Gadis Aceh Hilang di Malaysia
7 Fakta Gadis Aceh Dijual di Malaysia, Berprilaku Santun Kirim Kabar Sambil Menangis Ingin Pulang
Tanpa surat dan kabar berita membuat keluarga di kampung halaman sang gadis gundah gulana. Diduga kuat Syafridawati adalah korban sindikat perdaganga
Penulis: Ansari Hasyim | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Syafridawati, gadis asal Aceh Utara dilaporkan hilang di Malaysia sejak 2015.
Cerita bermula saat ia diajak seseorang bernama Mutia untuk bekerja di negeri jiran itu.
Tapi ironis, sejak kepergiaannya Syafridawati hilang bagai di telan bumi.
Tanpa surat dan kabar berita membuat keluarga di kampung halaman sang gadis gundah gulana.
Diduga kuat Syafridawati adalah korban sindikat perdagangan manusia (human trafficking).
Berikut 7 fakta tentang Syafridawati yang diduga menjadi korban perdagangan manusia di Malaysia.
1. Dirayu hingga tiga kali
Cerita bermula saat Mutia, orang kampungnya datang ke rumah meminta izin untuk membawa Syafridawati guna dipekerjakan di negeri seberang.
Mutia tiga kali merayu Nurdin dan putrinya agar ikut bersamanya ke Malaysia kala itu.
Awalnya Nurdin tak mau dan tak memberi izin.
“Phon dijak dilake, han loen bi. (Pertama dia datang minta, tapi tak saya kasih),” kata Nurdin ayah Syafridawati saat melaporkan kasus itu ke Polda Aceh, Senin (13/1/2020).
Beberapa saat setelah itu, Mutia kembali membujuk, dia kembali datang ke rumah meminta Syafridawati untuk dibawa ke Malaysia.
Lagi-lagi Nurdin tetap tidak setuju dan tak mengizinkan anaknya dibawa ke sana.
“Lheuh nyan dijak lom ngon lakoe jih. Dipeugah na gaji lhee juta, tiep buleun jeut dikirem keu loen limong reutoh ribee. Saket diba u rumoh saket, meunyoe han ek dikerja dipewoe u gampong," kata Nurdin, ayah dalam bahasa Aceh.
Artinya, setelah itu dia pergi lagi dengan suaminya. Katanya ada gaji tiga juta, setiap bulan dikirim lima ratus ribu. Kalau sakit dia dibawa ke rumah sakit, kalau tidak mau kerja bisa dibawa pulang ke kampung.
Karena terbujuk rayu, yakin dan percaya, konon lagi Mutia satu kampung, akhirnya Nurdin pun mengizinkan anaknya diboyong ke Malaysia.
Setibanya di Malaysia, Syafridawati sempat memberi kabar bahwa dia sudah sampai.
Setelah itu lama anaknya itu tak pernah menghubungi keluarganya di kampung.
2. Terakhir berkomuniksi tahun 2016, korban menangis minta pulang tapi tak punya uang
Syafridawati pernah berkomunikasi dengan keluarga terkahir kali pada tahun 2016, sebelum dinyatakan hilang.
“Na ditalipun thon 2016 sige, lheuh nyan thon 2017 sige. Watee ditalipun dikliek, dipeugah keuneuk woe tapi hana peng, nyan keuh nyan sagai lheuh nyan hana tom lee," kata Nurdin lagi.
Artinya, pernah dia telepon tahun 2016 sekali, kemudian 2017 sekali. Dia nangis, katanya mau pulang tapi tidak ada uang. Cuma itu dia hubungi setelahnya tak pernah lagi.
Hari berganti hingga tahun pun berganti, Syafridawati tak pernah lagi memberi kabar.
3. Sosok gadis yang santun
Nurdin juga menceritakan, bahwa Syafridawati adalah perempuan yang santun.
“Jih chit cukop get ureung. Pat diyue duek inan diduek, peu yang dipeugah dideungo dan tanggong jaweub. Dari awai loen chit hana izin jih dijak, man ka rhoh loen bi izin. (Dia baik. Anaknya penurut dan tanggung jawab. Sejak awal saya memang nggak kasih izin, tapi mau bagaimana lagi),” ujarnya.
4. Lima tahun berpisah tanpa kabar
Nurdin (70) tak sanggup membendung kesedihan saat mengingat sosok anaknya, Syafridawati (27) yang kini tak diketahui rimbanya di Malaysia.
Sejak pergi 2015 silam ke negeri seberang, putri bungusnya itu tak pernah pulang, hinggi kini ia pun hilang entah ke mana tak pernah memberi kabar kepada keluarga.
Nurdin begitu rindu kepada Syafridawati, hampir lima tahun mereka berpisah.
Sejak memutuskan berangkat ke Malaysia pada 18 Agustus 2015 silam, hanya dua kali Syafridawati menelepon, tahun 2016 sekali tahun 2017 sekali.
Setelah itu, gadis kelahiran 25 Maret 1993 itu tak pernah lagi menghubungi, bahkan kini Nurdin tak mengetahui keberadaannya.
Tak pernah terbayang di benak Nurdin, anak kesayangannya itu hilang dan tak memberi kabar.
5. Berharap menjadi tulang punggung keluarga
Dulu, saat ia mengikhlaskan Syafridawati pergi merantau ke negeri seberang, Nurdin berharap Syafridawati bisa membantu kehidupan keluarga.
Namun apa daya, uang pun tak pernah dikirim, Syafridawati pun kini menghilang.
Air mata Nurdin berderai, matanya sembab. Berulang kali ia menyeka air mata yang berlinang di pipinya.
Suara Nurdin pun terbata-bata saat menjawab pertanyaan awak media di sela-sela dirinya membuat laporan dugaan human trafficking terhadap anaknya di Polda Aceh, Senin (13/1/2020).
6. YARA Menduga Syafridawati korban perdagangan manusia
Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin SH mengatakan, Syafridawati, yang hilang di Malaysia diduga menjadi korban human trafiicking.
Gadis yang diduga menjadi korban perdagangan manusia ini berasal dari Gampong Krueng Lingka, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara.
Ketua YARA Safaruddin menyampaikan hal ini saat mendampingi Nurdin (70) ayah Syafridawati membuat laporan ke Polda Aceh, Banda Aceh, Senin (13/1/2020).
“Setelah kita kroscek ke sana, kesimpulan saya (Syafridawati) ini menjadi korban perdagangan manusia,” kata Safaruddin.
Bersama tim, Safaruddin mengawal dan mendampingi proses pelaporan hingga proses BAP awal terhadap Nurdin oleh petugas di Polda Aceh.
7. Dijanjikan gaji 3 juta
Pada tahun 2015, kata Safaruddin, Mutia datang berulang kali ke rumah Nurdin meminta Syafridawati anaknya dibawa ke Malaysia untuk dipekerjakan.
"Datang pertama minta, tapi Pak Nurdin nggak kasih, datang kedua minta lagi, Pak Nurdin tetap nggak kasih juga.
Kemudian datang ketiga kali, si Mutia ini bawa suaminya, katanya nanti akan ada gaji tiga juta sebulan dan akan sering mengirim uang ke Aceh," kata Safaruddin.
Akhirnya karena sudah ada jaminan dan cukup meyakinkan, Nurdin mengikhlaskan putrinya untuk berangkat ke Malaysia bersama Mutia.
"Pada tanggal 18 Agustus 2015, berangkat orang ini, paspor sudah diurus sama Mutia. Syafridawati dijemput pakek mobil lalu mereka berangkat," kata Safaruddin.
Setelah sampai di Malaysia, Syafridawati sempat memberi kabar bahwa dirinya telah sampai di Malaysia.
"Kemudian lama tak ada kabar, pas puasa 2016 dia telepon sekali pakek nomor Malaysia bahwa dia di sana kerja tapi nggak ada uang karena tidak digaji. Syafridawati menangis, tapi dia tidak bilang kerja di mana," kata Safaruddin.
Lama tak memberi kabar, setahun kemudian Syafridawati kembali menelepon.
Dia kembali memberitahu kepada keluarganya di Gampong Krueng Lingka, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara, bahwa ia tidak ada uang untuk pulang ke Aceh.(*)