Berita Subulussalam
Mahasiswa Subulussalam Datangi BPN Wilayah Aceh, Minta Hentikan Aktivitas PT Laot Bangko
Ia meminta BPN Wilayah Aceh segera menghentikan aktivitas perusahaan Laot Bangka di Subulussalam.
Penulis: Khalidin | Editor: Mursal Ismail
Ia meminta BPN Wilayah Aceh segera menghentikan aktivitas perusahaan Laot Bangka di Subulussalam.
Laporan Khalidin I Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSALAM – Aksi penolakan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Laot Bangko di Subulussalam hingga kini masih terjadi di kalangan masyarakat termasuk mahasiswa.
Terkini, Koordinator atau Ketua Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Sada Kata (AMM_SAKA), Muzir Maha dan rekan-rekannya mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Wilayah Aceh.
Kedatangan mereka pada Hari Selasa (14/1/2020) sore, untuk meminta BPN Wilayah Aceh segera menghentikan aktivitas perusahaan Laot Bangko di Subulussalam.
Muzir menyampaikan hal ini dalam siaran pers kepada Serambinews.com, Rabu (15/1/2020).
Muzir yang telah berjuang selama hampir setahun menolak perizinan PT Laot Bangko menyatakan hingga kini masih mempersoalkan izin perpanjangan HGU PT Laot Bangko.
• UPTD Lampulo Uji Coba Ponton Baru, Keruk Kolam Dermaga Dangkal
• Pria Ini Bacok Ayah Kandung hingga Tewas, Lalu Teriak Histeris Setannya Sudah Aku Bunuh
• Bermodus Pura-pura Pindah Agama, Pria Ini Tipu dan Kuras Harta Ustaz untuk Mabuk-mabukan
Dia menilai batas izin HGU telah habis, sehingga harus dihentikan.
”Kami menilai jika izin PT Laot Bangko sudah habis, maka sejatinya aktivitas mereka juga dihentikan,” kata Muzir
Muzir bersama rekannya yang datang ke BPN Aceh membawa permohonan pemberhentian aktivitas perusahaan PT Laot Bangko serta beberapa poin tuntutan yang dibubuhkan.
Permohonan penghentian izin HGU PT Laot Bangko ini sesuai SK Menteri ATR 18 Desember 1989.
Masa Hak Guna Usaha (HGU) PT Laot Bangko berakhir pada tanggal 31 Desember 2019 lalu.
Sampai saat ini kata, Muzir mengingat proses perizinan yang dilakukan PT Laot Bangko belum juga keluar, maka Muzir selaku aktivis mahasiswa dan masyarakat menyurati BPN Aceh.
Mereka meminta agar PT Laot Bangko memberhentikan segala aktivitas sebelum izin perusahaan tersebut keluar.
Di sisi lain, Muzir menilai Pemerintah Subulussalam lamban dan plin-plan dalam mengambil sikap terkait diperpanjang atau tidaknya HGU perusahaan perkebunan tersebut.
Muzir pun meminta dalam proses izin perpanjangan HGU PT Laot Bangko tersebut, agar tidak ada pihak yang ingin mencari kepentingan dan keuntungan secara pribadi maupun kelompok dengan mengorbankan masyarakat.
Ini disampaikan Muzir karena dia menilai jika tanggung jawab sosial perusahaan tersebut untuk masyarakat belum juga dipenuhi.
Sebelumnya, Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Sada Kata (AMM_SAKA) Muzir Maha, juga mendatangi kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (ATR/BPN RI) di Kebayoran, Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2019).
Muzir yang selama ini aktif mengkritisi rencana perpanjangan izin HGU PT Laot Bangko menolak keras keberadaan perusahaan tersebut lantaran berbagai alasan.
Bahkan, ia ke Jakarta dalam rangka melaporkan perusahaan yang puluhan tahun hanya menggarap seperempat lahan dari luasan izin yang diberikan pemerintah itu.
Menurut Muzir, kedatangannya ke Kementerian Agriaria dan Tata Ruang maupun pertanahan RI untuk melaporkan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Laot Bangko.
Muzir meminta dua instansi tersebut tidak mengeluarkan izin perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU).
Muzir beralasan ada sederet persoalan, baik secara admistrasi maupun dari segi tanggungjawab sosial yang membelit PT Bangko.
"Saya baru saja melaporkan PT Laot Bangko.
Saya menghadap langsung dan diterima Humas Kementerian ATR Bagian Pelaporan Masyarakat dan Sengketa," ujar Muzir dalam siaran persnya kepada Serambinews.com
Muzir mangatakan laporan itu akan segera ditindak lanjuti sebelum izin HGU tersebut habis pada 31 Desember 2019.
Dalam perbincangan itu juga, pihak humas mengatakan pengaduan tersebut akan langsung disampaikan ke Menteri ATR/BPN RI dan biasanya akan dijadwalkan pertemuan dengan pihak pelapor.
Menurut Muzir, kedatangannya ke Jakarta merupakan bentuk keseriusan dalam memperjuangkan hak masyarakat.
"Kami dalam hal ini kita tidak sedang dalam bermain-main, meskipun pemerintah Kota Subulussalam terkesan tertutup dalam persoalan perpanjangan HGU PT Laot Bangko ini.
Tetapi kami memiliki dokumen dan bukti yang cukup," tegas pemuda asal Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat ini.
PT Laot Bangko adalah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit di tiga kecamatan, yakni Sultan Daulat, Simpang Kiri, dan Penanggalan.
Sesuai data, masa izin HGU perusahaan ini akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2019.
Sebelumnya, aktivis mahasiswa asal Subulussalam Muzirul Qadhi, juga mendesak Pemko Subulussalam tidak memperpanjang izin HGU perkebunan kelapa sawit PT Laot Bangko.
Pasalnya, mereka menilai selama ini selama ini pihak perusahaan itu menelantarkan sebagian besar lahan terkait hingga puluhan tahun.
Muzirul Qadhi mengulas Laot Bangko yang bergelut di bidang perkebunan kelapa sawit memiliki lahan seluas HGU 6.818 hektare.
Hal ini sesuai putusan SK Menteri ATR 18/HGU/1989 sejak 29 Desember 1989.
Namun, kata Muzir, selama ini lahan seluas itu hanya sebagian kecil digarap secara maksimal.
Sementara sebagian besar lainnya telantar menjadi hutan hingga puluhan tahun.
Nah, Muzir meminta agar izin HGU yang akan berakhir 31 Desember 2019 mendatang tak diperpanjang.
Muzir menambahkan, ada sederet alasan yang dikemukakan sebagai dasar penolakan perpanjangan izin HGU PT Laot Bangko.
Antara lain, selama 30 tahun berdiri perusahaan tersebut telah beberapa kali gonta ganti pemilik dan perkebunan kelapa sawit tersebut terlantar diselimuti semak belukar.
Masalahnya, kata Muzir yang mengherankan mengapa HGU tersebut tidak dikembalikan kepada negara.
”Makanya kurang lebih lima bulan lagi masa izin HGU PT Laot Bangko akan habis. Jadi wali kota sebaiknya tidak menerbitkan rekomendasi perpanjangangan,” ujar Muzir
Meski sebenarnya dalam Peraturan Menteri Nomor 40 tahun 1996 mengenai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah Pasal 10 Ayat 1 menyatakan, permohonan perpanjangan jangka waktu HGU atau pembaharuan dilakukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGU tersebut. (*)