Opini

Menjelaskan Terminologi "Jahiliyah"  

Memang ada alasan untuk itu. Ungkapan "Al-Jahiliah Al-`Ula (Jahiliah awal), dalam Alquran (QS 33 : 33) memberi kesan adanya

Editor: bakri
Dr. Munawar. A. Djalil, MA, Pegiat Dakwah dan PNS Pemerintah Aceh, Tinggal di Blang Beringin, Cot Masjid, Banda Aceh 

Oleh Dr. Munawar. A. Djalil, MA, Pegiat Dakwah dan PNS Pemerintah Aceh, Tinggal di Blang Beringin, Cot Masjid, Banda Aceh

Selama ribuan tahun sejak wafat Rasul, ulama menafsirkan jahiliah itu sebagai zaman kebodohan. Memang ada alasan untuk itu. Ungkapan "Al-Jahiliah Al-`Ula (Jahiliah awal), dalam Alquran (QS 33 : 33) memberi kesan adanya kata "zaman". Kebanyakan menyebutnya sebagai masa sejak diciptakannya Adam As sampai Nabi Nuh.

Ada juga yang menyebutkan antara masa Nabi Isa dengan Nabi Muhammad SAW. Selama itu pula, kitab suci yang dibawa Nabi Isa As tidak mungkin dikenali lagi ajaran aslinya. Berbagai tangan telah menuliskan buah pikirannya, terutama sekali warna paganisme yang dicoretkan Paulus.

Di masa yang sama, agama di Persia malahan mengalami dekadensi. Raja-raja Khosru mengklaim mereka memiliki darah ilahi. Rakyat membayar pajak kepada raja sekaligus menyembah sambil menyanyi lagu pujian dan bersumpah tidak akan berbuat maksiat.

Ajaran Mazdak dalam agama Persia mengatakan bahwa mereka manusia berasal dari satu nenek moyang. Maka harta dan wanita pun adalah milik bersama. Dengan dukungan raja mereka berpesta pora dan bertingkah seakan mereka tidak memiliki apapun selain seks.

Kalau jahiliyah ditafsirkan ulama sebagai masa antara Nabi Isa dengan kedatangan Nabi Muhammad SAW, maka jahiliah diartikan sebagai kebodohan dan lawannya adalah ilmu atau pengetahuan. Dengan begitu, maka arti kata "jahiliah" adalah belum mengetahui adanya Islam dan Islam berarti pengetahuan tauhid.

Ini memang berisi semangat waktu, ketika Islam datang yang menjadi masalah utama adalah mengabarkan, memberitahu, menyiarkan Islam di kalangan orang sekitar.

Lalu bagaimana dengan kita yang mendapatkan diri di tengah Islam dan sudah tahu dengan ajarannya? Pengertian itu lebih menjuruskan kita pada pemahaman secara formal, menekankan jumlah yang tahu tauhid dan memberi kesan yang terlalu mementingkan formalitas, bagian kulit luar dari sebuah ajaran spritual.

Terminologi jahiliah yang dimaksud Rasul tidak ada sangkut pautnya dengan kata "zaman" atau "periode". Kalau kedatangan Islam itu memberantas kebiasaan jahiliah, itu tidak lantas berarti bahwa babakan sejarah menjadi "jahiliah" dan "zaman Islam" sehingga implikasinya adalah bahwa "jahiliah" adalah periode yang telah lewat, sudah kedaluwarsa, sudah mati dikubur ajaran Islam.

Pemahaman yang menyamakan "jahiliah" sebagai zaman kebodohan (ignorance), mungkin suatu usaha untuk ikut membonceng pengertian agama Kristen bahwa jahiliah itu adalah "zaman sebelum datangnya Nabi". Seperti yang tercantum dalam kitab Injil.

Jahiliah itu benar-benar lepas dari pengertian zaman atau periode, ini jelas terlihat dari kutipan ayat Alquran: "Ketika orang kafir membangkitkan dalam hatinya kesombongan-kesombongan jahiliah, maka Allah menurunkan ketenangan atas Rasul dan mereka yang beriman dan mewajibkan mereka menahan diri, dan mereka memang berkah dan patut memilikinya. Dan Allah sadar akan segalanya. (QS 48: 26).

Juga di bagian lain (Qs 3: 148 dan 154), jelas mempertentangkan jahiliah dengan ketenangan (sakinah), sifat menahan diri, dan takwa.

Ignaz Goldziher dalam penelitiannya yang mengesankan berusaha membuktikan bahwa akar kata jahiliah pada dasarnya berarti seperti itu dan berkesimpulan bahwa dalam kebudayaan dan kesusastraan jahiliah di mana ia menemukan sejumlah kata "jhl" arti pokok dari kata itu bukanlah lawan dari kata "ilm" (kepintaran) melainkan "hilm" yang artinya sifat menahan diri sebagaimana yang termaktub dalam Alquran.

Maka perwujudan sifat jahiliah itu adalah antara lain rasa kecongkakan suku, semangat balas dendam yang tidak berkesudahan, semangat kasar dan kejam yang keluar dari sikap nafsu tidak terkendali dan perbuatan yang bertentangan dengan takwa. Ini bisa saja terjadi dalam zaman setelah kedatangan Islam dan keluar dari pribadi seorang Muslim.

Sebagai ilustrasi kita teliti tanggapan Rasul dalam peristiwa Khalid bin Walid yang terjadi sekitar pertengahan Januari 630 M, dalam penaklukan kota Mekkah. Ibnu Ishaq bercerita: Rasul mengirim pasukan ke daerah sekitar Mekkah untuk mengajak mereka ke dalam Islam.

Beliau tidak memerintahkan mereka bertempur. Di antara yang dikirim adalah Khalid bin Walid yang diperintahkannya di kawasan datar sekitar perbukitan Mekkah sebagai misionaris Islam. Rasul tidak memerintahkan dia untuk bertempur.

Mulanya Klan Jadzimah, penghuni wilayah itu ragu, tetapi Khalid mengatakan: "Letakkan senjata, karena setiap orang telah menerima Islam".

Seorang anggota suku itu berkata: "Apakah Anda akan menumpahkan darah kami? Semua telah memeluk Islam dan meletakkan senjata. Perang telah usai dan semua orang aman.

Begitu mereka melatakkan senjata, Khalid memerintahkan tangan mereka diikat ke belakang dan memancung leher mereka dengan pedangnnya sampai sejumlah orang mati. Ketika berita ini sampai ke Rasul, ia menyuruh Ali ke sana dan menyelidiki hal itu dan memerintahkan agar menghapus semua praktek jahiliah.

Abdurrahman Bin Auf mengatakan kepada Khalid, Anda telah melakukan jahiliah dalam Islam. Kisah lain di mana Muhammad SAW menerapkan istilah ini pada penghasut fitnah, memperkuat pengertian ini.

Suatu hari di Madinah, 20 tahun setelah kedatangan Islam, kaum Muslim dari klan Aws dan Khazraj sedang berkumpul, lalu datang seorang tua, Syas bin Qais, menyuruh seorang pemuda Yahudi agar membacakan syair yang digubah dulu, ketika kedua klan ini sedang saling menjegal dalam perang Bu'ats.

Pertempuran nyaris terjadi lagi, seorang bergegas melapor kepada Rasul yang datang bersama Muhajirin ke tempat itu dan menginsafkan mereka. Rasul mengatakan: "Hai kaum Muslim, ingatlah Allah, apakah kalian akan bertingkah laku bagi orang jahiliah sementara saya berada di tengah kalian, setelah Allah membimbing kalian ke Islam dan menghormati kalian serta menarik garis dengan jahiliah dan menjadikan kalian bersahabat satu sama lain."

Dari keterangan di atas jelas bahwa terminologi jahiliyah lebih merupakan sebuah sikap kejiwaan yang tetap ada sampai zaman Islam, bersembunyi dalam hati setiap orang, setiap saat siap mewujudkan diri dalam perbuatan yang mengikuti hawa nafsu dan telah sejak pertama dipandang Rasul sebagai hal yang berbahaya.

Sikap jahiliyah itu tidak mati dengan kedatangan Islam, karena ia memiliki pengertian yang dinamik dan universal. Dalam arti ada terpendam dalam sanubari setiap orang sejak zaman dulu, suatu tantangan abadi yang sejak awal ingin dibasmi Islam.

Dari sini kita bisa melihat bagaimana praktek jahiliah ini memuncak sepeninggal Rasul. Allahu alam.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved