Tanah Gayo Pernah Diserang Virus Mematikan atau Laya, Diduga Berasal dari Pasukan Belanda
Dataran Tinggi Gayo pernah diserang virus mematikan. Mengakibatkan masyarakat di Buntul Linge, yang masa itu menjadi pusat Kerajaan Linge pergi...
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jalimin
Laporan Fikar W Eda | Aceh Tengah
SERAMBINEWS.COM, TAKENGON - Dataran Tinggi Gayo pernah diserang virus mematikan. Mengakibatkan masyarakat di Buntul Linge, yang masa itu menjadi pusat Kerajaan Linge pergi mencari daerah baru menyelamatkan diri.
Kisah ini disampaikan peneliti budaya yang juga seniman Gayo, Salman Yoga dalam pernyataannya, Jumat (8/5/2020).
"Jauh sebelum Covid-19 merebak, daerah Gayo, tepatnya di Buntul Linge pernah diserang virus mematikan. Virus tersebut membuat masyarakat hijrah ke berbagai tempat," kata Salman yang juga pengajar di beberapa perguruan tinggi penyair produktif.
Ia mengatakan, virus tersebut patut diduga dibawa oleh Kolonialis Belanda pada tahun 1874-1880 ketika Kapten Gotfried dalam perang Aceh periode kedua, membawa pasukannya masuk ke Gayo sebagai pasukan perintis dalam rangka ekspansi militer.
Pasukan ini bertugas sebagai pembuka jalan sekaligus memata-matai kekuatan rakyat di wilayah Gayo pada pertengahan dan diakhir abad ke-18.
Setelah pasukan Kapten Gotfried kembali dari Gayo dengan membawa kegagalan, selanjutnya disusul ekspansi kedua yang dilakukan oleh Van Daalen pada tahun 1904.
• Ada Longsor di Gunung Paro, Satlantas Imbau Kendaraan yang Mengarah ke Banda Aceh Tunda Berangkat
• Warga Beutong Ateuh Ucapkan Terimakasih untuk DPRA dan Pemerintah Aceh
• Banjir Aceh Besar, 380 KK Mengungsi dan Ribuan Rumah Terendam, Ini Penjelasan Kabag Humas Aceh Besar
"Sebahagian masyarakat menduga mewabahnya virus mematikan ke wilayah di seputaran Buntul Linge dan sekitarnya dibawa oleh kolonial karena sebelumnya jenis penyakit ini tidak pernah ada," kata Salman, yang mendapat keterangan dari Hj Nuraini pada 2008 lalu di Pondok Baru Kabupaten Bener Meriah.
Hj Nuraini adalah putri dari salah seorang tokoh adat berpengaruh di Gayo sebelum kemerdekaan RI. Nama ayahnya adalah M Saleh, namun dalam masyarakat dipanggil dengan nama Pengulu Beno yang masih kerabat dari Reje Linge ke-16 dan ke-17 yang bernama Asa dan Sasa.
Dalam terminologi Gayo, wabah disebut dengan "laya" atau "pakan laya." Salman mengutip istilah ini dari Kamus Bahasa Gayo stensilan yang disusun oleh MJ Melalatoa tahun 1982.
Ungkapan yang dituliskan dalam kamus tersebut berbunyi:
“Kenge geh laya nge rebah rimpah jema mate” (kalau sudah datang wabah banyak orang yang meninggal).
Menurut Salman Yoga, penyakit "pakan laya" ini juga dicatat oleh MJ Melalatoa yang mengutip hasil riset Edwin M Loeb lewat buku "Sumatra Its Hystory and People yang diterbitkan oleh Oxford University Press pada tahun 1970 di Kuala Lumpur. "
Dalam catatan MJ Melalatoa, sebelum tahun 1930 wilayah Gayo kemudian sering diserang wabah penyakit yang disebut "laya." Penyakit ini sering menimbulkan kematian massal.