DPR pada tahun 2021, 2022, 2023 atau 2024? Prolegnas 2015-2019 saja, dari 189 RUU yang diusulkan, hanya 36 RUU yang disahkan?" pungkasnya.
Karena itu, lanjut politikus PKS ini, butuh kesamaan persepsi dan strategi dari semua pihak agar mampu mengawal revisi UUPA masuk dalam program prioritas DPR. Apalagi kondisi saat ini, posisi tawar Aceh tidak lagi sekuat ketika di awal-awal damai terwujud.
"Sekarang ini sangat tergantung pada kemampuan komunikasi Pemerintah Aceh dan DPR/DPD asal Aceh dengan para pihak di tingkat pusat. Komunikasi tersebut tidak hanya terbatas pada partai politik dan pemerintah pusat, tetapi juga pada aktor-aktor yang pernah terlibat dan mendukung posisi Aceh saat lahirnya UUPA Pemerintahan Aceh, di antaranya seperti Jusuf Kalla," sebut dr Purnama Setia Budi.
"Butuh energi dan konsolidasi yang lebih kuat dari semua komponen untuk memastikan proses perubahan UU PA bisa berjalan on the track," tambah dia lagi.
Seperti diketahui, Pemerintah Aceh, DPRA, bersama anggota DPR/DPD RI asal Aceh yang tergabung dalam Forbes Aceh, sepakat mengawal dan menjaga keistimewaan dan kekhususan Aceh. Kesepakatan itu tertuang dalam Nota Kesepahaman tentang Pembangunan dan Penguatan Otonomi Khusus, Keistimewaan dan Sinergisitas Pemerintahan Aceh dengan Pemerintah Republik Indonesia, yang ditandatangani di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (11/11/2019).
Dalam pertemuan itu, Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, mengatakan, salah satu yang akan diperjuangkan adalah perpanjangan Dana Otonomi Khusus Aceh secara permanen dan berkelanjutan. "Kita berharap otonomi khusus ini jadi permanen. Pembicaraan permulaan sudah dilakukan dengan Presiden Jokowi," kata Nova.
Namun, karena dana otonomi khusus tersebut menyangkut dengan undang-undang, Pemerintah Aceh juga menyatakan akan berkomunikasi dengan DPR. Secara prosedur, hal ini harus masuk Prolegnas pada 2020 atau 2021, sehingga pada tahun 2022 angka dua persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) bisa dipertahankan permanen.
DPRA Perlu Bentuk Pansus
Untuk memperkuat agenda memasukkan revisi UUPA dalam prioritas DPR RI, Anggota DPRA dari Fraksi PKS, dr Purnama Setia Budi, berjanji akan mendorong terbentuknya Panitia Khusus (Pansus) di DPRA. Menurutnya, pansus perlu dibentuk untuk memastikan agenda perubahan UUPA bisa berjalan efektif, sesuai dengan kepentingan masyarakat Aceh.
"Jangan sampai peluang perubahan UUPA justru hilang begitu saja. Atau kalaupun disetujui untuk dibahas dan disahkan oleh DPR, jangan sampai secara substansi jauh lebih buruk dari UU sebelum perubahan," jelasnya.