Nurul Novelia Fuandila, Gadis Aceh Dapat Beasiswa S3 ke Prancis

Nurul Novelia Fuandila, perempuan kelahiran Meulaboh, Aceh Barat, 25 September 1994, ini tercatat sebagai warga Ujong Fatihah, Nagan Raya

Editor: bakri
IST
Nurul Novelia Fuandila 

NAMA lengkapnya Nurul Novelia Fuandila. Perempuan kelahiran Meulaboh, Aceh Barat, 25 September 1994, ini tercatat sebagai warga Ujong Fatihah, Nagan Raya. Ia merupakan anak dari pasangan Abdul Jalil dan Nilawati. Sekarang, gadis yang akrab disapa Veli, ini sedang menempuh pendidikan program doktoral (S3) di Montpellier University, Prancis. Lulusan SMAN 4 Wira Bangsa, Meulaboh, tahun 2013, ini melanjutkan kuliah ke negara yang terkenal dengan Menara Eiffel, tersebut setelah mendapat beasiswa penuh (full funded) dari Pemerintah Prancis.

Beasiswa S3 dari yang diterima Veli selama tiga tahun sejak 2019 tersebut mencakup biaya kuliah, biaya hidup selama studi, biaya penelitian, biaya asuransi, tiket pulang pergi Indonesia-Montpellier (Prancis) sebanyak tiga kali, dan biaya pengurusan visa. Di Montpellier University,

alumni S1 dan S2 Institut Pertanian Bogor (IPB) ini mengambil jurusan Diversity and Evolution (Keanekaragaman dan Evolusi) dengan keahlian khusus (speciality) Aquaculture.

Kepada Serambi, via surat elektronik (e-mail), Jumat (10/1/2020), Veli menceritakan pengalaman dirinya hingga mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Prancis untuk melanjutkan studi program doktoral (S3) ke negara tersebut. Setelah lulus SMA, menurutnya, ia melanjutkan pendidikan ke S1 Pogram Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya IPB, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

“Saat menempuh pendidikan di IPB, saya mengambil program fastrack (program sinergi S1 dan S2) selama lima tahun. Pada April 2019, saya mendapat beasiswa penuh (full funded) dari Pemerintah Prancis untuk melanjutkan studi S3 ke negara itu dan melakukan riset kerja sama antara peneliti Prancis dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia,” ungkap anak pertama dari tiga bersaudara itu.

Awalnya, menurut Veli, ia tidak berencana untuk melanjutkan studi dalam waktu dekat karena baru saja menyelesaikan pendidikan magister pada akhir tahun 2018 dan diwisuda pada Maret 2019. Sebab, sambungnya, setelah menyelesaikan program magister, ia ingin mencari pekerjaan terlebih dulu, bukan melanjutkan studi. “Namun, pada hari wisuda S2, saya dapat informasi dari dosen pembimbing tentang ada kerja sama penelitian antara Prancis dan Indonesia di bidang budidaya perairan. Dalam mengerjakan proyek ini, peneliti kedua negara itu mencari kandidat doktor yang sebelumnya tak terikat kontrak kerja dengan perusahaan lain maupun pemerintah,” jelas Veli.

Mendapat info tersebut, sambung Veli, ada teman yang menyarankan dirinya untuk mendaftar beasiswa itu. “Tapi, saya tetap berpikir negatif. Saya keukeuh (ngotot-red) bilang kepada teman tersebut bahwa saya takkan diterima dan bahkan untuk seleksi berkas saja karena saya tak akan lulus karena tidak punya sertifikat bahasa Inggris. Karena program ini hanya mensyaratkan calon pesertanya bisa berbahasa Inggris (tak perlu dibuktikan dengan sertifikat IELTS atau TOEFL), saya menelepon dosen untuk menanyakan informasi lebih lengkap tentang beasiswa tersebut,” tandasnya.

Singkatnya, sambung Veli, atas saran dan bimbingan dosen, ia akhirnya mendaftar sebagai calon penerima beasiswa dimaksud. Pada 20 Maret 2019, kata Veli lagi, dirinya mengikuti wawancara dengan peneliti Prancis. “Dua minggu kemudian, saya dihubungi oleh peneliti tersebut dan saya dinyatakan mendapat beasiswa S3 dari Pemerintah Prancis. Beasiswa selama tiga tahun tersebut  mencakup biaya kuliah, biaya hidup selama studi, biaya penelitian, biaya asuransi, tiket pulang pergi Indonesia-Montpellier (Prancis) sebanyak tiga kali dan biaya pengurusan visa. Alhamdulilah, saya benar-benar tak menyangka bisa melanjutkan studi langsung dari S1 hingga S3 tanpa jeda. Jadi, bisa dibilang saya menjadi mahasiswa dari tahun 2013 sampai 2022 nanti, Insya Allah,” ucapnya penuh syukur.

Pada 13 Desember 2019, menurut Veli, dirinya berangkat menuju Prancis seorang diri. Padahal, sebelumnya ia tak pernah ke luar negeri kecuali Malaysia hanya untuk transit beberapa jam. “Awalnya saya sangat takut tidak bisa menjalani studi dengan baik, takut bertemu orang jahat, dan takut tidak disambut dengan ramah karena saya berkerudung. Tapi, setelah menjalaninya termyata sangat berbeda. Saya justru cukup tertarik tentang semua hal baru yang saya alami. Apalagi, masyarakat di sini sangat ramah terhadap mahasiswa asing,” jelas Nurul Novelia tentang kesan pertamanya kuliah di Prancis.

Selama di Prancis, sambung Veli, dirinya tak hanya belajar untuk menambah hardskill di bidang ilmu pengetahuan saja. Tapi, juga menambah softskill seperti belajar menghargai orang lain dan menghormati perbedaan yang cakupannya jauh lebih luas dibanding di Indonesia. “Apapun hal baik yang saya dapatkan saat ini adalah kemudahan yang Allah berikan kepada saya dan saya sangat bersyukur. Dukungan dari kedua orang tua saya sangat terasa. Meski orang tua saya tidak merasakan bangku kuliah, tapi beliau berhasil menguliahkan saya hingga sudah menyelesaikan program magister dengan biaya sendiri,” pungkas Nurul Novelia Fuandila. (jamaluddin)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved