Lewat Kue Meusekat Rosnawati Berangkat Haji
Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) pada tahun 1991 yang dilaksanakan pada masa Gubernur Aceh, Prof Dr Ibrahim Hasan MBA
BANDA ACEH - Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) pada tahun 1991 yang dilaksanakan pada masa Gubernur Aceh, Prof Dr Ibrahim Hasan MBA, menjadi awal manis bagi Rosnawati Muhammad (50). Pada saat itu, warga Meunasah Beutong, Kemukiman Lamlhom, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, ini menunjukkan kemampuannya memasak kue tradisional pada lomba tingkat provinsi.
Dalam lomba itu yang menjadi andalan timnya adalah kue meusekat dan dodol Aceh. Saingan terberat mereka saat itu adalah tim Desa Lambung Kota Banda Aceh, Aceh Barat, Aceh Utara, Bireuen, Pidie, Aceh Timur, Aceh Selatan, dan sejumlah daerah laiannya.
Namun pada pengumuman penilain dewan juri, kue maseukat dan dodol Aceh dari Gampong Meunasah Beutong, Lamlhom keluar sebagai juara pertama. Sebagai anggota tim pembuat kue maseukat, kata Rosnawati, dirinya terkejut saat dewan juri mengumumkan kue produk mereka sebagai pemenang.
Sejak itu, kata Rosnawati, dirinya jadi suka membuat kue tradisional khas Aceh terutama kue meusekat dan dodol Aceh. Ia menjelaskan, bahan membuat kue meusekat mudah diperoleh di pasar. Seperti tepung terigu, gula pasir, kuning telur, nenas ukuran sedang, jeruk nipis, mentega dan air, pewarna makanan. Sedangkan bahan buat dodol Aceh, yaitu tepung beras, santan kelapa yang kental dan cair, gula pasir, daun pandan, gula pasir. Daun pandan untuk pewangi.
Kue meusekat dan dodol khas Aceh biasanya digunakan sebagai kue hantaran pada acara perkawinan di Aceh. Harga satu talam besar kue meusekat, sebut Rosnawati antara Rp 250.000-Rp 270.000, begitu juga dodol khas Aceh. Tingginya harga meusekat karena harus dihias bentuk Pinto Aceh agar kelihatan indah dan cantik. “Tidak semua orang bisa mengukir kue meusekat dan dodol Aceh berbentuk Pinto Aceh atau Lonceng Cakra Donya,” tuturnya.
Setiap bulan ada saja yang memesan kue meuseukat dan dodol Aceh ini kepadanya. Terutama pada musim pesta perwakinan--mulai Januari hingga menjelang bulan puasa. Begitu juga ketika Lebaran Idul Fitri banyak yang memesan kue tradisional itu.
Rosnawati mengakui, kue meusekat dan dodol Aceh yang diproduksinya, sudah mengantarkannya bersama sang suami, Razali--pensiunan PNS Aceh Besar--menenaikan ibadah haji pada tahun 2014 lalu. Hasil penjualan kue ini, juga sangat membantu ekonomi keluarga, terutama untuk biaya sekolah dan kuliah anak, serta kebutuhan lainnya.
Dikatakan, pekerjaan membuat kue meusekat dan dodol Aceh tidak akan ia tinggalkan dan akan diwariskan kepada anak cucuknya, dan orang lain. Rumahnya saat ini di Meunasah Beutong, Lamlhom, sering dijadikan tempat pelatihan pembuatan meusekat dan dodol Aceh dari Pemkab Aceh Besar maupun Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong, dan pihak lain.
Usaha kue meusekat dan dodol Aceh yang kini diberi label Meusekat Gebrina itu, katanya, juga dipasarkan ke berbagai tempat penjualan kue tradisional di Banda Aceh dan Aceh Besar.(her)