Mengenang Tertembaknya HT Djohan

Sebulan Sebelum Penembakan, HT Djohan Sudah Miliki Firasat Akan Terjadi Sesuatu pada Dirinya

HT Djohan meninggal dunia pada 10 Mei 2001 setelah ditembak oleh orang tak dikenal usai menunaikan shalat magrib di Masjid Raya Baiturrahman.

Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Taufik Hidayat
Serambinews.com
Arsip foto Harian Serambi Indonesia yang merekam suasana pascapenembakan Mantan Wakil Gubernur Aceh, HT Djohan pada 10 Mei 2001. 

Laporan Masrizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Almarhum HT Djohan, mantan Wakil Gubernur Aceh yang juga pernah menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Aceh, ternyata sudah memiliki firasat buruk akan ada ancaman terhadap keselamatan dirinya sebelum peristiwa penembakan 10 Mei 2001 itu terjadi.

Seperti diketahui, HT Djohan meninggal dunia pada 10 Mei 2001 setelah ditembak oleh orang tak dikenal seusai menunaikan shalat magrib berjamaah di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.

Pelaku penembakan sampai sekarang tidak terungkap. Tidak diketahui pasti apa motif dari penembakan.

Kejadian itu tidak jauh berselang dengan penembakan Rektor IAIN Ar-Raniry, Prof Safwan Idris yang juga dilakukan oleh orang tak dikenal.

Anak almarhum, T Irwan Djohan kepada Serambinews.com, Minggu (10/5/2020) menyampaikan serpihan-serpihan cerita tentang sosok ayahnya, baik sebelum dan sesudah kejadian.

Setelah peristiwa penembakan itu berlalu, Irwan mengatakan bahwa ibunya, Hj Cut Ubit (almarhumah) menceritakan kepada anak-anaknya yang saat itu sudah berkumpul di Banda Aceh mengenai detik-detik peristiwa kelam itu.

Sebab saat kejadian, Irwan bersama istri dan adiknya berada di Jakarta. Ia terakhir kali bertemu ayahnya pada Kamis pagi, 10 Mei 2001 saat almarhum hendak pulang ke Banda Aceh dari Jakarta. Sedangkan kejadian penembakan terjadi pada magrib.

"Ibu banyak bercerita salah satu ceritanya adalah, kira-kira tidak lama sebelum peristiwa penembakan beliau (almarhum), ayah saya pernah bercerita kepada ibu saya bahwa beliau sudah punya feeling atau prediksi dan kekhawatiran bahwa akan terjadi sesuatu pada dirinya. Namun ayah saya tidak bercerita kenapa memiliki firasat buruk itu," kata Irwan.

Irwan mengatakan, ayahnya mengatakan hal itu kepada ibunya dalam bahasa Aceh. "Ibu saya menceritakan kepada kami bahwa ayah bercerita seperti itu," ujarnya.

Karena adanya firasat itu, kemudian HT Djohan  menyampaikan pesan yang menyentak kepada istrinya. Saat itu (tahun 2001), Aceh dalam kondisi konflik antara pemerintah pusat dan GAM.

"Ayah bercerita bahwa jika dia harus mati di dalam konflik Aceh tahun 2001, ayah ingin langsung di tembak saja, tidak ingin diculik kemudian dibawa ketempat yang tidak diketahui untuk disiksa dan mayatnya tidak bisa ditemukan," pesannya.

Dalam cerita lain, ibu Irwan Djohan juga menyampaikan bahwa saat konflik berkecamuk ada pihak-pihak tertentu yang meminta sejumlah uang kepada suaminya, HT Djohan. Sebagai tokoh Aceh, HT Djohan memang pernah memegang berbagai jabatan penting di Aceh.

Alumnus Akademi Militer Nasional (AMN) tahun 1961 di Magelang itu, pernah menjabat Ketua DPRD Provinsi Aceh (1997-1999), Wakil Gubernur Aceh (1987-1992) berpasangan dengan Ibrahim Hasan, dan terakhir Ketua DPD Golkar Aceh serta anggota MPR RI Utusan Golongan.

"Di masa konflik dulu ayah saya sebagai orang yang memegang beberapa posisi di pemerintahan, sering dimintai uang oleh kelompok tertentu dan beberapa kali transaksi uang, mau tidak mau dilakukan ayah saya," ungkapnya. 

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved