Fakta Baru Soal Corona, Tak Lebih Bahaya Dibanding Flu Musiman, Tanaman Herbal Disebut Jadi Obat

Tak seperti saat virus ini pertama kali muncul pada akhir Desember 2019 lalu. Gejala klinis pengidap Covid-19 kini semakin ringan.

Editor: Amirullah
boldsky.com
Cara Pencegahan Coronavirus 

"Tanpa rantai pasokan yang aman, resiko bagi petugas kesehatan di seluruh dunia adalah nyata. Industri dan pemerintah harus bertindak cepat untuk meningkatkan pasokan, mempermudah pembatasan ekspor dan melakukan langkah-langkah untuk menghentikan spekulasi dan penimbunan," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus seperti dilansir dari laman resmi WHO.

Berdasarkan perhitungan WHO, kebutuhan atas masker medis untuk penanganan Covid-19 mencapai 89 juta per bulan. Sedangkan untuk sarung tangan pemeriksaan mencapai 76 juta dan kacamata sebanyak 1,6 juta per bulan.

3. Gejala klinis corona menjadi lebih "jinak"

Tak seperti saat virus ini pertama kali muncul pada akhir Desember 2019 lalu. Gejala klinis pengidap Covid-19 kini semakin ringan.

Sebelumnya, orang yang mengidap penyakit ini menunjukkan gejala sakit berat, seperti demam tinggi, batuk, pilek dan sesak napas.

"Tidak terlalu berat, panasnya tidak tinggi, batuk tidak terlalu kelihatan sekali, bahkan di beberapa laporan yang kita dapatkan ada yang asimtomatik, tidak menunjukkan gejala," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/3/2020).

Yuri mengatakan, hal ini terjadi karena virus Covid-19 yang masuk ke tubuh tidak bisa melakukan replikasi atau beranak pinak.

"Kalau dia bisa beranak pinak menjadi banyak, pasti orang itu akan panas. Kalau itu ada di saluran pernapasan atas dalam jumlah yang banyak, pasti akan memacu terbentuknya lendir dan merangsang batuk," ujar Yuri.

"Begitu masuk ke saluran napas bawah, maka akan terjadi kegagalan pernapasan karena seluruhnya akan dilapisi oleh lendir, yang seakan-akan paru-parunya tenggelam," ucap dia.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan ini menduga, ada dua kemungkinan yang menyebabkan virus Covid-19 saat ini menjadi jinak.

Pertama, daya tahan tubuh masyarakat semakin baik sehingga virus sulit berkembang biak dalam tubuh.

Kedua, ada kemungkinan virus Covid-19 memang sudah semakin lemah. Hal ini memang menjadi karakter virus corona.

"Karakter corona seperti ini pengalaman 2002, virus corona SARS, setelah setahun lewat berubah jadi seasonal flu, virus masih ada, tapi dampaknya adalah flu musiman seperti flu biasa. Kemudian ada juga H1N1, awalnya angka kematian semula tinggi, tapi kemudian berubah jadi seasonal flu," kata dia.

4. Temulawak hingga jahe sembuhkan Covid-19

()

Rempah-rempah (steptohealth/SuryaMalang)

Selain masker dan hand sanitizer, keberadaan bahan baku jamu seperti jahe, kunyit, dan temulawak turut menjadi primadona masyarakat. Bahkan, barang-barang tersebut laris manis dengan harga tinggi di sejumlah pasar tradisional.

Di Pasar Kemiri Muka, Depok, Jawa Barat, jahe merah yang biasa dibanderol Rp 60.000 naik menjadi Rp 70.000 per kilogram.

Sementara jahe biasa dibanderol menjadi Rp 50.000 per kilogram dari Rp 35.000.

Adapun kunyit yang biasa dipatok seharga Rp 5.000 hingga Rp 6.000 naik dua kali lipat menjadi Rp 12.000.

Sementara temulawak harganya naik dari Rp 10.000 menjadi Rp 50.000.

Kenaikan harga ini terjadi setelah beberapa waktu lalu mencuat penelitian seorang profesor asal Universitas Airlangga (Unair) di Surabaya, Prof Dr drh Chairul Anwar Nidom.

Formulasi Nidom terdiri dari jahe, kunyit, temulawak, sereh dan bahan-bahan lainnya.

Terkait efeknya terhadap virus corona, Nidom berkata bahwa mpon-mpon mengandung curcumin yang berungsi mencegah terjadinya badai sitokin di dalam paru.

Sitokin, ujar Nidom, merupakan respons imun terhadap adanya virus.

"Jadi sebetulnya sitokin merupakan fungsi positif, tetapi punya efek negatif yaitu merusak sel di sebelahnya. Sitokin inilah yang menyebabkan tubuh menjadi panas kalau seseorang terinfeksi kuman," ujar Nidom kepada Kompas.com, Kamis (20/2/2020).

Namun, efektifitas formulasi ini baru melalui uji praklinis terhadap tikus.

Itu pun yang terinfeksi flu burung, jenis virus corona lainnya, bukan Covid-19.

Terkait efek curcumin terhadap Covid-19, para ahli lain juga angkat bicara.

Konsultan Paru Sub Infeksi RSUP Persahabatan, dr Erlina Burhan MSc SpP(K), membenarkan bahwa Covid-19 dapat menyebabkan badai sitokin pada paru pasien.

Namun, hingga kini belum ada kajian atau bukti ilmiah mengenai kaitan curcumin dengan badai sitokin, khususnya yang disebabkan oleh Covid-19.

"Bahwa curcumin bisa meningkatkan sistem imun, oke, karena itu memang dianggap jamu dan obat tradisional, tapi kalau sudah badai sitokin kita enggak bisa lagi, itu harus tindakan medis," ujarnya.

Ahli Imunitas Prof Dr dr Iris Rengganis SpPD-KAI juga sependapat.

Dia berkata bahwa tanpa adanya kajian ilmiah, ahli medis belum bisa menyatakan apakah suatu obat atau prosedur itu efektif atau tidak.

Erlina juga menambahkan bahwa para ilmuwan dan juga ahli medis mendukung sekali tanaman-tanaman herbal dapat menjadi obat dari berbagai penyakit.

Namun, tetap harus dengan kajian secara menyeluruh terlebih dahulu karena ramuan atau racikan tanaman herbal yang tidak sesuai porsi kelola dan juga takarannya justru akan menyebabkan kondisi kesakitan lainnya.

5. Kondisi ekonomi jadi tidak stabil akibat virus

()

Petugas keamanan berpatroli di pasar ikan tradisional Huanan di kota Wuhan, China, Jumat (24/1/2020). Pasar ikan itu ditutup setelah virus corona yang mematikan dideteksi berasal dari pasar itu. (AFP/HECTOR RETAMAL)

Kondisi perekonomian global yang diharapkan kembali stabil pascameredanya perang dagang antara Amerika Serikat dan China harus bersiap menghadapi skenario baru akibat penyebaran virus ini.

Menurut ekonom Bank Permata Josua Pardede, penurunan aktivitas ekonomi di China turut memberikan dampak terhadap perekonomian global. Tak terkecuali Indonesia.

"Kalau kita lihat, dampak dari Covid-19 ini memang diperkirakan akan cukup signifikan bagi perekonomian China. Saat ini, aktivitas industri manufaktur di China terlihat menurun cukup drastis," kata Josua dalam keterangannya, Selasa (3/3/2020).

Penurunan aktivitas industri ini, sebut dia, berpotensi mengakibatkan penurunan permintaan ekspor komoditas Indonesia untuk China.

“Setiap 1 persen perlambatan ekonomi China berpengaruh terhadap perlambatan ekonomi Indonesia sebesar 0,3 persen,” terang Josua.

Pemerintah pun telah menggelontorkan sejumlah insentif ke beberapa sektor guna menangkal dampak virus corona.

Insentif tersebut antara lain ke sektor pariwisata, perumahan, keuangan, dan perdagangan.

"Langkah-langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu meminimalisir dampak negatif COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia. Memang efek dari Corona ini belum bisa ditanggulangi, tapi kita berharap agar keadaan ini bisa segera di-recover baik China maupun Indonesia dan negara-negara lain,” lanjut dia.

Sementara itu, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, IGP Wira Kusuma mengatakan peran Cina di dalam perekonomian Indonesia sangat vital.

Sebab, China merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia, sekaligus sebagai penyumbang wisatawan terbanyak kedua, setelah Malaysia.

"Kita tahu Cina merupakan salah satu negara besar yang dimana menjadi mitra dagang utama kita belum lagi penyumbang wisatawan terbanyak," ujarnya di Jakarta, Sabtu (29/2/2020).

Wira menyebutkan sepanjang tahun 2019, ekspor total Indonesia ke Cina, tercatat sebanyak 29,769 juta dollar AS atau sebesar 17 persen total ekspor Indonesia.

Sementara impor total di periode yang sama, tercatat sebanyak 29,42 juta dollar AS, dengan porsi 17,2 persen terhadap total impor dalam negeri.

"Virus Corona menyebabkan pelemahan pertumbuhan ekspor kita. Sebab, demand menurun, impor permintaan domestik melemah dan ekspor melemah. Ekspor masih banyak produk bahan baku impor jadi melemah," jelas dia.

Tidak berhenti di situ, jumlah wisatawan asing dari Cina ke Indonesia juga mengalami penurunan drastis, sejak ditutupnya arus lalu lintas orang, demi menghindari penyebaran virus asal Wuhan itu.

Padahal, wisatawan Cina menyumbang devisa ke dalam negeri, setidaknya 2.385 juta dollar AS, dengan pangsa pasar sebesar 14,1 persen dari total devisa negara.

"Kunjungan wisman Tiongkok ke Indonesia 2,07 juta orang pada tahun 2019, dengan pangsa sebesar 12,9 persen," kata dia.

Karenanya, jika perekonomian Cina mengalami perlemahan sebanyak 1 persen, akan membuat ekonomi Indonesia ikut melemah juga, setidaknya sebesar 0,23 persen. (TribunNewsmaker.com/*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnewsmaker.com dengan judul Fakta Baru Seputar Virus Corona, Tak Lebih Bahaya Dibanding Flu Musiman, Tanaman Herbal Jadi Obat?

Sumber: TribunNewsmaker
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved