Ketua Panwaslu Dipecat
Edi Suhendri Dipecat Karena Kasus Mesum, Ketua Panwaslu Subulusalam kini Dijabat Syahrianto Lembong
Asni juga mengakui telah melakukan hubungan badan dengan Edi sebanyak dua kali di rumah J pada 20 dan 25 April 2019.
Penulis: Khalidin | Editor: Taufik Hidayat
Laporan Khalidin I Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM - M Syahrianto Lembong terpilih menjadi Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Subulussalam, menggantikan Edi Suhendri yang diberhentikan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena melanggar kode etik.
”Hasil rapat pleno, saya terpilih jadi ketua Panwaslu Subulussalam,” kata Syahrianto saat dikonfirmasi Serambinews.com, Kamis (30/1/2020).
Syahrianto mengatakan dia terpilih menjadi ketua dalam rapat pleno dengan rekannya komisioner di Panwaslu Subulussalam.
Rapat pleno digelar Kamis (23/1/2020) lalu pukul 10.00 WIB beberapa saat sebelum sidang pembacaan putusan DKPP RI di Jakarta.
Sejauh ini, jumlah komisioner Panwaslu Kota Subulussalam tinggal dua orang masing-masing M Syahrianto dan Tepat Silalahi.
Ketika ditanyai mengenai surat pemberhentian Edi Suhendri dari jabatannya sebagai ketua merangkap anggota Panwaslu Subulussalam, Syahrianto mengaku sampai sekarang belum mereka terima.
Sejatinya, surat pemberhentian dari Panwaslu Aceh itu tujuh hari setelah pembacaan putusan sidang DKPP dan hari ini merupakan batas waktunya.
“Sampai sekarang surat pemberhentian dari Panwaslu Aceh belum kami terima,” terang Syahrianto
Seperti diberitiakan sepekan lalu, Edi Suhendri selaku Ketua Nonaktif Panwaslu Subulussalam telah diberhentikan tetap oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas perkara pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP).
Pemberhentian itu diputuskan dalam sidang pembacaan putusan DKPP RI, Rabu (22/1/2022) siang ini Ruang Sidang DKPP, Lantai 5, Jl. M.H. Thamrin, No. 14, Jakarta.
Sementara kasusnya yang juga bergulir di Mahkamah Syar’iah Subulussalam hingga kini belum inkrah. Sebab, kuasa hukum Edi Suhendri masih melakukan upaya banding ke pengadilan Tinggi Banda Aceh.
Hal serupa juga dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Subulussalam. ”Terdakwa banding, JPU juga banding. Ini hak mereka dan banyak juga kasus-kasus seperti ini yang terdakwanya banding,” kata Ketua Mahkamah Syar’iyah Subulusalam, Aman SAg kepada Serambinews.com
Sedangkan untuk perkara pelanggaran kode etik di DKPP RI telah diputus resmi dengan vonis pemberhentian tetap alias dipecat. Proses pemecatan ini diperintahkan majelis hakim paling lambat 7 hari sejak putusan dibacakan.
Kini, anggota Panwaslu Subulussalam tinggal dua orang masing-masing Syahrianto Lembong selaku Plh Ketua dan rekannya Tepat Silalahi.
Sebenarnya, sejak Edi Suhendri tersandung hukum dan ditahan September lalu, anggota Panwaslu Subulussalam hanya dua orang. Namun proses PAW belum dilaksanakan lantaran menunggu proses persidangan di dua lembaga berlangsung.
Syahrianto menyatakan selaku koleganya mereka turut terpukul atas apa yang menimpa rekan seprofesinya.
Namun, kata Syahrianto, mereka tentunya tidak bisa berbuat banyak karena hal itu merupakan perbuatan personal dan sesuai fakta hukum berlaku selaku penyelenggara pemilu.
"Kami tentu berduka karena bagaimanapun beliau (Edi Suhendri-red) adalah rekan kami tapi mau bagaimana, ini adalah peraturan,” ujar Syahrianto
Menyusul putusan tersebut, kata Syahrianto mereka akan segera mengambil sikap dengan melakukan rapat pleno guna memilih ketua baru Panwaslu Subulussalam yang definitif.
Sejatinya, kata Syahrianto pemilihan ketua Panwaslu Subulussalam dapat dilakukan sejak Edi Suhendri ditahan beberapa waktu lalu.
Namun mereka tidak melakukan demi menjaga perasaan sang koleganya itu. Sedangkan untuk proses Pergantian Antar Waktu (PAW) Syahrianto menyatakan bukan kewenangan mereka tapi Bawaslu RI atau Bawaslu Aceh.
Seperti diberitakan teradu perkara pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP), Edi Suhendri resmi diberhentikan tetap dari jabatannya sebagai Ketua dan anggota Panwaslu Subulussalam oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Pemberhentian itu diputuskan dalam sidang pembacaan putusan DKPP RI, Rabu (22/1/2022) siang ini Ruang Sidang DKPP, Lantai 5, Jl. M.H. Thamrin, No. 14, Jakarta.
Sidang yang dipimpin Plt. Ketua DKPP, Prof. Muhammad selaku hakim ketua merangkap anggota dan dibantu tiga anggota disiarkan secara langsung via akun media sosial (medsos) facebook resmi milik DKPP RI.
“Majelis hakim menyatakan apa yang dilakukan teradu tidak dibenarkan secara hukum dan etika. Teradu dinilai terbukti melanggar norma etika dengan memanfaatkan relasi sebagai penyelenggara Pemilu. Karenanya, teradu dianggap terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman prilaku penyelenggara pemilu. Majelis hakim tidak menerima argument teradu yang berdalih jika perbuatannya hanya iseng. Justru alasan iseng menguatkan adanya muslihat antara teradu dengan Asni Padang," demikian pandangan hakim.
Apalagi sesuai keterangan saksi Asni Padang yang mengaku telah melakukan percakapan bersama teradu melalui wassapp maupun messenger dengan nada romantis.
Selain itu atas pengakuan Asni Padang dan teradu bahwa pada Maret lalu, teradu mendatangi saksi Asni Padang di tokonya (toko Asni Padang). Lalu di sana, teradu mengajak Asni padang ke bagian belakang toko lalu keduanya saling bercumbu.
Selain itu, Asni juga mengakui telah melakukan hubungan badan dengan teradu sebanyak dua kali di rumah J pada 20 dan 25 April 2019.
Hal ini dibenarkan saksi J. Pengakuan saksi J dan Asni Padang telah membuktikan teradu melanggar etika dan norma penyelenggara pemilu.
"Teradu memanfaatkan relasi sebagai pengawas pemilu dengan Asni Padang yang tak lain istri salah satu calon anggota DPRK Subulussalam pemilu 2019,” demikian paparan Majelis Hakim DKPP RI.
Mahkamah Syariah Kota Subulussalam juga sudah menjatuhkan hukuman sebanyak 30 kali cambuk terhadap dua terdakwa masing-masing mantan Ketua Panwaslu Subulussalam dan istri mantan anggota DPRK setempat dalam sidang putusan yang berlangsung, Kamis (16/1/2020) lalu di ruang sidang Mahkamah Syariah Subulussalam.
Keduanya divonis 30 cambuk atas kasus chat mesum yang dibongkar H Ajo Irawan, mantan anggota DPRK Subulussalam.
H Ajo Irawan, suami Asni sebagai pelapor mengaku kecewa putusan Majelis Hakim Mahkamah Syariah yang memvonis jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Kendati demikian, H Ajo Irawan yang merupakan mantan anggota DPRK Subulussalam periode 2014 - 2019 menerima putusan tersebut. "Jaksa menuntut 100 kali cambuk sementara hakim hanya memvonis 30 kali cambuk," cetus Ajo Irawan.(*)
• Live Streaming LIDA 2020 Top 70 di Indosiar, Cut Mutiara Tairas dari Aceh Tampil Perdana Malam Ini
• VIDEO - Warga Palestina Tolak Rencana Perdamaian Timur Tengah ala Donald Trump
• Dua Honorer RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Divonis 2 Tahun Penjara, Terkait Kasus Ini
• Sungai Tiro Berubah Hitam, Ikan Mati dan Gatal-Gatal
• HAkA dan YEL Bahas Isu Lingkungan Termasuk Tutupan Hutan Aceh Terus Menyusut, Ini Sisa Tutupan Hutan