Wisata Kuliner di Lae Taerup, Disuguhi Lele Segar dan Secangkir Teh Air Rawa  

Rasa serta aroma lele Rawa Singkil berbeda dengan daerah lainnya. Lele Rawa Singkil dagingnya tebal, berminyak, dan manis

Editor: bakri
DOK MUSTAFA
Wisatawan menikmati lele segar bakar di hutan Rawa Singkil, Aceh Singkil, Selasa (31/12/2019). 

Berpetualang ke belantara hutan Rawa Singkil tak melulu lihat flora dan fauna langka. Wisatawan bisa menikmati kelezatan lele segar penghuni Lae Terup, sungai yang melilit hutan Rawa Singkil. Bukan hanya lele, di pondok dalam Lae Terup itu juga disuguhkan secangkir teh air rawa.

Rasa serta aroma lele Rawa Singkil berbeda dengan daerah lainnya. Lele Rawa Singkil dagingnya tebal, berminyak, dan manis. Lele itu ditangkap penduduk Desa Rantau Gedang dan Teluk Rumbia, Kecamatan Singkil yang berada di sekitar Rawa Singkil menggunakan bubu (perangkap dari anyaman bambu). Bubu itu ditenggelamkan ke dalam sungai air rawa pada sore hari. Kemudian dipanen pada pagi harinya.

Sedangkan teh merupakan perbekalan pencari lele, namun rela dibagi kepada wisatawan yang singgah. Sepanjang hari itu, Serambi berkelana bersama Mustafa dan Dragon, penduduk Rantau Gedang di hutan Rawa Singkil. Tak seperti biasanya, kami memilih melewati alur sungai yang jarang terjamah wisatawan.

Sesak tumbuhan bakung menjadi penghadang pertama. Disusul sesak tumbuhan akuatik yang memaksa kami mengeluarkan tenaga ekstra mendayung manual agar perahu bisa tetap melaju.

Petualangan tersebut benar-benar menguras tenaga. Tak heran, melewati tengah hari badan mulai bergetar karena pengaruh rasa lapar.

Mustafa sebagai nakhoda perahu pun kemudian mengarahkan ke sebuah alur sungai kecil. Setelah melewati tikungan alur sungai melebar hingga tibalah di Lawah Bacang. Ada dua pondok kayu sederhana berdampingan, namun terlihat eksotik berada di atas hamparan air sungai berwarna coklat. Sedangkan sekelilingnya tumbuh akuatik yang menaungi. Sesekali terdengar kicau burung serta suara monyet.

Asap mengepul dari pondok tersebut. Di dalamnya ada lelaki paruh baya. Ia sudah dua hari tinggal di pondok untuk mencari lele. Kahar nama lelaki itu, namun kami memanggilnya dengan sebuatan Tua. Kahar senyum sumringah menyambut kedatangan kami. Maklum selama dua hari bermalam di tengah hutan, dia tak pernah bercengkrama dengan manusia. "Permisi Tua, kami numpang istirahat. Kalau sudah ada lele, kami mau bakar untuk kawan nasi," ujar Dragon.

Mendengar itu, Kahar mempersilakan. Lantas turun ke sungai mengambil lele yang masih terperangkap dalam bubu. Dragon segera membersihkan lele untuk dibakar di bara api. Sementara Kahar menyiapkan penusuk bambu.

Sambil dua pekerjaan itu berlangsung, Kahar memanaskan air yang diambil dari Rawa Singkil. Setelah mendidih lalu menyeduh teh yang disodorkan. Teh air rawa itu sungguh menyegarkan. Menjadi penghilang dahaga ketika melewati tenggorokan. "Airnya hitam tapi bersih karena tersaring akar pohon tumbuhan rawa," papar Kahar.

Belum habis teh air Rawa Singkil, lele bakar pun telah matang. Inilah sajian istimewa yang dinanti. Bakar lele itu tanpa bumbu, hanya taburan garam. Amazing! Lele Rawa Singkil memiliki cita rasa berbeda. Minyak yang keluar dari daging lele terasa menempel di bibir. Daging lele lembut, tebal, manis serta gurih.

Dalam sekejap, lele sebesar pergelangan tangan dewasa saya ludes. Kami saling lempar pandang ketika ada seekor lagi lele tersisa. Seolah paham, anggukan kepala menjadi tanda persertujuan bagi saya untuk menghabiskan seekor lagi lele. Ingin menikmati lele di tengah hutan Rawa Singkil, jangan lupa pesan terlebih dahulu kepada para pencari. Ketika berada di hutan rawa, tidak ada patokan harga. Cukup sodorkan uang maka pencari lele akan memberikannya.(dede rosadi)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved