Mahasiswa Kecelakaan di Subulussalam

Wahyu, Mahasiswa yang Meninggal Kecelakaan Ternyata Adik Ipar Anggota DPRA Iskandar Usman Alfarlaky

Jenazah almarhum Wahyu diberangkatkan ke rumah duka di Peureulak Aceh Timur dengan mobil ambulans RSUD Subulussalam sekitar pukul 15.30 WIB.

Penulis: Khalidin | Editor: Taufik Hidayat
Dok Satlantas Polres Subulussalam
Kondisi mobil jenis Toyota Avanza nomor polisi BL 1847 JL mengalami kecelakaan, Selasa (25/2/2020) di jalan nasional, Dusun Rikit, Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam. 

Laporan Khalidin | Subulussalam

SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM - Wahyu Ziahul Haq (22) Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh yang meninggal dunia  Selasa (25/2/2020) siang tadi dalam kecelakaan lalulintas di Jalan Nasional Dusun Rikit, Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam merupakan adik ipar anggota DPR Aceh Iskandar Usman Alfarlaky.

”Dia ke Singkil dalam rangka misi kemanusiaan,” kata Iskandar dalam percakapan telepon dengan Serambinews.com

Iskandar pun menyebutkan nama lengkap sang adik ipar. Dia bernama Wahyu Ziahul Haq, Ketua BEM Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Menurut Iskandar, almarhum berangkat dari Banda Aceh dalam misi kemanusian mengantar bantuan kebakaran ke Desa Ujung, Kecamatan Singkil, Aceh Singkil.

Namun naas belum tiba ke lokasi kebakaran mobil almarhum mengalami kecelakaan di Kota Subulussalam.

Kala itu Iskandar yang juga mantan wartawan Serambi Indonesia meminta bantuan untuk proses pemulangan ke Peureulak Aceh Timur via Medan.

Jenazah almarhum Wahyu diberangkatkan ke rumah duka di Peureulak Aceh Timur dengan mobil ambulans Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Subulussalam sekitar pukul 15.30 WIB.

Jenazah almarhum dibawa dengan Ambulance didampingi rekannya Misbahul Muzi via Medan, Sumatera Utara.

Sementara rekan korban lainnya berangkat dengan mobil Toyota Innova BL 295 AB didampingi dua warga Subulussalam.

Sebelum ke Peureulak Aceh Timur, rombongan mahasiswa ini bertemu dengan Wakil Bupati Aceh Singkil Sazali dan sekda Azmi serta camat dan rombongan di sekitar RSUD Subulussalam.

Para mahasiswa menyerahkan bantuan mereka kepada Wakil Bupati Aceh Singkil untuk diteruskan ke korban kebakaran di Desa Ujung, Kecamatan Singkil, Aceh Singkil.

Sementara Wakil Bupati Aceh Singkil Sazali turut memberikan bantuan pula untuk operasional para mahasiswa ke rumah duka di Peureulak dan kembali ke kampus di Banda Aceh. Para mahasiswa ini berangkat pukul 17.30 WIB.

Semasa hidupnya mendiang Zai, sapaan akrab Wahyu dikenal sosok pria baik dan selalu menjadi pelopor dalam berbagai kegiatan di kampusnya. Sementara teman-teman se fakultas hanya mengikuti apa yang diarahkan sang ketua mereka.

“Kami hanya ngikuti dia, semua apapun kegiatan dialah (almarhum) yang memotori. Kalau tidak dia gerakkan, kami tidak bergerak termasuk kegiatan bantuan untuk korban kebakaran ini. Dialah semua yang perjuangkan, termasuk kendaraan. Pokoknya kami tinggal enaknya aja,” kata Farah Munadia (19) rekan almarhum Zai mahasiswi ilmu Alquran dan tafsir.

Bahkan, lanjut Farah, hingga Zai sang gubernur Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh menghembuskan nafas terakhirnya pun, satu unit sepeda motornya masih tergadai.

Menurut Farah, sepmor almarhum yang tergadai tersebut jenishonda scopy. Sepmor dia gadaikan untuk menutupi kekurangan biaya kegiatan di kampus senilai Rp 5 juta.

Beberapa waktu lalu lanjut Farah, almarhum sudah membayar sebesar Rp 2 juta sisanya masih ada Rp 3 juta sehingga sepmor masih tergadai.

Rekan-rekannya sudah mengusulkan untuk patungan membayar utang kegiatan kampus namun almarhum tak mau membebani temannya. Kata almarhum uang tersebut merupakan utang organisasi kampus sehingga tak sepatutnya dibebankan pada rekan-rekannya.

”Pokoknya dia baik kali lah bang. Dia tidak pernah membebani kami, kami terima bersih. Makanya kami sangat terpukul, kami sedih kali kok bisa secepat itu dia meninggalkan kami,” ujar Farah dan para rekan almarhum Zai.

Di sisi lain beberapa saat sebelum meninggal, almarhum memang kerap mengucapkan hal aneh kepada rekannya.

Selain kalimat jangan takut mati dan kalaupun meninggal akan mati syahid ini diucapkan almarhum Wahyu kepada Farah Munadia, salah seorang rekan korban ternyata ada hal lain tak biasa namun diutarakan mendiang Zai.

Menurut Farah, almarhum sempat mengatakan jika perjalanannya ke Aceh Singkil merupakan kegiatan terakhirnya. Perjalanan pengantaran bantuan untuk korban kebakaran ke Aceh Singkil sekaligus pembubaran anggotanya.

Memang, lanjut Farah, masa kepemimpinan almarhum Zai atau Pak Gub sapaan untuk mendiang Wahyu tinggal berakhir bulan Maret mendatang. Itupula mungkin jadi alasan alamarhum Pak Gub Fakultas Ushuluddin ini jika kegiatannya ke Aceh Singkil merupakan terakhir.

Menurut Farah, ada hal yang tidak biasa yang dilihatnya dari almarhum, yaitu saat makan, almarhum paling sumringah dan riang tidak seperti biasanya.

“Farah, Farah jangan takut mati dek, Farah jangan takut mati. Kita ke sini niat kita baik dek. Kalaupun kita meninggal dunia, kita mati syahid,” demikian kalimat yang terucap dari bibir Wahyu Ziahul Haq Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh sebelum meninggal dunia  Selasa (25/2/2020) siang tadi, dalam kecelakaan lalulintas di Jalan Nasional Dusun Rikit, Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.

Kalimat jangan takut mati dan kalaupun meninggal akan mati syahid ini diucapkan almarhum Wahyu kepada Farah Munadia.

Pasalnya, sejak mobil dikemudikan almarhum, Farah mengaku menangis ketakutan sepanjang jalan. Farah mengaku ketakutan karena laju kendaraan itu harus digas untuk menghindari mogok di tanjakan.

Farah mengaku menangis dan menyampaikan tidak mau mati dalam perjalanan. Sebab, kata Farah almarhum mengemudikan mobil harus tekan gas kalau tidak maka mundur di tanjakan.

Karena Farah terus menerus menangis ketakutan, lalu almarhum memotivasi agar tidak takut mati. Sebab kalaupun harus meninggal dunia, menurut almarhum, akan mati syahid karena perjalanan mereka dengan niat baik untuk misi kemanusiaan.

Ketiga kali kalimat jangan takut mati terucap di bibir almarhum lalu rekan-rekan Farah memvideokannya mengguyon karena terus menangis

Kata Farah, ada tiga kali ucapan tersebut disampaikan almarhum. ”Waktu yang ketiga itu kawan-kawan kan videoin, ha Farah nangis-nangis. Abang tu bilang pokoknya kita kesini itu niat kita baik, kalau meninggalpun kita syahid enggak sampai lima detik pas mau belok kan dikiranya jalannya lurus, jadi abang tu ambil jalan taunya belok ke kiri pak jadi banting setir ke kiri, banting ke kanan, putar-putar jatuh. Mobil nyangkut terus posisi abang tu terjepit. Kawan saya di depan aturannya kena kayu tapi dia loncat ke belakang jadi selamat,” urai Farah menceritakan detik-detik sebelum mobil yang mereka tumpang terguling ke jurang.

Farah terjepit karena dihimpit oleh temannya yang sebangku di bagian belakang sopir. Farah pun terhindar dari kaca dan benturan karena melindungi kepalanya dengan bantal.

Farah mengaku sempat menyampaikan ke kawan-kawannya yang semula memotivasinya ingat Allah. Maka seharusnya kata Farah saat kecelakaan itulah mereka mengingat Allah.

Sebab, kata Farah, selain ada ucapan mati syahid, nyaris sepanjang perjalanan rekan-rekannya mengucapkan  bahasa kematian.

Farah menyaakan jika hampir sepanjang perjalanan rekan-rekannya membaca ayat-ayat kematian. Semua baca kullu nafsin dzaiqatul maut yang artinya Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian kerap pula terucap kalimat Innalillahi wa inna ilaihi rajiun artinya "Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali,”.

Kalimat tersebut menurut Farah acap diucapkan rekannya kecuali dia. Farah tidak mengucapkan kalimat terkait lantaran selalu menangis ketakutan.

Dalam situasi panik, Farah termasuk yang paling tenang dan meminta rekan-rekannya tidak banyak gerak sebab mobil dalam posisi rusak. Sebab Farah takut jika dia dan rekannya banyak bergerak maka mobil yang posisinya kala itu nyangkut di pohon jatuh ke jurang hingga meledak dan bisa berakibat fatal.

Farah juga menceritakan watu mobil dalam posisi kecelakaan dan tersangkut teman-temanya pula menangis sementara dia tidak bisa menangis lagi. Beberapa saat muncul rekannya yang semula meluncur di belakang menolong sehingga dapat keluar dari dalam mobil.

Sebagaimana berita sebelumnya, kepergian Wahyu Ziahul Haq Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh meninggalkan kesedihan mendalam bagi orang-orang terdekatnya dan teman-temannya.

Adik kandung Lisma Hasbi, istri Iskandar Alfarlaky, anggota DPR Aceh meninggal dunia  Selasa (25/2/2020) siang tadi dalam kecelakaan lalulintas di Jalan Nasional Dusun Rikit, Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam.

Almarhum berangkat dengan sepuluh rekan sefakultasnya dalam rangka membawa bantuan untuk korban kebakaran di Desa Ujung, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil. 

Wahyu yang akrab disapa Bang Zai atau Pak Gub itu menghembuskan napas terakhirnya beberapa saat pascakecelakaan di lokasi kejadian.(*)

Kisah Almarhum Wahyu Ziahul Haq, Sepmornya Masih Tergadai untuk Biaya Kegiatan Kampus

Tiket Pertandingan Persiraja Vs Bhayangkara FC Sabtu Malam Dijual Online, 4 Pemain Asing Urus Kitas

Nasib Janda yang Ditangkap Mesum dengan Bule Portugal, Kini di Usir dari Desa di Lhokseumawe

Tiket Pertandingan Persiraja Sudah Bisa Dipesan Online, Ini Harganya

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved