Cara Urus Jenazah Covid 19

Bagaimana Mengurus Jenazah Covid-19 yang Jauh dari Rumah Sakit? Ini Penjelasan NU

Tutup seluruh lubang mayit, khususnya hidung dan mulut dengan “solasi”, dan segera menyemprot dengan menggunakan larutan antiseptik.

Editor: Taufik Hidayat
AFP/PAOLO MIRANDA
Seorang perawat merangkul rekannya di tengah pekerjaan mereka di Rumah Sakit Cremona, tenggara Milan, Lombardy, Italia, Minggu (15/3/2020). Selama diberlakukannya lockdown di Italia terkait meledaknya penyebaran virus corona di negara tersebut, sosok para tenaga medis banjir dukungan atas dedikasi mereka yang menjadi pahlawan dalam menangani serbuan pasien corona.(AFP/PAOLO MIRANDA) 

Laporan Syamsul Azman

SERAMBINEWS.COM - Nahdlatul Ulama (NU) menjelaskan bagaimana mengurus jenazah korban covid-19, Kamis (26/3/2020). 

Penjelasan tersebut berkaitan dengan jenazah korban wabah penyakit menular yang berada di pulau dan sulit untuk dijangkau oleh pihak medis. 

Korban yang berada di kepulauan atau yang berada jauh dari daerah rumah sakit rujukan pemerintah untuk wabah penyakit menular kesulitan untuk menjangkau. Apalagi bila korban tersebut mengalami penyakit berbahaya yang bisa menular parah. 

Terkait hal itu, NU menjelaskan bagaimana mengurusi jenazah korban wabah penyakit menular, hal ini dijelaskan melalui web resminya nu.or.id. 

Mempertimbangkan keadaan yang terjadi, NU sebelum menjelaskan prosedurnya, terlebih dahulu mempertimbangkan berkaitan dengan kemaslahatan bersama yakni :

1. Faktor keselamatan bagi masyarakat yang bertugas menangani jenazah korban wabah. Bagaimanapun juga, Allah SWT telah melarang hamba-Nya untuk menjatuhkan diri dalam kebinasaan (Surat Al-Baqarah ayat 195). 

2. Jenazah korban wabah menular tetap dapat dipulasan sesuai tuntunan yang dibenarkan oleh syariat.

3. Allah SWT menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan (Surat Al-Baqarah ayat 185). 

Maka prosedurnya sebagai berikut : 

Pertama, bila terjadi korban meninggal, maka yang harus dilakukan oleh para pentakziah dan keluarga korban, adalah segera memakai prosedur minimal kesehatan. 

Misalnya, memakai baju yang terbuat dari plastik sederhana, atau mantel yang bisa melindungi dirinya dan keluarganya dari penularan. Masker merupakan hal yang tidak boleh ditinggalkan, sebab coronavirus merupakan penyakit yang tinggal pada saluran mukosa hidung, dan bisa bertransmisi melalui pernapasan. 

Kedua, hendaknya segera menutup seluruh lubang mayit, khususnya hidung dan mulut dengan “solasi”, dan segera menyemprot dengan menggunakan larutan antiseptik (alkohol 70%), lalu menyiapkan jenazah untuk dipulasarkan.

Ketiga, Semua pakaian yang berhubungan dengan mayit, bantal dan lain sebagainya, sebaiknya dijauhkan dari jangkauan keluarga yang masih sehat dan para tradisional yang paling aman bagi masyarakat umum dalam kasus wabah semacam ini adalah dengan menayamumkan korban meninggal dengan alasan sebagaimana disebutkan pada poin pertama.

Hukum menayamumi ini adalah wajib, karena tayamum menjadi wasilah bagi penyucian yang tidak ada kaitannya dengan menghilangkan najis. 

Kewajiban berpindah pada menayamumi ini juga berlaku bagi pihak yang tidak bisa tersentuh air, seperti sebab mandi janabah. 

Meski kondisi mayit itu hancur, dengan sekira bila dimandikan maka menjadi terkelupas, atau timbul kekhawatiran bagi orang yang memandikannya, maka cukup dengan menayamumkannya.

Setelah selesai pemulasaran, maka disarankan agar mayit kembali disemprot larutan antiseptik, lalu dikafani. 

Keempat, semua petugas yang menangani dan mengangkat mayit ke tempat pemulasaraan hingga penguburannya wajib menggunakan perangkat pengaman standar, seperti masker, hand sanitizer atau cairan pembersih tangan, baju kedap air yang bisa dibuat dari plastik dan yang terpenting bisa menghindar dari kontak langsung dengan tubuh mayit. 

Setiap penanganan hendaknya dilakukan secara hati-hati guna menghindari diri dari tertular. 

Penguburan mayit hendaknya disegerakan dan tidak menunggu waktu yang melebihi waktu 4 jam untuk menghindari hal-hal yang diluar dugaan dan berbahaya bagi kesehatan. 

Kelima, mayit yang selesai ditajhizkan, hendaknya dikafani dengan kafan standart kemudian dibungkus dengan plastik yang bisa dirobek dengan mudah.

Tujuan dari membungkus korban dengan plastik ini, adalah untuk menghindari adanya cairan yang keluar dari mayit yang diduga menjadi perantara penyebaran virus. Atau bisa juga dengan memasukkannya ke dalam peti mati, tanpa perlu dibuka lagi. 

Keenam, ketika mayit dimasukkan ke dalam peti mati, hendaknya posisinya sudah dalam kondisi tidur miring, dengan bagian mukanya yang disentuhkan dengan tanah yang ditempatkan di dalam peti tersebut.

Tujuan dari memiringkan posisi mayat korban ini adalah agar posisi mayit bisa menghadap kiblat saat sudah ditaruh di dalam kubur. Karena bagaimanapun, menghadapkan mayit ke arah qiblat, hukumnya adalah wajib. Wallahu a’lam.(*)

Syarifah Irawati, Fokus Belajar di Rumah, Ingin Pertahankan IPK Tinggi dan Bisa Lulus Cum Laude

Libur Sekolah di Aceh Singkil Diperpanjang Sampai 29 Mei, Ujian Lulus dan Naik Kelas Ditiadakan

SKB CPNS Abdya: 10 Formasi Kosong Peserta dan 13 Formasi Hanya Satu Perserta

Dua Pelaku Video Seks Tiga Pria Satu Wanita Divonis 2 Tahun 9 Bulan, Terdakwa V Minta Vonis Bebas

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved