Luar Negeri

Jutaan Muslim India Terancam di Bawah Hukum Kewarganegaraan Baru, Begini Laporan Terbaru HRW

Undang-undang yang disetujui Desember 2019 lalu mempercepat kewarganegaraan bagi umat Hindu, Sikh, Jain, dan Kristen dari negara tetangga.

Editor: Zaenal
REUTERS/DANISH SIDDIQUI
Demonstran berunjuk rasa menolak UU Kewarganegaraan Baru di New Delhi, India, Senin (24/2/2020). 

SERAMBINEWS.COM, NEW DELHI - Human Rights Watch menyebut hukum kewarganegaraan baru India sebagai diskriminatif dalam laporan baru.

Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan bersama dengan proses verifikasi nasional yang direncanakan untuk mengidentifikasi imigran ilegal adalah ancaman bagi jutaan Muslim India, kata laporan yang dirilis pada hari Kamis (9/4/2020).

Dikutip dari Kantor Berita Turki Anadolu Agency, Minggu (12/4/2020), Undang-undang yang disetujui Desember 2019 lalu mempercepat kewarganegaraan bagi umat Hindu, Sikh, Jain, dan Kristen dari negara Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh.

Tetapi undang-undang itu menghalangi naturalisasi bagi umat Islam dari negara-negara tersebut.

Para pemimpin Muslim khawatir undang-undang baru akan dikaitkan dengan latihan nasional, di mana setiap warga negara akan diminta untuk membuktikan kewarganegaraan India.

Banyak organisasi dan individu telah mendekati Mahkamah Agung untuk menantang validitas konstitusi tindakan tersebut.

Banyak pemerintah negara bagian juga menolak untuk menerapkan undang-undang tersebut.

Urine Sapi tak Ampuh Tangkal Corona, PM India Minta Warga Matikan Lampu Rumah, Hidupkan Lilin

Hadapi Virus Corona, Warga India Nyalakan Lilin, Beberapa Rumah Malah Terbakar

Monyet dan Gajah Masuk ke Jalanan India, Selama Lockdown Akibat Covid-19

Laporan setebal 82 halaman itu diberi judul “Menembak Pengkhianat: Diskriminasi Terhadap Muslim di Bawah Kebijakan Kewarganegaraan Baru India”.

Laporan itu mengatakan polisi dan pejabat lainnya telah berulang kali gagal mengambil tindakan, ketika para pendukung pemerintah menyerang orang-orang yang memprotes kebijakan kewarganegaraan baru ini.

Namun, polisi dengan cepat menangkap orang yang mengkritik terhadap kebijakan tersebut dan membubarkan demonstrasi damai mereka.

“Termasuk dengan menggunakan kekuatan yang berlebihan dan mematikan," tambah laporan tersebut.

Dalam sebuah pernyataan, Meenakshi Ganguly, direktur Asia Selatan di Human Rights Watch, mengatakan:

“Perdana Menteri India telah mengajukan permohonan untuk perjuangan bersatu melawan COVID-19, tetapi belum menyerukan persatuan dalam perang melawan kekerasan dan diskriminasi anti-Muslim.”

Seekor Kucing Asal China Jadi Perdebatan di India, Diduga Terinfeksi Virus Corona, akan Dideportasi

Seorang Politisi India Klaim Kencing dan Kotoran Sapi Bisa Meyembuhkan Virus Corona

"Kebijakan pemerintah telah membuka pintu bagi kekerasan massa dan tidak bertindak polisi yang telah menanamkan rasa takut di kalangan umat Islam dan komunitas minoritas lainnya di seluruh negeri," katanya.

Laporan ini didasarkan pada lebih dari 100 wawancara dengan korban pelecehan dan keluarga mereka dari Delhi dan negara bagian Assam dan Uttar Pradesh, serta dengan para pakar hukum, akademisi, aktivis, dan pejabat polisi.

Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa telah menolak untuk mengomentari masalah ini.

"Ini adalah masalah sensitif dan kami tidak bisa berkomentar saat ini," kata juru bicara partai Shahnawaz Hussain kepada Anadolu Agency.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved