JURNALISME WARGA
Isolasi dan Qunut Jadi Ikhtiar Melawan Corona
SEJAK munculnya virus corona (Covid-19) di Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019, penyebarannya sudah mencapai lebih dari 200 negara

RIZKI RAMADHANA, santri Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga dan Staf Redaksi Majalah Umdah MUDI, melaporkan dari Samalanga, Kabupaten Bireuen
SEJAK munculnya virus corona (Covid-19) di Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019, penyebarannya sudah mencapai lebih dari 200 negara. Juga sudah sampai ke hampir semua provinsi di Indonesia.
Sebagai respons atas situasi itu, pada 16 Maret 2020 lalu Presiden Joko Widodo mengimbau seluruh jajaran pendidikan mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi untuk meliburkan peserta didik mereka. Sebagai gantinya adalah belajar di rumah dengan sistem e-learning. Libur sementara dan belajar dari rumah diharapkan menjadi solusi pencegahan corona yang sudah ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai pandemi global.
Menanggapi surat yang dilayangkan pemerintah pusat tersebut, Pemerintah Aceh melalui surat edaran Pelaksana Tugas Gubernur, Kemenag Aceh, dan Dinas Dayah Aceh mengimbau seluruh lembaga pendidikan untuk libur, termasuk dayah. Meski demikian, pihak Dinas Dayah Aceh menawarkan dua opsi untuk dayah salafi, dayah terpadu, dan dayah tahfiz, yaitu meliburkan santri mereka atau tidak meliburkan, tapi menetapkan pola prosedur isolasi.
Melanjutkan surat edaran tersebut, Dayah MUDI Mesjid Raya, Samalanga, langsung mengadakan rapat koordinasi. Dalam rapat itu disimpulkan bahwa MUDI memilih opsi kedua, yaitu tetap melanjutkan proses belajar dan menetapkan prosedur isolasi di mana selama 14 hari para santri tak boleh ke luar kompleks. Adapun santri yang sedang di kampung dilarang untuk kembali ke dayah sejak 17 Maret 2020.
Dayah MUDI juga tidak menerima kiriman dan kunjungan wali santri. Kalau memang ada yang mengirim paket, maka akan dilihat, apabila mungkin dikembalikan akan dikembalikan, kalau memang tak mungkin, misalnya dikirim dari jauh, maka akan dikarantina untuk beberapa waktu.
Satu pintu gerbang di bagian utara dayah ditutup dan digembok. Hanya disisakan satu pintu gerbang saja, yaitu pintu gerbang utama di bagian depan kompleks dayah. Di depan gerbang utama MUDI terdapat satu pos khusus pencegahan virus corona. Bidang Humas dan Hankam (Bidang Keamanan MUDI) mendapat tugas mengawasi santri dan tamu. Di sana juga terlihat poster-poster yang dipajang agar informasi terkait corona sampai ke semua pengunjung dan penghuni dayah.
Hingga saat reportase ini saya tulis, isolasi tidak membuat lembaga kami cacat dalam menyelenggarakan aktivitas belajar-mengajar. Pengajian baik pagi, siang, maupun malam tetap berlangsung sebagaimana biasanya. Semangat belajar santri tampak tidak berkurang. Saya yang termasuk bagian dari mereka juga ikut merasakan suasana itu. Berikut ini daya ingin deskripsikan cerita kami setelah satu pekan masa isolasi diberlakukan
Diawali sosialisasi
Tepatnya 16 Maret 2020, dayah kami mengeluarkan maklumat Nomor 097/a.2/MUDI/II.I/VII/1441 H berisi keputusan yang menyatakan bahwa MUDI akan mengisolasi lembaganya dan tetap melanjutkan kegiatan belajar-mengajar selama dua pekan (14 hari). Surat tersebut diedarkan dan diberlakukan pada 17 Maret 2020 esok harinya. Usai shalat Magrib berjamaah suasana tidak seperti biasanya, pelantang suara masjid Poteumeureuhom bergema menghentikan langkah santri meninggalkan masjid.
“Kepada seluruh santri harap bersabar sejenak, karena kita akan mengikuti sosialisasi virus corona,“ kata salah seorang guru melalui pelantang suara. Setidaknya suasana seperti ini jarang mereka rasakan. Saban hari sahabat mereka hanyalah selembar sajadah dan kitab kuning. Akan tetapi, kali ini ada proyektor dan infocus yang dibawa ke dalam masjid. Biasanya momen ini mereka dapati hanya saat memperingati hari-hari besar Islam.
Sosialisasi pencegahan Covid-19 dilakukan oleh pihak pos kesehatan pesantren (Poskestren) As-Syifa disampaikan oleh dr Tgk Thaifur yang tidak lain adalah putra dari Abu Hasanoel Bashri (Abu MUDI). Ia terangkan dengan gamblang mulai dari sejarah, gejala, dan pencegahan dari virus yang kini meresahkan dunia itu.
”Ke depan kita akan berhadapan dengan istilah yang digunakan pemerintah dalam mencegah corona, seperti ODP (orang dalam pemantauan) dan PDP (pasien dalam pengawasan),” kata alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala itu.
Di tengah-tengah pergantian slide proyektor, gelak tawa tiba-tiba tampak dari wajah para santri ketika menampilkan kartun yang mengajarkan enam langkah mencuci tangan. Mulai dari mengusap dan gosok kedua telapak tangan arah memutar, usap, dan gosok juga kedua punggung tangan, menggosok sela-sela jari tangan,bersihkan ujung jari, gosok, dan memutar kedua ibu jari, dan meletakkan ujung jari ke telapak tangan.
Etika bersih juga tak luput ditayangkan. Ah, santri memang unik sekali. Seingat saya tatkala sekolah dulu, rasanya lumrah sekali dengan ilustrasi-ilustrasi yang ditampilkan saat prsentasi di kelas kami menggunakan proyektor. Suasananya pun biasa saja. Barangkali ketika itu akses media sangat mudah karena tidak ada yang membatasi kami. Beda halnya saat di dayah, jangankan buka internet, nonton televisi saja tidak pernah.